
File Paparan dapat diunduh pada link berikut : https://drive.google.com/file/d/14Ys8LlKdzCIZpWEeD8dXJqNL9EJSTKF-/view?usp=sharing
File Putusan MA dapat dilihat pada https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/276d461cb5ed0c70b57fdb822b650382.html
assalamualaikum pak samsul
sy melihat youtube bapak tentang Telaah Tender Pasca Putusan MA Nomor 64 P/HUM/2019 dimana
bapak menggunakan acuan permenpu 31 tahun 2015 yang saya rasa kurang tepat pak karena sesuai pasal 99 permenpu 7 tahun 2019 bahwa Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 07/PRT/M/2011 tentang
Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan
Jasa Konsultansi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 37) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Nomor 31/PRT/M/2015 tentang
Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 07/PRT/M/2011 tentang Standar dan Pedoman
Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1285), dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
mhn arahan pak apakah permenpu 31 2015 yang telah dicabut ini masih dapat digunakan sbg acuan?
terima kasih pak
wassalamualaikum wr wb
Permenpu 7/2019 untuk segmentasi tidak berlaku kata putusan MA
UU 2/2017 mengatakan Peraturan turunan UU 18/1999 tetap berlaku selaama belum ada PP pengganti.. Permenpu 31/2015 tentnag segmentasi adalah turunan dari PP Turunan UU 18/1999 yang masih dianggap berlaku.. Segmentasi pada Permenpu 31/2015 karena Segmentasi Permenpu 7/2019 tidak berlaku artinya masih berlaku karena acuan terdekat adalah Permenpu 31/2015. Semoga bisa dipahami.
Dalam video juga saya memberikan alternatif jika tidak yakin dengan Permenpu 31/2015 maka silakan PA justifikasi paket diatas 2,5 M menjadi menengah dengan pertimbangan risiko dan teknologi.
Bahkan jika yakin dengan diatas 2,5 M adalah menengah sd 10 Milyar juga silakan dengan alasan Permenpu 7/2019 masih belum dicabut..
Yang sangat keliru adalah karena putusan MA kemudian semua menghentikan proses tender diatas 2,5 Milyar dengan alasan kekosongan dasar hukum
Kehidupan sekarang bertambah sulit karena biasanya paket pengadaan barang dan jasa pemerintah banyak diadakan melalui mekanisme tender. Mekanisme seperti ini akan memberikan penghidupan bagi banyak orang seperti pabrikan, distributor dan rekanan. Namun sekarang, dg mekanisme e- katalog, rantai distributor dan rekanan dihilangkan. Jadi tinggalah pabrikan. Harusnya dg mekanisme ini harga barang menjadi lebih murah, tapi ternyata menjadi lebih mahal. Karena harga barang masih ditambah lagi dg ongkos distribusi. Sebagai contoh harga sebuah handsprayer elektrik dg mekanisme tender Rp 900.000 perunit, tapi dg e-katalog dibandrol dg harga 1.800.000 per unit dan ditambah ongkos kirim Rp 250.000 perunit. Jadi kesimpulannya harga yg ditanggung pemerintah menjadi lebih mahal.
Oleh sebab itu, menurut hemat kami mekanisme tender supaya dihidupkan kembali, karena bisa memberikan multiplier effects yg banyak bagi warga negara. Sementara e-katalog cuma pabrikan saja.
Semoga kedepan menjadi lebih baik
Kalau katalog mahal jangan dipaksakan beli di ekatalog pak, toh kewajiban beli di ekatalog adalah untuk barang/jasa yang menyangkut pemenuhan kebutuhan nasional dan/atau strategis yang ditetapkan oleh Menteri, Kepala Lembaga, atau Kepala Daerah..
Jadi silahkan gunakan metode mana yang paling dapat menghasilkan value for money bagi barang/jasa yang akan bapak beli.
Nota Dinas Sekretaris Direktorat Jendral Bina Konstruksi Kementrian P U P R tanggal 20 Februari 2020 menyatakan, Segmentasi pasar sesuai Permen PU No.07/PRT/M/2019 pasal 21 ayat (3) huruf a,b,c yang sudah dicabut oleh MA masih dapat digunakan sampai dengan 90 hari kalender sejak dikirimnya putusan MA tersebut kepada para pihak.
Apa benar interprestasi seperti hal tersebut diatas ? terima kasih.
Soebroto, Semarang
Ya telah sesuai dengan ketentuan Perma dan menurut nota tersebut baru dikirimkan bulan februari
Yo saran saya baca UU jangan Sepotong sepotong semua, cobadi baca juga UU no 30 th 2014, dengan di nyatakan Tidak Sah khusus pasal yg dimaksut di anggap tidak pernah ada,sejak di keluarkannya permen PU tersebut
Terimakasih Pak karena saya tidak bisa menjelaskan seberapa banyak yang saya baca, mungkin Bapak lebih banyak bacanya dari saya silakan berpendapat berbeda. Saya mungkin bisa saja mengatakan Bapak bisa saja hanya sepotong-sepotong baca dan memahami putusan MA karena cuma menyebut “tidak sah” padahal putusannya “tidak sah dan tidak mengikat” bukan tidak sah saja…juga bukan tidak mengikat saja.. tentu dari sisi ilmu hukum berbeda definisi.. beruntung saya tidak berpikiran demikian saya yakin Bapak memahami dengan sangat baik jauh lebih baik dari saya…
Buat saya pasal tersebut baru dianggap tidak ada bukan berarti jika telah dipakai atau tetap dipakai otomatis tidak sah juga.. apalagi sudah ada Surat dari Kementerian PU bahwa Pasal tersebut masih berlaku s/d Mei 2020. Terimakasih telah berkenan berkunjung dan berkomentar.
UU nomer 3 Tahun 2009 Pasal 31 A ayat (8) Putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) harus dimuat dalam Berita Negara atau Berita Daerah paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal putusan diucapkan.
Perma 1/2011 berdasarkan Pasal 31 UU 3/2009 silakan dilihat pada Perma 1/2011. Pasal 31A ayat 10 menyebutkan ) Ketentuan mengenai tata cara pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung maka Perma 1/2011 adalah Peraturan Perundang-Undangan yang merupakan delegasi langsung dari UU 3/2009. Kemudian terdapat pasal dalam Perma 1/2011 pasal 8 yang menyebutkan 90 hari setelah putusan dikirimkan ke pejabat TUN tidak ditanggapi maka otomatis peraturan perundang-undangan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum. Apakah pasal ini bertentangan dengan UU 3/2009? Saya percaya dengan MA sehingga percaya Perma 1/2011 adalah tata laksana UU 3/2009 pasal 31..
Terimakasih, atas pencerahnnya ijinkan sy berpendapat bahwa peraturan perundang undangan (hukum) dibuat untuk mensejahterakan manusia bukan manusia untuk di hukum, menurut prof. DR. Sardjipto Raharjo, SH,MH, pendpat sy bahwa berkaitan dgn permen PU no. 7 Tahun 2019, hanya pada Pasal 21 tentang segmentasi tdk syah dan tidak mengikat dengan undang2 yg lebih tinggi, kita pakai peraturan yg lebih tinggi saja uu. 2 /2018, pp jakon, perpres 26 2018 dan yg permen pu 7 th 2019 masih berlaku setelah putusan MA juga. Trims
sepaham
Assalamualaikum,,, Semoga Pak Ramli selalu sehat dan berbahagia bersama keluarga,, amin
Tertanggal 13 april 2020 kami mengirim surat kepada Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa, terkait Pekerjaan yang di lelangkan setelah tanggal 20 Februari 2020 yang masih mengunakan Pasal 21 permen Pu 7 tahun 2019 dengan nilai pekerjaan <10.000.000.000 masih mengunakakan kualifikasi kecil, di dalam surat itu kami meminta ULP untuk merubah menjadi menengah, dan membatalkan lelang karena belum berkontrak..
Jawaban ULP sebagai berikut :
“ Bahwa dalam proses pelaksanaan pemiihan penyedia khususnya untuk pekerjaan konstruksi mengacu pada peraturan menteri PU nomor 07 Tahun 2019 tentang tandar dan pedoman pengadaan Jasa konstruksi melalui penyedia, hal ini dikarenakan belum ada ketentuan baru dan perubahan dari Peraturan Menteri PU dimaksud sebagai acuan dari pedoman pelaksanaan pemilihan untuk pekerjaan Konstruksi”
Yang saya mau tanyakan kepada pak,, apakah masih bisa lelang di teruskan seperti yang ULP jawab tersebut diatas.
Masih berdasar hukum karena Kementerian PU telah memberikan klarifikasi bahwa putusan itu akan ditindaklanjuti dengan Permenpu perubahan permenpu 7/2019 dan sd 26 Mei 2020 sesuai dengan masa tenggat jawaban atas putusan klausulan segmentasi tersebut masih berlaku.
Pak samsul bagaimana dengan tender yg sebelumnya , 18 mei dan ternyata gagal, akan ditender ulang 12 juni menunggu penetapan ulang hps oleh ppk, merubah pengalaman personil lebih muda dari sebelumnya, apakah proses tender ulang ini masih disebut masuk kembali kpd wilayah persiapan.
sebaiknya menggunakan Permenpu 14/2020 untuk menghinndari banyaknya pertanyaan