
(SR Note = Self Reminder Note)
Impact dari proses pengadaan barang/jasa pemerintah sejak era 2003 sampai saat ini masih dinilai dari neraca keuangan. Maka dari itu kemudian penyelesaian tantangan pengadaan selalu dengan nominalisasi uang baik itu berupa anggaran, harga perkiraan, kemahalan hingga kerugian negara dinilai dari kerugian keuangan negara saja. Rantai pasok pengadaan barang/jasa pemerintah sepenuhnya dalam money framing yang kuantitatif.
Seberapapun absurdnya keindahan lukisan affandi tidak lagi dinilai kualitatif karena yang dilihat hanya price tag yang terpapampang diujung frame. Keindahan lukisan lebih dipercayai dari sisi harga. Tak terdengar lagi cerita dari bagaimana Affandi mendapatkan wangsit obyek lukisan, bagaimana gelombang rasa yang dititipkan-nya dalam setiap goresan garis rambut yang ditorehkan. Pembeli lukisan bangga atas tingginya harga lukisan, entah bayangan keuntungan atau naiknya status strata sosial kekayaan yang diharapkan. Semua tentang kuantifikasi nilai uang.
Kemanusiaan yang bernilai kalitatif pada perwujudan ketinggian budi pekerti, adab, sopan santun dan kepekaan rasa, hilang jauh ke dasar bumi. Seni dan estetika tidak lagi kualitatif tapi sudah berubah menjadi kuantitatif atas nama “HARGA” aka “UANG”.
Prestise instansi pemerintahan diukur dari prestasi meraih anggaran sebesar-besarnya. Seberapa banyak bidang sub bidang pekerjaan yang diamanahkan dalam rekening belanja. Akibatnya kekurangan sumber daya, infrastruktur fisik dan pra sarana adalah diskusi yang digemari.
Prinsip efisien dan efektif yang sejatinya berisi nilai-nilai kinerja kualitatif berubah menjadi angka-angka nominal uang. Kinerja berkorelasi dengan kompetensi. Kompetensi berkorelasi dengan spesialisasi. Spesialisasi berkorelasi dengan tugas pokok dan fungsi yang spesifik. Maka utamanya bukan tentang besarnya anggaran yang didapatkan, melainkan seberapa besar manfaat dari setiap uang yang dibelanjakan. Ini adalah sejatinya ukuran atas besaran anggaran yang dipercayakan. Optimalisasi sumber daya secara cerdas dalam kerangka memperbesar manfaat, inilah value for money sesungguhnya. Sumber daya manusia profesional dirancang dan dirangsang kreatif, inovatif dan produktif.
Instansi pengadaan barang/jasa harus mengerti benar core business-nya ada dimana. Dalam prinsip manajemen sederhana misalnya ada bagian planning, organizing, actuating dan controlling (POAC). Maka institusi perencanaan yang outputnya dokumen perencanaan. Untuk itu dia harus fokus pada bagaimana memproduksi kebijakan perecnanaan dengan memanfaatkan informasi dari institusi organizing, actuating dan controlling.
Institusi perencana membutuhkan supply data dan informasi. Institusi lain adalah supplier fakta, data dan informasi dalam memenuhi kebutuhan perencanaan.
Ketika institusi perencana tiba-tiba juga memiliki unit kerja pengembangan organisasi, pelaksanaan bahkan ikut mengawasi. Maka terjadi adalah “ketidakpercayaan” institusi perencana terhadap kinerja institusi yang lain. Jika institusi perencana ini kemudian mendapatkan anggaran yang besar maka berubahlah institusi ini menjadi supplier bagi institusi yang lain.
Disisi lain, institusi lain berhenti memproduksi informasi kinerja karena seluruh kebutuhannya (supply) telah dipenuhi. Lama kelamaan harapan outcame institusi perencanaan yang tergambar dari output organisasi, pelaksanaan dan pengawasan tereduksi oleh menurunnya kreativitas, inovasi dan produktivitas.
Institusi perencana menjadi semakin gemuk dengan “neraca keuangan” dari sisi kewenangan. Muncullah kebutuhan SDM, sarana prasarana dan infrastruktur yang tidak pernah akan dapat terpenuhi karena bersentuhan dengan batas kelembagaan lain.
Apa yang terjadi kemudian adalah terjadinya titik balik kurva neraca kepercayaan. Besarnya beban, tugas dan fungsi menurunkan kualitas produk perencanaan. Input “Neraca Keuangan” justru menyebabkan “Neraca Kepercayaan” publik juga semakin menurun. Trust is Cost not Price.
Diera digital jika institusi perencana tadi tidak responsive maka percepatan penurunan neraca kepercayaan publik akan semakin masif dan cepat. Untuk itu solusi terbaik, saat ini, adalah segera berhenti berbangga dengan indikator kuantitatif “harga”, yaitu berbangga mendapatkan tambahan kewenangan yang bukan tugas fungsi dan kompetensi. Prinsipnya sederhana serahkan pada ahlinya, jika tidak maka tunggu kehancurannya.
Kiranya ini bisa jadi i’tibar bagi institusi pengadaan barang/jasa publik. Jika core business institusi adalah kebijakan maka fokuslah pada bagaimana menjaga supply chain informasi yang akurat dari rantai produksi yang lain dalam kerangka menjamin kualitas supply kebijakan.
Ketika terjadi permasalahan disisi tactical maka tidak lantas menyebabkan neraca kepercayaan kepada kebijakan terdegradasi. Karena kegagalan bukan pada institusi kebijakan secara langsung. Justru institusi kebijakan mampu hadir sebagai pemberi solusi yang efektif bagi permasalahan yang terjadi.
Sepertinya ini berlaku untuk seluruh institusi pemerintahan. Kita berada dalam era collaborative maka menjadi bagian dari ekosistem dengan memperbesar neraca kepercayaan pada stake holder lain adalah keahlian tersendiri. Mari bekerjasama tidak harus sama-sama semua dikerjakan sendiri.
Neraca kepercayaan adalah harta yang tak ternilai yang harus terus dijaga. Trust is Treasury.