Permasalahan kontraktual yang sering disampaikan pelaksana swakelola justru adalah permasalahan umum yang sering terjadi pada kontrak pemilihan penyedia. Ini menandakan ada kekeliruan paham yang perlu diluruskan.
Setidaknya ada 3 pertanyaan yang seringkali muncul:
-
Apakah pelaksana swakelola dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)?
-
Apakah pelaksana swakelola dapat dikenakan denda keterlambatan?
-
Apakah pembayaran kepada pelaksana swakelola menggunakan transfer langsung (LS) atau dengan uang panjar (UP)?
Ketiga pertanyaan ini cukup menjadi pertanda bahwa masih banyak yang memahami bahwa sifat perjanjian antara pelaksana swakelola dan penyedia adalah hal yang sama.
Swakelola, seperti yang saya tulis pada Buku Bacaan wajib Swakelola Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, adalah rangkaian Planning, Organizing, Actuating dan Controlling. Dengan demikian sifat ikatan kerja pada organisasi swakelola adalah ikatan “kerjasama” dalam kegiatan.
Memilih penyedia adalah pilihan ketika dalam rangkaian POAC, unsur pelaksanaan diserahkan kepada penyedia. Unsur perencanaan teknis pelaksanaan konstruksi misalnya karena keterbatasan kompetensi sumber daya internal dapat diserahkan kepada penyedia. Kemudian setelah perencanaan ada, misal diputuskan atas dasar pertimbangan keterbatasan sumber daya, pelaksanaan konstruksinya bahkan pengawasan diserahkan pada penyedia. Pelimpahan pelaksanaan kepada penyedia jenis perikatannya adalah perikatan antara pemberi kerja dengan pelaksana pekerjaan. Sehingga sifat perikatannya adalah perintah kerja. Kemudian dikenal bukti perjanjian berupa bukti pembelian, kuitansi, Surat Perintah Kerja dan Surat Perjanjian sekarang ditambah dengan Surat Pesanan untuk e-Purchasing.
Bisa dipahami pada akhirnya ada perbedaan antara Perjanjian “Kerjasama” pada swakelola dengan Perjanjian “Kerja” pada pemilihan penyedia.
Perjanjian Kerjasama mengandung pemahaman tanggung bersama atas hasil kerja. Hasil kerja ini bisa saja positif bisa juga negatif. Sehingga dalam perjanjian kerjasama pembagian hak dan kewajiban berdasarkan kesepakatan bersama untuk menyelesaikan. Tidak dikenal istilah sanksi denda dalam perjanjian kerjasama. Yang ada adalah tanggungjawab penyelesaian masalah secara tanggungbersama. Umumnya berupa berbagi hak dan kewajiban. Jikapun salah satu pihak melakukan kelalaian sehingga tidak tercapainya tujuan kerjasama maka penyelesaiannya bisa saja berupa musyawarah tanggung bersama. Sifat perjanjian kerjasama sangat cair tidak seperti perjanjian kerja.
Perjanjian Kerja mengandung pemahaman adanya perikatan yang bersifat perintah (direction) dari pihak pemberi kerja dengan penerima kerja. Untuk itu dalam perjanjian kerja sangat tegas dan detil tertuang klausula syarat dan ketentuan termasuk sanksi dan kompensasi.
Pola lahirnya perikatan antara swakelola dengan memilih penyedia juga sangat berbeda. Misal swakelola tipe ke-2, swakelola dengan instansi pemerintah lain, pihak yang membutuhkan adalah pemerintah. Maka dari itu sebelum dilakukan perikatan, pihak pemerintah menawarkan draft Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) kepada instansi pemerintah lain yang dianggap mampu dan berminat. Instansi pemerintah lain mempelajari dan menyempurnakan sesuai dengan kompetensi instansi pemerintah lain. Setelah finalisasi KAK disepakati maka disusunlah perjanjian kerjasama berisi pembagian hak dan kewajiban masing-masing pihak, termasuk tanggungjawab atas pencapaian output yang diperjanjikan. Tidak ada proses penawaran administrasi, teknis maupun harga. Yang ada adalah pembahasan bersama terkait kesepakatan biaya, kualitas dan kuantitas output kerjasama.
Perjanjian kerjasama bertujuan pada output dan outcame bersama. Sedangkan perjanjian kerja antara penyedia dan pengguna lebih bersifat perjanjian bisnis. Bagi penyedia tujuannya adalah pencapaian profit.
Kiranya cukup gambaran perbedaan sifat perjanjian kerjasama dengan perjanjian kerja. Ini kemudian dapat digunakan untuk menjawab tiga pertanyaan di awal.
Catatan penting lain adalah bahwa sifat swakelola dalam pasal 3 Perpres 54/2010 dan seluruh perubahannya adalah kumulatif. Ditandai dengan penggunaan kata sambung “dan”. Artinya dalam swakelola dipastikan terdapat proses memilih penyedia. Ketika membicarakan swakelola maka didalamnya pasti juga membicarakan bagaimana proses memilih penyedia hingga serah terima barang/jasa.
-
Apakah pelaksana swakelola dikenakan PPN?
Pertanyaan ini muncul umumnya pada swakelola tipe 2 atau 3. Swakelola dengan instansi pemerintah lain atau swakelola oleh kelompok masyarakat. Dengan demikian pertanyaannya adalah apakah Instansi Pemerintah dan Kelompok Masyarakat dikenakan pajak?
Untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diacu adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, pasal 4 ayat 1 bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
-
penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
-
impor Barang Kena Pajak;
-
penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
-
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
-
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
-
ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
-
ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
-
ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Huruf a dan c mengatur pengenaan PPN dari penyerahan barang/jasa kena pajak dengan titik berat oleh pengusaha. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
Karena instansi pemerintah dan kelompok masyarakat bukanlah pengusaha maka tidak termasuk subyek yang dikenakan PPN, meski juga menyerahkan barang/jasa kepada pemerintah.
Patut diingat juga bahwa di dalam swakelola pasti ada proses pemilihan penyedia barang/jasa. Misal pembelian material semen, dalam swakelola, kepada pedagang semen yang merupakan pengusaha kena pajak. Maka nilai pembelian semen di atas 1 juta rupiah maka tetap dikenakan PPN.
Untuk Pajak Penghasilan atau PPh, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah Pajak Penghasilan yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.
Untuk itu pelaksana swakelola baik itu perseorangan, badan atau badan usaha yang mendapatkan penghasilan dari kegiatan swakelola tetap dikenakan PPh sesuai ketentuan yang berlaku. Misal pajak perseorangan yaitu PPh 21 tetap dikenakan jika personil atau tenaga ahli mendapatkan gaji atau upah sesuai dengan batasan yang ditentukan.
-
-
Apakah pelaksana swakelola dapat dikenakan denda keterlambatan?
Logika yang sama dengan jawaban perpajakan dapat diperlakukan. Jenis perikatan antara Pengguna (Pemerintah) dengan Pelaksana Swakelola (Instansi Pemerintah Lain atau Kelompok Masyarakat maupun Organisasi Masyarakat) adalah perikatan kerjasama.
Maka jika ada keterlambatan pelaksanaan pekerjaan yang berlaku bukan sanksi denda seperti halnya dengan penyedia. Yang berlaku adalah klausula pembagian kewajiban antar para pihak dalam mengatasi permasalahan. Bisa saja ada klausula pengembalian uang atas output yang tidak tercapai karena kelalaian pihak pelaksana atau lainnya sebagaimana diatur dalam perjanjian atau hasil konsultasi bersama.
Namun demikian jika dalam swakelola terdapat penyedia pelaksana bagian pekerjaan maka klausula denda dapat dikenakan terhadap penyedia dalam perikatan.
-
Apakah pembayaran kepada pelaksana swakelola menggunakan transfer langsung (LS) atau dengan uang panjar (UP)?
Karena sifat perjanjian antara swakelola dengan penyedia sangatlah berbeda maka sistem pembayarannya pun mestinya diperlakukan berbeda. Sifat kerjasama jauh lebih cair dibanding perintah kerja, untuk itu pada pasal 29 Perpres 54/2010 disebutkan dengan rinci bahwa pada dasarnya mekanisme pembayaran swakelola adalah sistem panjar atau pertanggungjawaban pelaksanaan pekerjaan, baru diperhitungkan pelaksanaan pembayaran. Seperti amanat huruf f. Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan Uang Persediaan (UP)/Uang Muka kerja atau istilah lain yang disamakan dilakukan oleh Instansi Pemerintah pelaksana Swakelola.
Misal pembayaran upah tenaga kerja yang diperlukan dilakukan secara berkala dibuktikan berdasarkan daftar hadir pekerja atau dengan cara upah borongan. UP/Uang Muka kerja atau istilah lain yang disamakan, dipertanggungjawabkan secara berkala maksimal secara bulanan. Kemajuan non fisik atau perangkat lunak dicatat dan dievaluasi setiap bulan yang disesuaikan dengan penyerapan dana. Keterangan-keterangan ini cukup menjelaskan bahwa mekanisme pembayaran kepada pelaksana swakelola lebih identik dengan sistem panjar.
Namun demikian bukan berarti sistem LS tidak dapat dipergunakan dalam swakelola. Bisa saja, tetapi tetap menggunakan tahapan-tahapan berdasarkan pertanggungjawaban pelaksanaan. Jika dilakukan sekaligus 100% transfer ke rekening pelaksana, sementara pertanggungjawaban pelaksanaan belum ada atau belum selesai, maka mekanisme ini dipahami dari sisi keuangan sama seperti pembayaran kepada penyedia barang/jasa (pengusaha). Tidak jarang dalam beberapa kasus menjadi temuan kurang bayar pajak selayaknya transaksi dengan penyedia barang/jasa.
Sedikit kesimpulan yang dapat disampaikan :
-
Perjanjian antara PPK dan Pelaksana Swakelola adalah perjanjian kerjasama bukan perjanjian kerja selayaknya dengan penyedia barang/jasa.
-
Instansi Pemerintah Lain Pelaksana swakelola atau Kelompok Masyarakat bukan subyek PPN.
-
Denda Keterlambatan tidak selayaknya diberlakukan kepada Instansi Pemerintah Lain atau Kelompok Masyarakat pelaksana swakelola.
-
Mekanisme pembayaran pelaksanaan swakelola lebih tepat menggunakan mekanisme sistem panjar atau pertanggungjawaban pelaksanaan pekerjaan.
Demikian sedikit catatan sebagai respon dari banyaknya kasus tentang disamakannya perjanjian swakelola dengan pemilihan penyedia.
untuk pembuatan HPS apakah bisa dibuat keuntungan dari setiap item pekerjaannya pak?
Tdk ada perintah membuat keuntungan.. perintahnya memperhitungkan saja.. kalau sdh harga pasar sdh pasti termasuk keuntungan tdk perlu dibuat atau ditambahkan…
HPS hanya utk pemilihan penyedia saja baik yg non swakelola atau dalam swakelola
Jika dalam swakelola ini penyedia memberikan harga yg lebih tinggi dari HPS bisakah kita menolaknya atau HPS kita yg disesuaikan dg harga yang penyedia tawarkan?
Pemilihan penyedia dalam swakelola tidak berbeda dgn pemilihan penyedia biasa..
Pembuatan RAB oleh Tim perencanaan terdapat tenaga ahli, apakah standar harga yg dipakai sama seperti pemilihan penyedia ?seperti inkindo
Tenaga Ahli baik disediakan oleh perorangan atau badan usaha adalah penyedia. Kalau pertanyaannya Biling rate bolehkah menggunakan rate INKINDO? Jawabnya boleh selama tetap diperrhitungkan secara keahlian, untuk itu penting juga memperhatikan informasi harga pasar lainnya.
Apakah pekerjaan swakelola dengan instansi lain, atau kelompok masyarakat, boleh dalam bentuk kerjasama multi years pak…? Terima kasih sebelumnya
Swakelola tidak dikenal batasan tahun anggaran jadi bisa saja dibiayai oleh anggaran di beberapa tahun anggaran
Mau nanya mas. Apakah badan hukum perkumpulan dapat menjadi penyedia jasa konsultansi?
Terima kasih mas.
Jika perkumpulan memiliki Ijin Usaha sebagai tanda Badan Usaha boleh saja. Setau saya perkumpulan bukan badan usaha.
Nanya bang,
1.apakah boleh Pekerjaan swakelola diserahlan ke Pihak ketiga (cv) misalnya untuk pekerjaan jasa konsultan perencanaan dan pengawasan,.?
2. Bagaimana dg stukrur anggaran DAK FISIK Swakelola yg diatur dalam Perpres nmor 8 tahun 2018 ttg DAK 2018. Dimana diatur alokasi pekerjaan fisik 95% dan Manajemen 5%. Pencantumannya di RKA apakah harus diuraikan atau cuma di tulis biaya manajemen saja,.? Dimana besaran dananya 5% dikali dg pagu DAK
1. Jika swakelola itu terdiri dari bagian pekerjaan misal perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Maka bisa saja perencanaannya ke penyedia barang/jasa sementara pelaksanaannya diswakelolakan.
2. Ini tidak termasuk bahasan pengadaan barang/jasa untuk itu silakan dikonfirmasi kepada Bagian Anggaran atau Keuangan. Dalam pendapat saya lebih jelas jika dirincikan dalam RKA dan DPA.
Ijin mas Samsul Ramli..
1. Pada Perka LKPP No. 14 Tahun 2012 tidak secara spesifik menyebutkan perencanaan dan pengawasan (jln dan jbt) masuk dalam pekerjaan yang dapat diswakelolakan.. bagaimana kami dapat memberikan jawaban jika ditanya. karena tahun lalu untuk pekerjaan perencanaan dan pengawasan diswakelolakan..
2. Untuk harga satuan personil kami berdasarkan harga pasar..
Mohon penjelasan mas..
trimakasih. salam
1. Memang tidak ada list pekerjaan secara rinci karena subtansi swakelola yang bisa dikerjakan oleh instansi pemerintah maka dapat dilakukan swakelola. Inilah makna kata dan/atau pada pasal 3 swakelola dan/atau memilih penyedia.
2. Lihat juga UMP/UMR
mohon bantuannya, apakah rab yg dituangkan dlm swakelola IPL kompenen pengadaan bahan dikeluarkan?
Bisakah pembayaran swakelola IPL menggunakan sistim termin seperti swakelola klp. masy?
Mohon penjelasannya. salam
1. Tidak harus jika IPL atau Pemilik dana dapat melaksanakan pemilihan penyedianya
2. Bisa saja dan memang seharusnya bertahap sesuai dokumen administrasi yang bisa di SPJ kan
Tulisan bang Samsul ini pas banget dengan kasus yg sedang kami hadapi : Saat ini kami sedang mengajukan pencairan dana dari Kas Daerah utk di Transfer ke Rekening Kelompok Tani guna pelaksanaan pekerjaan Swakelola yang akan dilaksanakan oleh Kelompok Tani.
Pencairan ini tertunda karena dari BPKAD minta penjelasan Kenapa Pekerjaan Swakelola tidak di dikenakan Pajak sedangkan Pekerjaan yang dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa dikenakan Pajak.
Adakan Peraturan yang menyatakan dengan gamblang (tertulis) bahwa Pekerjaan Swakelola tidak dikenakan Pajak, itu yang diminta. Mohon bantuannya Bang Samsul, terima kasih.
Yang tidak dikenakan pajak adalah kelompok tani pelaksana swakelola karena memang poktan bukan penyedia jasa.. jika dalam swakelola pokta bertransaksi dengan penyedia maka tetap berlaku peraturan perpajakan.
pak, Ijin bertanya. dalam pembayaran swakelola sesuai dengan UU, berdasarkan daftar hadir pekerja atau dengan cara upah borongan.
1. Penjelasan Upah Borongan itu bagaimana ya Pak?
Permasalahan saya sebagai auditor, upah borongan ini tidak mencerminkan jumlah pekerja sesuai analisis harga satuan (AHS). misal, dari AHS ini, suau pekerjaan membutuhkan pekerja sebanyak 80 orang, namun dalam pembayarannya tetap dibayar 80 orang, padahal di lapangan sebenarnya tidak sampai 80 orang (perlu pembuktian lebih lanjut, karena pengawas lapangan melaporkan sebanyak 80 orang juga).
2. dalam sistem upah borongan ini, apakah masih diperlukan identitas dri masing-masing pekerja? Jika iya, apakah ada aturan yang mengaturnya pak?
terimakasih
1. Upah borongan sifatnya lumsum jadi mengikat pada output total pekerjaan memang tidak bisa dikomparasikan dengan logika harus menghitung rincian satuan apalagi analisis harga satuan. Tidak hanya itu baik sifat lumsum maupun harga satuan maka Harga Satuan Pekerjaan yang ditawarkan dan berkontrak sudah mengikat pada total output satuan pekerjaan sehingga AHS sifatnya hanya mengikat pada output. Bagaimanapun AHS yang riil dilapangan selama output satuan pekerjaan (hs) atau output total pekerjaan (lumsum) tercapai maka AHS sah untuk dibayar. Untuk itu ketika memeriksa AHS periksa dulu pencapaian output satuan/total utk masing2 sifat kontrak, jika bermasalah maka baru memperhitungkan harga satuan pekerjaan hingga analisa harga satuan termasuk rincian pekerja yang bekerja dilapangan. Jika output tercapai maka mestinya disisi pembayaran tidak boleh mempertanyakan hingga harga satuan pekerjaan (utk lumpsum) apalagi AHS.. berapapun yang dipekerjakan riil nya sudah tidak diperhitungkan karena output tercapai. Namun demikian tetap mestinya dalam disiplin laporan pengawas melaporkan jumlah pekerja riil dilapangan yang bekerja sebagai bahan laporan dan evaluasi bagi PPK dalam emnyusun HSP dimasa yang akan datang, tapi bukan untuk diaudit pembayaran selama output tercapai.
2. Identitas pekerja tetap diperlukan tapi tidak untuk mempermasalahkan kesesuaian dengan AHS atau Harga Satuan Pekerjaa (utk Lumsum) selama output tercapai.
Sudah jelas dalam aturan kontrak jenis lumsum seluruh risiko ada di penyedia.. dia mempekerjakan 10 orang dari analisa 20 orang kemudian output tidak tercapai maka risiko rugi buat penyedia kita tidak membayar output, kalau terlanjur bayar harus mengembalikan senilai 20 orang. Jika tercapai risiko untung karena dari perkiraan mempekerjakan 20 ternyata cukup 10 saja. Risiko untung penyedia bukanlah kerugian negara karena sudah diperjanjikan.
Ijin bertanya pak terkait swakelola IPL :
1. Makna keterlanbatan melewati batas wktu penyelesaian pekerjaan dlm perjanjian kerjasama, jika swakelola tdk dpt dikenakan sanksi, bgmn langkah PPK menyikapi hal tsb, sedang penilaian pengawas IPL dianggap msh dianggap mampu menyelesaikan sisa pekerjaan
2. yg kami pahami addendum krn force majure&peristiwa konpensasi
Mohon penjelasannya. trimakasih
1. Karena perjanjian kerjasama maka diselesaikan secara bersama-sama dengan cara mencari solusi bersama IPL bukan penyedia yang dapat diperintah hingga bisa diberi sanksi. Jika memang sdh tidak bisa bekerjasama maka berhenti bekerjasama dan jika pun ada semacam “sanksi” adalah pengembalian besaran dana jika memang telah diberikan.
2. Addendum bisa saja karena perbedaan kondisi lapangan dengan perencanaan tidak selalu karena force majure, bisa juga memang ketidakseusuaian saja mungkin karena situasi, kondisi yang bisa diramalkan tapi tidak dijadikan bahan perhitungan dalam perencanaan..
Ijin bertanya pak
1. Pada pekerjaan swakelola yang telah melewati batas waktu perjanjian kerjasama, apakah masih bisa dibayarkan tagihan atau termin pelaksanaan berikutnya ataukah diperlukan addendum perpanjangan waktu untuk dapat melaksanakan pembayaran berikutnya
Terimakasih
Sifat swakelola berbeda perlakukan seperti hal nya penyedia karena sifat kontraknya kerjasama. Untuk itu silakan di rapatkan bersama dan dikendalikan bersama tentang upaya pencapaian target pelaksanaan kegiatan termasuk pembayaran.
Izin bertanya
Suatu swakelola, pelaksana pekerjaan Kelompok Masyarakat, dibutuhkan penyedia untuk pengadaan material dan jasa pekerjaan konstruksi, dalam hal ini dikenai PPN.
1. Barang / Jasa yang dikenai PPN apakah Harga Barang + PPN atau Harga yang ditawarkan Penyedia tersebut sudah memperhitungkan PPN?
2. Siapa yang berkewajiban membayar PPN ke Kas Daerah/Negara? Apakah langsung oleh Kelompok Masyarakat Swakelola atau oleh Penyedia?
1. Total Harga yang ditawarkan penyedia harus disampaikan harga sebelum PPN dan Nilai PPN
2. PPN dipungut oleh kelompok masyarakat untuk dilaporkandan dipertanggungjawabkan oleh bendahara negara/daerah
apakah bisa id billing dibuat oleh bendahara pengeluaran pembantu daerah baru penyetoran ke bank atau kantor pos?
Maaf sangat teknis terkait administrasi keuangan/perpajakan silakan dikonfirmasikan ke DPKA atau BUD setempat
Kalau swakelola menggunakan penyedia apakah pelaksanaan pekerjaan bisa dilaksanakan sendiri oleh instansi penanggung jawab anggaran?
itu berartu bukan diserahkan penyedia
1.Kalau swakelola menggunakan penyedia apakah pelaksanaan pekerjaan bisa dilaksanakan sendiri oleh instansi penanggung jawab anggaran?
2.kalau swakelola tipe 1 dilaksanakan oleh instansi pengguna anggaran, dokumen apa sj yang harus disiapkan pak, terima kasih sebelumnya.
1. Berarti bukan menggunakan penyedia
2. Dokumen administrasi seperti biasa kita melaksanakan kegiatan di kantor
mlm Pak..
1. pertanyaan saya Pak..Apakah perjanjian swakelola yang dilaksanakan oleh dinas tertentu apa bisa membuat surat perjanjian kerja dengan pihak perusahaa (CV.) untuk bidang pelaksanaan dan Pengawasan.
2. pembayaran untu kontrak swakelola dinas dengan Pihak Perusahaan(CV.) apa bisa langsung di bayarkan ke Rekening Perusahaan langsung..Trima Kasih Pak
1. perjanjian swakelola hanya ada swakelola tipe 2,3,4, semua tipe swakelola jika didalamnya diperlukan ahli boleh saja ada seleksi konsultan
2. Tidak ada swakelola dengan perusahaan karena perusahaan adalah penyedia
Numpang nanya Pak….
Untuk pekerjaan swakelola… jika ada sisa dana dari hasil efisiensi pelaksanaan oleh kelompok masyarakat, apa perlu dilakukan adendum ?
Jika menambah lingkup perjanjian ya dilakukan perubahan lingkup
Ijin bertanya bang…untuk SPJ Swakelola dengan Kelompok Tani apa saja item-itemnya? Dari SPJ tahun kemarin, untuk belanja material seperti semen, paku, kayu dll kelengkapan SPJ nya nota pembelian, kwitansi umum, kwitansi dinas, Surat Pemesanan Barang dari poktan, Berita Acara Pemeriksaan Barang yg di periksa oleh bendahara kelompok mengetahui ketua kelompok tani. yg ingin saya tanyakan apakah memang seperti itu seharusnya SPJ yang di buat oleh kelompok tani?
Atas perhatian dan jawabannya, saya ucapkan terimakasih sebesar-besarnya….
iya cukup seperti itu
maaf pak apakah Pertanggungjawaban Swakelola type 4 Seperti itu, ddalam kontrak dengan pokmaS berbunyi dengan cara tranfer/tunai Seuai dengan jumlah uang yang tertera dalam kontrak. dalam Perlem no 8 2018, jika kebutuhan barang/jaSa melalui penyedia dimaSukan dalam kontrak Swakelola dan jika pokmaS tidak mampu baru dilakukan kontrak terpiSah
Iya ini mestinya sudah dibahas sebelum menyusun RKA sehingga dipisahkan pemaketannya antara swakelola dengna pemilihan penyedia
izin bertanya pak. apakah proses pengadaan barang/jasa ke pokmas sama dengan proses pengadaan barang/jasa pada umum nya?
Saya luruskan mungkin yang dimaksud adalah pengadaan bj oleh Pokmas ini disebut swakelola tipe 4 tata cara mengacu sebagaimana perka LKPP 8 2018
ijin bertanya, pada swakelola type IV, apakah boleh merubah kontrak setelah dilapangan ditemukan perubahan volume? karena akan berbeda dengan nota kesepahaman yang didasari volume dari DPA, monon pencerahannya pak.
Yang tidak boleh adalah berbeda dengan DPA karena bisa menyebabkan tidak terbayar
Assalamu’alaikum pak samsul
saya mau tanya, saat ini kami ada melaksanakan swakelola type 2 yg konsep kerjasamanya antara lembaga pemerintah dengan TNI yang acuan keuangannya sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor Per- 27/PB/2017, yang mau saya tanyakan, untuk pembayaran tahap II salah satu syaratnya dibutuhkan rekapitulasi pembayaran pajak dari pembayaran tahap I, dalam hal ini kami masih bingung apakah rekapitulasi pajak yang dimaksud sama dengan konsep pajak kontraktual biasa (dg penyedia jasa) atau tidak..klo seandainya tidak, penarikan pajak seperti apakah yang harus kami terapkan..dalam perjanjian kerjasama ini ada nilainya dan tertuang dalam BOQ yang rinci (item pekerjaan, mobilisasi, dll)
mohon pencerahannya pak..terimakasih
Ya sesuai aturan jika dalam pembelian material kepada penyedia baik non swakelola atau dalam swakelola maka wajib memperhitungkan PPN dan PPh untuk belanja s/d 1jt rupiah..
Mau nanya pak…
Bagaimana sistem pekerjaan konsultan swakelola bila menggunakan tenaga kerja instansi pengguna (instansi sendiri) ditambah tenaga ahli dr luar berdasarkan Perpres no. 16 Tahun 2018.
Tenaga ahli dari luar dengan mekanisme pengadaan konsultansi
Pak Mau tanya pada pembuatan paket Swaklola tipe 2 tidak ada pilihan penyedia / tidak terdaftar di list itu bagaiman pak
Swakelola TIpe 2 dengan instansi pemerintah lain bukan dengan penyedia
Pak mau tanya apa dalam kontrak swakelola tipe 2 dalam kontrak perlu menjelaskan syarat-syarat umum kontrak dan syarat-syarat khusus kontrak kalau ada adakah dokumen yang bisa di pakai sebagai acuan
Tidak perlu acu saja format kontrak dalam Perlem LKPP 8 2018
ijin bertanya pak,
kami bru saja melaksanakan swakelola dana DAK untuk lembaga pendidikan agama yang melaksanakan kelompok masyarakat,yang saya tanya kan apa tetap kena pajak untuk kegiatan itu pak ?
jika ada berapa persen tarif untuk PPN dan PPH ny pak?
Pelaksana swakelola tidak dikenakan pajak, namun penyedia dalam swakelolanya tetap dikenakan pajak.. misal penyedia material dll..
Mohon referensi buku pedoman swakelola, beserta contoh2 dokumennya
Silakan cari di menu download atau di blog http://fahrurrazi.id
Mohon pencerahan Pak,
soal PBJ yang bersifat swakelola terkait pengenaan pajak PPN dan PPh nya,yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah ataupun Kelompok Masyarakat. Apakah Pajak PPN dan PPh tidak terpotong pada permintaan pembayaran melalui SPM namun pajak PPN dan PPh nya di pungut dan di setor kek Kas Negara berdasarkan kuitansi Pembelian dan Pembayaran (Dengan mengacu pd aturan perpajakan umum tentang pembelian dan pembayaran).
Terima kasih atas penjelasannya.
Pelaksana swakelola bukan obyek pajak jadi yang dikenakan pajak adalah pemilihan penyedia dalam swakelola
Apakah ada peraturan yang berbunyi bahwasanya pelaksanaan Swakelola ini bukan subjek pajak
Mohon pencerahannya pak,
Di tempat kami ada pekerjaan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah lainnya, sewaktu akan dibuat surat perjanjian kerjasama pasal pembiayaan dan aturan pembayaran, instansi ini tidak menyertakan nomer rekening tetapi menyebutkan kode akun penerimaan negara bukan pajak (PNBP), padahal dalam pendaftaran karwas ke SPAN harus menyebutkan nomer rekening, itu bagaimana pak?
Memang begitu tata cara PNBP silakan dibaca dibuk bacaan wajib swakelola di google book
Mohon Pencerahan Pak.
Instansi kami melakukan pekerjaan swakelola dengan Perguruan Tinggi
Apakah terkena Pajak PPN untuk item belanja non personilnya (Misal, sewa kendaraan, konsumsi, fotocopy dll)
jika kena PPN, pembayaran pajaknya apakah dipotong oleh Instansi Keuangan Daerah atau oleh Perguruan tinggi ?
terimakasih
dibebankan pada nilai anggaran yang dialokasikan dan di kontraktualkan
permisi pak samsul ijin nanya. apa yg harus di lakukan ketika dalam kegiatan suakelola terjadi perbedaan harga satuan dengan harga lapangan. sedangkan pekerjaan sudah berjalan 25% contoh harga semen di lapangan 80rb sedang di lapangan 72rb mohon petunjuk dan solusi yg harus di ambil
selma harga dapat dipertanggungjawabkan kedua2nya sah2 saja
Apakah pekerjaan swakelola untuk pembangunan sekolah dapat diborongkan ??
Bisa saja di tender jika Kepala Sekolah selaku KPA menganggap tidak ada pokmas atau sendiri yang mampu melaksanakan.
assalamualaikum pak, mohon ijin bertanya !
apa saja jenis-jenis pekerjaan yang dapat di Swakelola kan terhadap pokmas dan apa perbedaan ormas, lembaga dan pokmas ?
Silakan Baca Perlem LKPP 8/2018
Apakah pekerjaan swakelola sekolah dapat diborongkan kepada pekerja ???
sdh saya jawab
Mohon penjelasannya Pak
Kami ada kontrak swakelola tipe2 dengan perguruan tinggi untuk kegiatan penelitian. Kami menggunakan satu akun mak jasa lainnya. Bagiamana mekanisme pmbayarannya? Apakah bisa dilakukan dengan LS per termin? Apa persyaratan pencairan per terminya? Apakah nanti PPK juga harus meminta rincian penggunaan anggaranya oleh perguruan tinggi sebagai sarat untuk mencairkan termin berikutnya? Apakah ada pajak yang dikenakan? Terimakasih atas penjelasannya
Swakelola tidak mengenal Lumsum atau harga satuan. Mekanisme pembayaran adalah penyaluran dana kepada PTN sesuai kebutuhan bisa saja diatur mekanisme panjar dan tahapan. Karena mekanisme pembayaran maka setiap penggunaan harus dirincikan sesuai KAK swakelolad dan RAB yang dituangkan dalam kontrak swakelola
Mohn maaf pak mau nanya, kami ada kontrak swakelola tipe 4. Setelah pencairan 30%, ternyata nilai d RAb yg di buat kelompok ada kelebihan/ kekurangan. Apa yg harus kami lakukan? apa perlu addendum kontrak? adakah contoh dokumen addendum kontrak swakelola tipe 4? Trima kasih
Dibuat saja revisi pembiayaan selama RAB tidak berbeda dengan Pagu atau DPA
Mohon ilmux, d kantor sy ada swakelola tipe 4. Tp d buatkan AHS. Nah d AHS ada d tambahkan profit 10%. Apakah sdh betul AHS yg kami buat?
Bismillah.
Pak Samsul, di dinas kami (disperkim) berencana melaksanakan swakelola untuk pemeliharaan rusunawa tahun depan(pertama kali dilaksanakan). Pemeliharaan ini meliputi utilitas 3 tower. Mohon petunjuk perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawabannya.
Wassalam
Mohon maaf pak mau tanya, Kami sedang melaksanakan kegiatan DAK Swakelola oleh Poktan dimana pada perencanaan dan pengawasan didampingi oleh tenaga fasilitator (bukan perusahaan konsultan), yang menjadi pertanyaan :
1. apakah honorarium fasilitator tersebut terkena PPN dan PPh atau tidak.
2. Selanjutnya bagaimana mekanisme perhitungan pajak pembelian poktan pada penyedia barang (toko)
3. Apabila Poktan dalam pembelian bahan ke toko menggunakan surat pesanan apakah diperbolehkan ?
4. Jika harga bahan di toko suah termasuk PPN dan PPh apakah boleh dicantumkan dalam surat pesanan tersebut? sehingga tidak perlu lagi pemotongan PPN dan PPh
Ikut bertanya Pak, Kami sedang melaksanakan kegiatan DAK Swakelola oleh Poktan dimana pada perencanaan dan pengawasan didampingi oleh tenaga fasilitator (bukan perusahaan konsultan), yang menjadi pertanyaan :
1. apakah honorarium fasilitator tersebut terkena PPN dan PPh atau tidak.
2. Selanjutnya bagaimana mekanisme perhitungan pajak pembelian poktan pada penyedia barang (toko)
3. Apabila Poktan dalam pembelian bahan ke toko menggunakan surat pesanan apakah diperbolehkan ?
4. Jika harga bahan di toko suah termasuk PPN dan PPh apakah boleh dicantumkan dalam surat pesanan tersebut? sehingga tidak perlu lagi pemotongan PPN dan PPh