Sebenarnya artikel ini adalah rewind atau pengulangan dari artikel terdahulu. Mengingat masih ada beberapa diskusi yang cukup mengkhawatirkan soal Harga Satuan Timpang (Harga Timpang) ini maka dirasa perlu untuk melakukan updating. Harga Satuan Timpang sering juga disebut Harga Timpang.
Pertama, harus dibahas definisi umum yang mengikat pada kata “harga”.
Di wilayah Harga Satuan Pekerjaan (HPS) terdiri dari:
-
Harga Satuan (HPS)
-
Jumlah Harga per item (HPS)
-
Total Harga (HPS)
Di wilayah penawaran Penyedia terdiri dari :
-
Harga Satuan (Penawaran)
-
Jumlah Harga per item (Penawaran)
-
Total Harga (Penawaran)
Di wilayah kontrak terdiri dari :
-
Harga Satuan (Kontrak)
-
Jumlah Harga per item (Kontrak)
-
Total Harga (Kontrak)
HPS |
Penawaran |
Kontrak |
PPK |
Penyedia |
Penyedia dan PPK |
Harga Satuan |
Harga Satuan |
Harga Satuan |
Jumlah Harga |
Jumlah Harga |
Jumlah Harga |
Total Harga |
Total Harga |
Total Harga |
Dengan pembagian ini kita bisa dengan jernih memahami Harga Timpang dalam hubungannya dengan HPS, Penawaran kemudian dampaknya pada Kontrak.
Selanjutnya dibahas definisi Harga Timpang. Pasal 92 ayat 1 Perpres 54/2010 dan seleuruh perubahannya (Perpres 54/2010) menyebutkan bahwa Penyesuaian Harga dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
-
penyesuaian harga diberlakukan terhadap Kontrak Tahun Jamak berbentuk Kontrak Harga Satuan berdasarkan ketentuan dan persyaratan yang telah tercantum dalam Dokumen Pengadaan dan/atau perubahan Dokumen Pengadaan;
-
tata cara perhitungan penyesuaian harga harus dicantumkan dengan jelas dalam Dokumen Pengadaan;
-
penyesuaian harga tidak diberlakukan terhadap Kontrak Tahun Tunggal dan Kontrak Lump Sum serta pekerjaan dengan Harga Satuan timpang.
Penjelasan pasal 92 ayat 1 Huruf c : Harga Satuan timpang adalah Harga Satuan penawaran yang melebihi 110% dari Harga Satuan HPS, setelah dilakukan klarifikasi.
Untuk definisi tentang Harga Timpang, sudah sangat jelas dalam penjelasan pasal 92 ayat 1 huruf c, yaitu Harga Satuan Penawaran yang memenuhi syarat:
-
Harga Satuan Penawaran melebihi 110% dari Harga Satuan HPS; dan
-
Telah diklarifikasi dan disetujui kepada si pemilik penawaran.
Jika tidak memenuhi 2 hal ini maka tidak dapat dikatakan sebagai harga timpang. Sehingga jika dibuat ilustrasi tabel yang dimaksud harga satuan timpang adalah :
Harga Satuan HPS |
Harga Satuan Penawaran |
> 110% |
Klarifikasi |
Sepakat |
Timpang |
Keterangan |
10.000 |
10.500 |
Tidak |
Tidak |
Tidak |
Tidak |
< 110% |
10.000 |
11.000 |
Tidak |
Tidak |
Tidak |
Tidak |
= 110% |
10.000 |
11.500 |
Ya |
Tidak |
Tidak |
Tidak |
Gugur |
10.000 |
11.500 |
Ya |
Ya |
Tidak |
Tidak |
Gugur |
10.000 |
11.500 |
Ya |
Ya |
Ya |
Timpang |
Lanjut |
Potensi Harga Timpang ada pada Harga Satuan Penawaran dibandingkan dengan Harga Satuan HPS sebelum menjadi Harga Satuan Kontrak. Akan diakui sebagai Harga Timpang jika disepakati dan siap untuk dijadikan Harga Satuan Kontrak antara PPK dan Penyedia. Inilah harga yang diperjanjikan sejak awal dalam dokumen pengadaan barang/jasa. Kenapa Harga Timpang harus diklarifikasi dan disetujui? Agar sebelum kontrak ditandatangani semua pihak sadar betul akibat yang diperjanjikan ketika terjadi Harga Timpang.
Harga Satuan Timpang adalah Harga yang Wajar!
Pasal 66 ayat 5 huruf a menyatakan bahwa HPS digunakan sebagai alat untuk menilai kewajaran penawaran termasuk rinciannya. Jadi Penawaran yang wajar adalah:
-
Harga Penawaran (Total) nya “sah”. Harga Penawaran yang Sah adalah yang Total Harga Penawaran-nya tidak melebihi HPS (Total HPS) Pasal 66 ayat 5 huruf b.
-
Harga penawaran (Total) dibawah 80% HPS. Yaitu harga penawaran yang kewajaran harganya benar dan telah diklarifikasi, kemudian penyedia bersedia menaikkan jaminan pelaksanaan pekerjaan menjadi 5% dari HPS, Pasal 66 ayat 5 huruf c dan Permenpu 7/2011 sebagaimana diubah dengan Permenpu 31/2015.
Tidak ada sama sekali klausul peraturan yang menyebutkan kewajaran harga dinilai dari Harga Satuan! Dengan demikian terdapatnya Harga Satuan Timpang dalam Total Harga Penawaran tidak dapat dijadikan dasar mengatakan bahwa harga penawaran adalah tidak wajar. Termasuk juga sangat tidak beralasan kalau ada yang menyimpulkan Harga Satuan Timpang adalah harga yang tidak wajar sehingga perlu dinegosiasi atau diklarifikasi untuk diturunkan senilai harga satuan HPS.
Patut juga dicermati logika dasar kenapa Harga Timpang adalah harga yang wajar. Yaitu karena Harga Timpang adalah satu keniscayaan atau satu hal yang sangat-sangat mungkin terjadi. Seperti disebutkan dalam Perpres 54/2010 pasal 66 ayat 3 bahwa Nilai total HPS bersifat terbuka dan tidak rahasia sedang Rincian Harga Satuan dalam perhitungan HPS bersifat rahasia, kecuali rincian harga satuan tersebut telah tercantum dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DIPA/DPA).
Ketika rincian Harga Satuan HPS adalah rahasia maka sangat mungkin sekali Harga Satuan Penawaran akan lebih rendah atau lebih tinggi dibanding harga satuan HPS. Ketika kemungkinan ini dapat saja terjadi dan sudah diatur melalui peraturan perundangan, maka terjadinya Harga Timpang bukanlah dosa yang kemudian harus diharamkan.
Perlakuan Terhadap Harga Satuan Timpang
Ketika Harga Timpang telah disepakati menjadi bagian kontrak maka meleburlah harga timpang tersebut menjadi Harga Satuan Kontrak dimana didalamnya terdapat perlakuan-perlakuan yang telah disepakati dalam dokumen pengadaan.
Lalu bagaimana semestinya perlakuan terhadap Harga Timpang? Perlakuan terhadap Harga Timpang ini tentunya harus tertuang secara jelas dalam Dokumen Pemilihan yang disusun pengguna jasa, dalam hal ini PPK, dan dituangkan oleh Pokja ULP.
Jika kita melihat ketentuan yang ada perlakukan terhadap harga timpang ini terdapat pada wilayah berikut :
Perlakuan Harga Timpang pada Evaluasi Harga (Koreksi Aritmatik)
Jika kita lihat pada Perka 14/2012 sebagai petunjuk teknis Perpres 70/2012, disebutkan:
Harga satuan penawaran yang nilainya lebih besar dari 110% (seratus sepuluh perseratus) dari harga satuan yang tercantum dalam HPS, dilakukan klarifikasi. Apabila setelah dilakukan klarifikasi, ternyata harga satuan tersebut dinyatakan timpang maka harga satuan timpang hanya berlaku untuk volume sesuai dengan Daftar Kuantitas dan Harga. Jika terjadi penambahan volume, harga satuan yang berlaku sesuai dengan harga dalam HPS. |
Pada Standar Dokumen Pengadaan (SDP) Perka 1/2015 yang dirilis pada portal inaproc.lkpp.go.id versi 1.1 tanggal 17 Februari 2015 terdapat perubahan yang signifikan.
|
Sebagai gambaran pembanding perlu juga kita lihat SDP Permenpu 31/2015 untuk konstruksi.
|
Tabel Perlakuan Terhadap Harga Satuan Timpang
Perka 14/2012 |
Perka 1/2015 |
Permenpu 31/2015 |
Jika terjadi penambahan volume, harga satuan yang berlaku sesuai dengan harga dalam HPS. |
Jika terhadap harga satuan yang dinyatakan timpang, dilakukan negosiasi teknis dan harga |
Tidak Diatur |
apabila setelah dilakukan klarifikasi, ternyata harga satuan tersebut dapat dipertanggungjawabkan/sesuai dengan harga pasar maka harga satuan tersebut tidak timpang. |
||
SSUK |
||
Tidak Diatur |
Untuk kuantitas pekerjaan tambahan digunakan harga satuan berdasarkan hasil negosiasi. |
Untuk kuantitas pekerjaan tambahan digunakan harga satuan berdasarkan hasil negosiasi. |
Perubahan signifikan dari SDP Perka 14/2012 ke SDP Perka 1/2015 ini tentu menimbulkan “kegoncangan” dari kebiasaan yang ada. Klausula SDP Perka 1/2015 tidak lagi memuat bahwa “Jika terjadi penambahan volume, harga satuan yang berlaku sesuai dengan harga dalam HPS” tapi diganti dengan “Jika terhadap harga satuan yang dinyatakan timpang, dilakukan negosiasi teknis dan harga”. Artinya yang harus disepakati untuk nanti pelaksanaan kontrak, jika terjadi penambahan volume pekerjaan pada item timpang, maka volume tambah tidak lagi mutlak kembali pada Harga Satuan HPS.
Yang perlu diingat negosiasi teknis dan biaya bukan diwilayah pokja tapi saat kontrak antara PPK dan Penyedia. Artinya jika terdapat harga satuan timpang, kemudian saat berkontrak, terjadi penambahan volume pekerjaan pada item yang timpang. Maka PPK dan Penyedia sepakat untuk melakukan negosiasi teknis dan biaya. Tugas pokja hanya meminta persetujuan dari penyedia tentang Harga Timpang dan akan dilakukan negosiasi teknis dan biaya.
Ini selaras dengan Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) Perka 1/2015 dan Permenpu 31/2015 pada pasal Perubahan Lingkup Pekerjaan bahwa apabila dari hasil evaluasi penawaran terdapat harga satuan timpang maka harga satuan timpang tersebut berlaku untuk kuantitas pekerjaan yang tercantum dalam dokumen pengadaan. Untuk kuantitas pekerjaan tambahan digunakan harga satuan berdasarkan hasil negosiasi.
Metode negosiasi teknis dan biaya/harga dapat menggunakan dasar Harga Satuan HPS tapi juga bisa menggunakan dasar Harga Hasil Survey yang dilaksanakan dan dapat dipertanggungjawabkan PPK saat terjadinya negosiasi.
Setidaknya jelas bagaimana perlakuan untuk harga timpang saat evaluasi oleh pokja dan saat pelaksanaan kontrak oleh PPK dan Penyedia.
Yang sedikit berbeda adalah poin b. SDP Perka 1/2015. Klausul “apabila setelah dilakukan klarifikasi, ternyata harga satuan tersebut dapat dipertanggungjawabkan/ sesuai dengan harga pasar maka harga satuan tersebut tidak timpang“.
Terus terang ini mengubah tabel definisi harga timpang pasal 92 ayat 1 huruf c, karena memunculkan definisi baru dengan peryataan meski Harga Satuan Penawaran melebihi 110% dari Harga Satuan HPS, dapat disebut tidak timpang jika bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Klausul ini terus terang sangat berisiko dalam kondisi sekarang. Karena akan menimbulkan bias pandangan dalam menetapkan kriteria bisa dipertanggungjawabkan atau tidaknya sebuah harga satuan penawaran diatas 110%. Untuk itu disarankan jika Pokja tidak siap dengan argumentasi ketentuan ini sebaiknya tidak digunakan.
Disini jelas sekali bahwa Harga Timpang hanya berlaku untuk volume sesuai dengan Daftar Kuantitas dan Harga pada kontrak awal. Jika dikemudian hari terjadi perubahan kontrak dimana volume bertambah maka volume tambah ini tidak lagi menggunakan Harga Timpang tapi menggunakan Harga yang disepakati dalam negosiasi teknis dan harga.
Ilustrasi Sederhana Harga Timpang
Tabel HPS
Item |
Volume |
Harga Satuan |
Jumlah |
A |
10 |
50.000 |
500.000 |
B |
10 |
40.000 |
400.000 |
C |
10 |
30.000 |
300.000 |
TOTAL HPS |
1.200.000 |
Tabel Penawaran
Item |
Volume |
Harga Satuan |
Jumlah |
A |
10 |
40.000 |
400.000 |
B |
10 |
42.000 |
420.000 |
C |
10 |
35.000 |
350.000 |
TOTAL PENAWARAN |
1.170.000 |
Pokja melakukan koreksi aritmatik pada Daftar Kuantitas Harga penawaran kemudian melakukan pemeriksaan terhadap pemenuhan Persyaratan Evaluasi Harga yaitu :
- Syarat Utama : Total Harga Penawaran Terkoreksi ≤ Total HPS terkait ilustrasi 1.170.000 ≤ 1.200.000 ( YA ) berarti syarat utama penawaran telah terpenuhi.
-
Pemeriksaan selanjutnya terkait potensi Harga Satuan Timpang didapatkan kondisi seperti tabel berikut :
Harga Satuan HPS |
Harga Satuan Penawaran |
> 110% |
Klarifikasi |
Sepakat |
Timpang |
50.000 |
40.000 |
Tidak |
Tidak |
Tidak |
Tidak |
40.000 |
42.000 |
Tidak |
Tidak |
Tidak |
Tidak |
30.000 |
35.000 |
Ya |
Ya |
Ya |
Ya |
-
Ditemukan potensi Harga Timpang pada item C yang harus diklarifikasi pada saat evaluasi kewajaran harga. Setelah dilakukan klarifikasi kewajaran harga maka ada dua kondisi yang akan menjadi pilihan penyedia yaitu :
-
Penyedia tidak sepakat dengan ketentuan Harga Timpang yaitu jika suatu saat dalam perjalanan pelaksanaan kontrak terjadi perubahan kontrak berupa Addendum Volume pada Item C maka Harga Timpang (35.000) hanya berlaku untuk volume awal (10). Jika terjadi seperti ini maka penyedia dipersilakan mengundurkan diri dengan risiko jaminan penawaran dicairkan.
-
Penyedia sepakat dengan ketentuan Harga Timpang. Jika terjadi seperti ini maka Harga Kontrak yang akan terjadi adalah sesuai dengan Penawaran.
-
Harga Kontrak Setelah Klarifikasi
Item |
Volume |
Harga Satuan |
Jumlah |
A |
10 |
40.000 |
400.000 |
B |
10 |
42.000 |
420.000 |
C |
10 |
35.000 |
350.000 |
TOTAL KONTRAK |
1.170.000 |
Atas kontrak ini maka dalam perjalanannya akan terjadi kondisi sebagai berikut :
-
Jika dalam perjalanan kontrak tidak terjadi perubahan kontrak maka penyedia berhak dibayar sesuai dengan nilai kontrak setelah klarifikasi yaitu 1.170.000,- meskipun didalamnya terdapat harga satuan timpang. Sekali lagi karena hal ini sudah diatur dalam perikatan perjanjian yang merupakan UU tersendiri yang mengikat para pihak. Jika penyedia tidak dibayar sesuai Harga Timpang, dalam kondisi ini, maka penyedia berhak mengajukan gugatan perdata kepada PPK sebagai wakil negara karena telah mengingkari klausul kontrak.
- Syarat perubahan volume yang diijinkan adalah total kontrak perubahan tidak lebih dari 10% total kontrak awal dan tidak melebihi pagu anggaran yang tersedia.
-
Jika terjadi perubahan kontrak dengan klausul addendum sebagai berikut:
Perubahan Kontrak
Item |
Volume Awal |
Volume Perubahan |
Addendum Volume |
A |
10 |
8 |
– 2 |
B |
10 |
8 |
– 2 |
C |
10 |
14 |
+ 4 |
Atas perubahan ini maka kontrak perubahan (Addendum Kontrak) adalah sebagai berikut :
Item |
Volume |
Harga Satuan |
Jumlah |
||
A |
8 |
40.000 |
320.000 |
0 |
|
B |
8 |
42.000 |
336.000 |
0 |
|
C |
14 |
10 x 35.000* |
4 x 32.000** |
350.000 |
128.000 |
Jumlah Perhitungan |
1.006.000 |
+128.000 |
|||
TOTAL KONTRAK PERUBAHAN |
1.128.000 |
*) Volume Awal x Harga Satuan Penawaran/Kontrak Awal/Timpang
**) Volume Tambah x Harga Satuan Hasil Negosiasi Teknis dan Biaya
Intinya Harga Timpang hanya berdampak ketika ada perubahan kontrak terkait addendum volume pekerjaan yang timpang. Sesuai dengan ketentuan Perpres 54/2010 pasal 87 ayat 1a. bahwa (1a) Perubahan Kontrak berlaku untuk pekerjaan yang menggunakan Kontrak Harga Satuan atau bagian pekerjaan yang menggunakan harga satuan dari Kontrak Gabungan Lump Sum dan Harga Satuan. Dari kronologis ini maka Harga Timpang umumnya hanya akan berdampak pada Kontrak Harga Satuan dan Gabungan.
Yang sering jadi pertanyaan adalah apakah dengan ketentuan pasal 87 ayat 1a ini kemudian untuk Kontrak Lump sum tidak perlu dilakukan klarifikasi Harga Timpang?
Terkait ini ada dua pendapat yang berseberangan antara perlu dan tidak perlu.
Namun menurut saya karena klarifikasi adalah hal yang tidak dapat merubah penawaran dan waktunya dapat di runut sebelum pembuktian kualifikasi, maka melaksanakan klarifikasi Harga Timpang ini perlu dilakukan. Bagaimanapun setiap kontrak mengandung segala kemungkinan kesepakatan. Untuk itu melakukan klarifikasi terhadap segala risiko menjadi bermanfaat selama tidak menambah-nambah persyaratan. Artinya pada kontrak lumpsum klarifikasi Harga Timpang hanya bersifat pemberitahuan agar para pihak aware terhadap adanya nilai Harga Satuan Penawaran yang 110% lebih tinggi dari harga Satuan HPS.
Dari uraian ini dapat diambil kesimpulan bahwa :
-
Harga Satuan timpang adalah Harga Satuan penawaran yang melebihi 110% dari Harga Satuan HPS, setelah dilakukan klarifikasi oleh pokja dan disetujui risikonya oleh penyedia.
-
Harga Satuan Timpang adalah harga yang wajar dan dapat dibayar sesuai dengan nilai yang disepakati dalam kontrak. Untuk itu tidak ada alasan untuk menggugurkan, menyesuaikan harga penawaran atau tidak membayar atas item yang didalamnya terdapat harga satuan timpang.
-
Jika disepakati sebagai Harga Satuan Timpang maka perlakuan yang diterapkan adalah untuk kuantitas pekerjaan tambahan digunakan harga satuan berdasarkan hasil negosiasi baik berdasarkan Harga Satuan HPS maupun Survey Terkini Harga Pasar.
Demikian pembahasan kali ini semoga bermanfaat.
Setuju pak samsul, mudah2an auditor gak bikin ppk jadi bulan2an tentang tafsir mereka yg rigid
Aamiin…
Selamat sore pak
Mohon info, terkait perka no 1 2015 tentang standar dokumen pengadaan barang. Apa dokumen tsb bisa kita download di web LKPP?
Saya ingin konsultasi pak samsul. Untuk pengadaan langsung kurang dari 200 jt. Setelah penandatanganan kontrak paket pekerjaan bronjong terjadi kenaikan harga bronjong kurang lebih 25%. Mengakibatkan kerugian dipihak kontraktor. Apakah bisa di lakukan CCO (pengurangan volume karena inflasi harga)…?
bagaimana dengan perpres No. 16 tahun 2018 pak samsul? apakah kelebihan volume pada item pekerjaan yang harga satuannya timpang dikalikan ke harga HPS atau Harga Negosiasi? terima kasih
Negosiasi yang bisa mengacu pada HPS atau Harga Saat terjadi penambahan volume.
permisi pak samsul ijin nanya. apa yg harus di lakukan ketika dalam kegiatan suakelola terjadi perbedaan harga satuan dengan harga lapangan. sedangkan pekerjaan sudah berjalan 25% contoh harga semen di lapangan 80rb sedang di lapangan 72rb mohon petunjuk
permisi pak samsul ijin nanya. apa yg harus di lakukan ketika dalam kegiatan suakelola terjadi perbedaan harga satuan dengan harga lapangan. sedangkan pekerjaan sudah berjalan 25% contoh harga semen di RAB 80rb sedang di lapangan 72rb mohon petunjuk
Pembelian sesuai harga yang dibeli bukan harga di RAB karena RAB hanya rencana jadi wajar rencana tidak sama dengan kondisi lapangan
Jika penambahan volume hanya 2% dari volume kontrak awal utk item harga satuan timpang, apakah juga harus dibegosiasikan ?
Misal :
Item timpang
Volume awal 100 m3
Volume tambah 2 m3
Apakah yg tambah 2 m3 ini juga dinego harga satuannya?
Tkasih
pak samsul saya mau tanya apakah boleh kita menambah item pekerjaan Ls di kontrak addendum di karenakan kita mengikuti perubahan yg terjadi di lapangan
Selamat malam.pak samsul.
Saya mau menanyakan kalo.kontrak saya MYC apakah harga timpang berlaku.
malam pak samsul. saya sedang mengikuti tender pekerjaan semenisasi jalan beton, sebagai tender dengan harga termurah sbagai pemenang disamping penilaian kualifikasi administrasi n teknis, apakah ada kaitan langsung dengan harga material yang saya turunkan sangat jauh dari harga pasar seperti kayu perancah dari harga di HPS 3.400.000/m3 saya turunkan menjadi 50.000/m3? namun bila dilihat dari analisa harga satuan nilai penawaran saya terhadap beton k250 di HPS 1.500.000 dan penawaran saya menjadi 1.240.000. kenapa pokja mempermasalahkan harga material kayu perancah saya yang di daftar bahan saya jadikan 50.000/m3 tadi? dan Pokja mengatakan harga saya timpang? mohon pak penjelasannya agar saya bs terima dan mengerti, terimakasih.