Menjawab Tanya Seputar Panitia Penerima Hasil Pekerjaan

    Diskusi tentang peran Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) yang menghangat beberapa waktu lalu, memantik ingatan untuk membahas beberapa pernik tanya seputar PPHP. Diskusi ini bertujuan untuk membetulkan fakta yang selama ini ada. PPHP secara sarkastik sering dianalogikan dengan berbagai macam akronim. Misal Pejabat/Panitia Penerima Hasil Penderitaan, Pejabat/Panitia Penerima Harapan Palsu, Pejabat/Panitia Penandatangan Hasil Palsu dan lain sebagainya. Berikut beberapa topik bahasan yang sering didiskusikan ketika membahas PPHP.

  1. Apakah PPHP Memeriksa Hasil Pekerjaan Penyedia?

Mindset umum. Selama ini tugas PPHP adalah memeriksa hasil pekerjaan penyedia. Benarkah demikian? PPHP seolah-olah sangat-sangat wajar dekat dengan penyedia barang/jasa pelaksana pekerjaan. Apalagi dalam pekerjaan konstruksi, PPHP baik secara sengaja atau tidak sengaja atau dipaksa, bertanggungjawab bersama-sama dengan pelaksana dan pengawas pekerjaan konstruksi .

Untuk menjernihkan ini, mari kita lihat struktur organisasi pengadaan barang/jasa sebagaimana diatur dalam Bab III, Bagian Pertama, Pasal 7 Perpres 54/2010 dan seluruh perubahannya. Runtutan pasal yang penting harus dilihat adalah:

  • Pasal 8 ayat (1) PA memiliki tugas dan kewenangan diantaranya : c. menetapkan PPK, d. menetapkan Pejabat Pengadaan, e. menetapkan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.
  • Pasal 18 ayat 1 menyebutkan PA/KPA menetapkan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.
  • Pasal 12 ayat (1) PPK merupakan Pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa.


Cukup menegaskan bahwa PPHP, PPK dan Pejabat Pengadaan dalam satu garis struktur sejajar dibawah Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). PPHP tidak mempunyai kewenangan langsung untuk bekerjasama dengan penyedia barang/jasa. Karena PPHP tidak bertandatangan kontrak dengan penyedia. PPHP hanyalah petugas dari PA/KPA yang ruang lingkup kewenangannya, hanya, sebatas Surat Keputusan (SK) PA/KPA.

Sementara itu hubungan penyedia dan PPK diikat dengan sebuah surat perjanjian (kontrak). Sebagaimana diketahui dalam kontrak terdapat asas Pacta Sunt Servanda (aggrements must be kept) asas hukum yang menyatakan bahwa “setiap perjanjian menjadi hukum yang mengikat bagi para pihak yang melakukan perjanjian“.

Jika kita lihat dari logika proses pasal 95, tahapannya sangat jelas. Ketika pekerjaan selesai 100% (seratus perseratus) sesuai dengan ketentuan Kontrak, penyedia mengajukan permintaan kepada PA/KPA melalui
PPK dalam rangka penyerahan pekerjaan. Atas permintaan tersebut PA/KPA segera menunjuk PPHP untuk menilai hasil pekerjaan yang dilaporkan telah diselesaikan oleh penyedia melalui PPK.

Apabila ternyata terdapat kekurangan dalam hasil pekerjaaan PPHP melalui PPK
memerintahkan Penyedia Barang/Jasa untuk memperbaiki dan/atau melengkapi kekurangan pekerjaan sebagaimana yang disyaratkan dalam Kontrak.

Ketika PPHP harus berhubungan dengan penyedia barang/jasa selalu melalui PPK. Ini karena PPHP tidak punya kewenangan untuk memerintahkan penyedia. Penyedia tidak punya kewajiban untuk mematuhi perintah PPHP secara langsung. Ini sekali lagi, karena penyedia hanya mempunyai garis komando dengan PPK sebagaimana ketentuan kontrak.

Tegas dan jelas bahwa PPHP, atas nama PA/KPA, bekerja untuk memeriksa dan menerima hasil pekerjaan-nya PPK sebagai Pelaksana Pengadaan Barang/Jasa. Atas pelimpahan kewenangan PA/KPA. Sebagaimana diuraikan pasal 18 Perpres 54/2010 ayat (5) huruf a dan b, bahwa PPHP melakukan pemeriksaan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Kontrak dan menerima hasil Pengadaan Barang/Jasa setelah melalui pemeriksaan/ pengujian.

PPK-lah yang bertanggungjawab penuh untuk berhubungan dengan penyedia sesuai ketentuan kontrak, bukan PPHP!

  1. Apakah PPHP penanggungjawab pembayaran?

Ini juga menjadi perhatian utama agar PPHP tidak menjadi Penerima Hasil Penderitaan. Lihat asal-usul PPHP menurut pasal Pasal 8 ayat (1) huruf e, Pasal 18 ayat 1 dan Pasal 95 ayat 2. PPHP bertanggungjawab kepada PA/KPA bukan bertanggungjawab kepada pihak lain semisal pembayaran maupun pengelolaan aset. Yang bertanggungjawab terhadap pembayaran tetaplah PA/KPA sebagai penandatangan Surat Perintah Membayar (SPM).

PA/KPA atas kewenangan yang diberikan oleh UU 1/2004 melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja. Lihat pula Peraturan Pemerintah 58/2005 tentang kewenangan Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Daerah pasal 10 huruf e dan g, yaitu: e. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran dan g. mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan.

Untuk itu PA/KPA berhak dan bertanggungjawab untuk menerima Serah Terima Pekerjaan (BASTP/BAPP) dari PPK meski tidak ada Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan (BAST-HP) dari PPHP. Pelimpahan kewenangan pemeriksaan dan penerimaan hasil pekerjaan lahir atas kebutuhan PA/KPA mencari informasi pembanding atas penyelesaian pekerjaan penyedia yang disampaikan melalui PPK. Lugasnya sebagai bagian dari tugas dan kewenangan PA/KPA melakukan pengujian atas tagihan sebagaimana amanat PP 58/2005 untuk keuangan daerah.

Sangat tidak adil ketika yang bertanggungjawab membayar adalah PA/KPA lalu kemudian PPHP dan BAST-HP menjadi syarat mutlak dalam klausul pembayaran. Seolah-olah pembayaran tidak akan sah jika tidak ada BAST-HP. Mari kita lihat Pasal 95 Perpres 54/2010 disitu jelas tertuang bahwa BAST-HP hanyalah pelengkap Serah Terima Pekerjaan.

Mengenai Berita Acara Serah Terima (BAST) dalam Perpres 54/2010 serta Perka 14 tahun 2012 tentang petunjuk teknis Perpres 70/2012 apabila kita cermati terdiri dari:

  1. BAST Hasil Pekerjaan yang merupakan tanggungjawab PPHP
  2. BAST Pekerjaan (PHO) yang merupakan tanggungjawab PPK
  3. BAST Akhir Pekerjaan (FHO) yang merupakan tanggungjawab PPHP
  4. Berita Acara Penyerahan yang merupakan tanggungjawab PPK untuk disampaikan ke PA/KPA.

Ada perbedaan antara BAST Hasil Pekerjaan dan BAST Pekerjaan. BAST Hasil Pekerjaan adalah tanggungjawab PPHP. Sedangkan BAST Pekerjaan adalah tanggungjawab PPK. Disini dapat diambil satu benang merah bahwa ada perbedaan antara hasil pekerjaan dan pekerjaan. Hasil Pekerjaan merujuk pada laporan pelaksanaan pekerjaan secara administratif yang mestinya diukur dan diuji minimal secara administratif pula. Bisa diperdalam bersama terkait ini, ketika berbicara pengukuran dan pengujian pasal 18 Perpres 54/2010 ayat 5 huruf b menggunakan istilah hasil Pengadaan Barang/Jasa bukan Hasil pekerjaan pengadaan barang/jasa sebagaimana poin a.

Sedangkan Pekerjaan merujuk pada barang/jasa yang dihasilkan sesuai dengan yang diperjanjikan dalam kontrak. Secara kontraktual jelas yang bertanggungjawab penuh kepada PA/KPA, terkait penyelesaian pekerjaan, adalah PPK dan Penyedia bukan PPHP. Kemudian PA/KPA bertanggungjawab penuh atas penerimaan pekerjaan yang diserahkan oleh penyedia, melalui PPK. Adapun PPHP hanya bertanggungjawab kepada PA/KPA, dalam rangka meyakinkan PA/KPA untuk dapat menerima hasil pekerjaan pengadaan barang/jasa yang diserahkan penyedia melalui PPK.

Sangat jelas bahwa dalam proses serah terima pekerjaan pada pasal 95 Perpres 54/2010 PPHP hanya bertugas memberikan pendapat kedua/pembanding atas penyerahan pekerjaan pengadaan barang/jasa oleh PPK. Artinya PPHP bukanlah penanggungjawab pembayaran maka dari itu BAST-HP bukanlah syarat mutlak pembayaran.

Apalagi PPHP diberi kewajiban tambahan mengesahkan termin pembayaran, yang notabene adalah kewenangan pelaksanaan pekerjaan oleh PPK. Ini tindakan yang berlebihan dan tidak tertuang dalam tugas pokok dan fungsi PPHP.

  1. Apakah PPHP Masih Diperlukan Jika PA/KPA bertindak sebagai PPK?

Seringkali muncul diskusi yang menyatakan bahwa buat apa ada PPHP? Karena sudah ada konsultan pengawas dalam pekerjaan konstruksi.

Secara tugas dan tanggungjawab antara konsultan pengawas dan PPHP jelas sangat-sangat berbeda. Konsultan Pengawas adalah penyedia yang berkontrak dengan PPK. PPK adalah petugasnya PA/KPA. Dengan demikian garis komandonya jelas sesuai kontrak penyedia berhubungan dengan PPK. Sedangkan PPHP garis komandonya adalah PA/KPA berdasarkan SK Penetapan dan Penunjukan.


Permendagri 13/2006 sebagaimana diubah dengan Permendagri 21 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 10A bahwa dalam rangka pengadaan barang/jasa, Pengguna Anggaran bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen sesuai peraturan perundang-undangan di bidang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Kemudian Pasal 11 ayat 5 disebutkan dalam pengadaan barang/jasa, Kuasa Pengguna Anggaran, sekaligus bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen.

Ketika PA/KPA bertindak sebagai PPK maka struktur organisasi di atas berubah menjadi sebagai berikut :


Jika seperti ini maka tentu wajar muncul pertanyaan, “untuk apalagi ada PPHP?” Karena seluruh kendali ada pada PA/KPA. Tugas dan fungsi pemeriksaan hasil pekerjaan telah ada pada konsultan pengawas. Disisi lain jika PPHP turut memeriksa hasil pekerjaan tentu akan terjadi intervensi terhadap perikatan (kontrak). PPHP bukan para pihak yang terlibat dalam kontrak, sehingga pendapat atau penilaiannya tidaklah diperlukan. Dengan demikian PPHP menjadi mubazir, jika PA/KPA bertindak sebagai PPK.

  1. Kapan PPHP ditetapkan dan dilibatkan?

Untuk ini jawabannya bisa dilihat pada pasal 22 ayat 3 huruf c Perpres 54/2010 yang menyebutkan bahwa dalam menyusun Rencana Umum Pengadaan (RUP) PA menetapkan kebijakan umum tentang salah satunya pengorganisasian Pengadaan Barang/Jasa. Organisasi pengadaan barang/jasa sebagaimana Pasal 7 ayat 1 tersebut PPHP salah satunya. Dengan demikian PPHP dalam organisasi pengadaan ditetapkan sejak awal.

Hanya saja penunjukan terkait penugasan pemeriksaan hasil akhir pekerjaan setelah pekerjaan dilaporkan selesai oleh penyedia melalui PPK. Sesuai pasal 95 ayat 2 disebutkan PA/KPA menunjuk Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan untuk melakukan penilaian terhadap hasil pekerjaan yang telah diselesaikan.

Selama penetapan dan penunjukan PPHP dalam rangka tugasnya selalu diberi informasi tentang kontrak dan perubahan kontrak oleh PPK atas kuasa PA/KPA. Sehingga sifat keterlibatan PPHP dalam perjalanan pelaksanaan pekerjaan pengadaan barang/jasa adalah monitoring.

Mustahil PPHP dapat melaksanakan tugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan pengadaan barang/jasa telah sesuai dengan ketentuan kontrak sementara dia tidak memegang kontrak dan seluruh perubahannya.

  1. Apakah PPHP Bertanggungjawab Terhadap Mutu Pekerjaan?

Penjelasan pasal-pasalnya sama persis seperti poin PPHP bertanggungjawab terhadap pembayaran. PPHP bertanggungjawab hanya kepada PA/KPA secara administratif karena dasar penunjukan sebagai PPHP bukan kontrak tetapi SK PA/KPA. Untuk itu jarak jangkau pemeriksaan teknis PPHP terbatas pada kesepakatan yang tertuang pada kontrak terkait penerimaan hasil pekerjaan.

Misal pengadaan catridge printer untuk persediaan. Maka jangkauan pemeriksaan PPHP harusnya disepakati, dalam ketentuan kontrak, hanya terbatas pada volume pekerjaan, purna jual (warranty) dan purna produksi (guarantee). Karena dalam metode pengujian tidak dimungkinkan PPHP melakukan test fungsi terhadap seluruh catridge. Karena akan mempengaruhi purna produksi atau garansi pabrikan. PPHP cukup percaya secara administratif terhadap sertifikat guarantee yang berlaku. Sedangkan mutu catridge selama masa kontrak adalah tanggungjawab PPK/Pengguna Akhir/PA dan Penyedia.

Ini tentu berlaku juga untuk pekerjaan-pekerjaan yang lebih kompleks seperti konstruksi. Paling lambat pada saat Rapat Persiapan Pelaksanaan Pekerjaan (Pre Construction Meeting/PCM) ruang lingkup mutu yang masuk dalam proses pemeriksaan dan penerimaan hasil pekerjaan telah dibahas. PPHP dapat diminta pendapat terkait program mutu yang dirancangkan akan dilaksanakan pada pekerjaan.

Dengan demikian jelas pada proses akhir ruang jangkau PPHP dalam melakukan pemeriksaan dan penerimaan hasil pekerjaan pengadaan barang/jasa. Selebihnya terkait mutu pekerjaan tentu tetap tanggungjawab para pihak yang berkontrak.

  1. Apakah PPHP adalah pengurus barang?

Untuk pengadaan barang kerapkali kewenangan ke-PPHP-an disamakan dengan kewenangan pengurus barang atau penerima barang. Dari sisi regulasi PPHP tidak sama dengan pengurus/penerima barang. PPHP adalah pemeriksa dan penerima disisi pengadaan barang/jasa sesuai Perpres 54/2010.

Sedangkan pengurus barang sesuai Permendagri 19/2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah adalah pejabat yang diserahi tugas menerima, menyimpan, mengeluarkan, dan menatausahakan barang milik daerah pada Pejabat Penatausahaan Barang atau Pengguna Barang.

Sehingga jelas PPHP dan Pengurus Barang bukanlah entitas yang sama, secara keorganisasian dan regulasi. Namun demikian dari sisi personil, mungkin saja personil pengurus barang merangkap sebagai PPHP. Tidak ada unsur pertentangan kepentingan dalam praktek ini.

Patut diingat dari sisi legalitas administratif. Seseorang yang bertindak sebagai pengurus barang dan juga merangkap sebagai PPHP harus memiliki 2 SK penugasan yang berbeda. SK Pengurus Barang dan SK PPHP.

Dari bahasan ini maka dapat dirangkum simpulan sebagai berikut:

  1. PPHP, atas nama PA/KPA, bekerja untuk memeriksa dan menerima hasil pekerjaan PPK sebagai Pelaksana Pengadaan Barang/Jasa.
  2. PPHP bukanlah penanggungjawab pembayaran maka dari itu BAST-HP bukanlah syarat mutlak pembayaran.
  3. PPHP sama sekali tidak menjadi para pihak yang terlibat dalam kontrak, dengan demikian PPHP menjadi mubazir sifatnya jika PA/KPA bertindak sebagai PPK.
  4. PPHP dalam organisasi pengadaan ditetapkan sejak adanya RUP. Penunjukannya setelah pekerjaan dilaporkan selesai oleh penyedia melalui PPK. Dilibatkan sejak awal pelaksanaan pengadaan dalam rangka data dukung pemeriksaan dan penerimaan hasil pekerjaan ditahap akhir.
  5. PPHP tidak bertanggungjawab penuh terhadap mutu pekerjaan karena PPHP hanya memeriksa sebatas ruang jangkau yang dapat dicapai sesuai ketentuan kontrak.
  6. PPHP dan Pengurus Barang bukanlah entitas yang sama secara keorganisasian dan regulasi. Namun demikian dari sisi personil mungkin saja personil pengurus barang merangkap sebagai PPHP.

Demikian semoga bermanfaat dalam kerangka membangun diskusi yang positif dalam membangun pengadaan barang/jasa yang mensejahterakan rakyat.

113 thoughts on “Menjawab Tanya Seputar Panitia Penerima Hasil Pekerjaan”

  1. Yang sudah dialami di lapangan pak dan realitanya, saya setuju pak, “PPHP baik secara sengaja atau tidak sengaja atau dipaksa”. Apalagi kalau KPA/PA itu pimpinan tertinggi, direktur yang membuat SK PPHP tersebut. Susah untuk menolak tugas tambahan ini, yang sekiranya menurut kita pribadi tidak pas.
    1. Notabene untuk pengadaan E catalog PPHP apakah benar hanya 1 orang saja ?
    2. Jabatan fungsional tertentu (tenaga kesehatan) yang non struktural ditunjuk sebagai PPHP, sementara pekerjaan PPHP menyita tupoksi utamanya sebagai fungsional. Dualisme jabatan antara fungsional dan PPHP dalam bagian unit pengadaan tidak sesuai dan sudah sering terjadi. Kualifikasi teknis apa yang dimaksud dalam penetapan PPHP yang ditunjuk ? Sementara usulan telaahan pengadaan adalah bola panas ajuan usulan dari bidang bersangkutan yang lebih mengetahui spesifikasi, seharusnya PPHP adalah dari bagian program & perencanaan pelayanan atau user.
    3. Dalam pengadaan alat kesehatan, tertera bahwa pembelian termasuk training onsite dan terjadwal. Siapakah yang mengkoordinasi training tersebut ke user pengguna ? PPK ataukah PPHP ? Karena jika tidak dilakukan training maka alat belum bisa operasional dijalankan, sementara BAST Hasil Pekerjaan yang merupakan tanggungjawab PPHP hanya bisa sah kalau alat sudah operasional.

    1. 1. Disesuaikan dengan kompleksitasnya tidak dilarang membentuk panitia
      2. Kualifikasi teknis tentu harus terkait dengan klasifikasi teknis barang/jasanya. Sudah tepat kalau fungsional tenaga kesehatan memeriksa pengadaan barang/jasa terkait kesehatan misal alkes atau obat sesuai kekhususan dan keahlian dan ini mestinya menjadi bagian angka kredit ybs. Yang keliru kalau menjadi PPHP sapujagat semua ditangani meski diluar bidang kesehatan.
      3. training onsite dan jadwal adalah tugas PPK dan Penyedia bukan PPHP dan itu dilakukan sebelum pelaksanaan pekerjaan selesai, jika belum dilaksanakan maka PPHP berhak menolak menyatakan hasil pekerjaan telah selesai.

      1. Terimakasih pak samsul, masukan bapak sudah saya sampaikan kepada PPK.

        Pada Perpres No 70 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah pasal 17 ayat (6) (6) Dalam hal Pengadaan Barang/Jasa bersifat khusus dan/atau memerlukan keahlian khusus, Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan
        dapat menggunakan tenaga ahli yang berasal dari Pegawai Negeri atau swasta.

        dan pasal 18 ayat (6) (6) Dalam hal pemeriksaan Barang/Jasa memerlukan keahlian teknis khusus, dapat dibentuk tim/tenaga ahli untuk membantu pelaksanaan tugas Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan.

        Merujuk peraturan di atas, bagaimana aplikasinya di lapangan bila PPHP adalah pegawai struktural dan pegawai fungsional kesehatan sebagai tenaga ahli pak ? sehingga pegawai fungsional kesehatan tidak masuk dalam tugas PPHP, apakah dimungkinkan ?

        Bagaimana jika struktur pembentukan kepanitiaan ada tenaga ahli, peran dan tugasnya pak sehubungan dengan pengadaan peralatan kesehatan ? Terimakasih

    1. Adakah peraturan mengijinkan KPA (bukan PPK) menjabat Kepala penerima hasil pekerjaan dengan mengingat KPA adalah user/ owner sebenarnya atas Barang Milik Negara pada sebuah satuan kerja.

  2. selamat pagi pak samsul, mohon pencerahannya untuk beberapa pertanyaan
    1. seandainya PPHP menolak untuk menandatangani BAST-HP, karena tidak dilakukan pemeriksaan barang yang sudah diadakan tetapi tiba-tiba diminta tandatangan, itu bagaimana?
    2. dari 3 anggota PPHP, 1 anggota tidak tandatangan BAST-HP, apakah itu bisa dilakukan pembuatan SPM?

  3. Terimakasih pak samsul, atas pencerahannya dan semakin menguatkan saya….karena tekanan atasan luar biasa…

  4. dear pak Samsul
    Ketika ada pekerjaan konstruksi telah dipakai sebelum BAST, bagaimana dasar hukum pengguna jasa yg telah memakai konstruksi tersebut dengan diuntungkannya pemakaian konstruksi yg dimaksud,?

  5. PPHP selalu jadi penaanggung jawab mutu pekerjaan. apakah ada dasar hukum yang kuat untuk menyatakan bahwa PPHP tidak bertanggungjawab pada mutu pekerjaan?

        1. Dasar hukum perikatan adalah kontrak, silakan lihat dalam kontrak yang bertanggungjawab terkait mutu apakah disebutkan PPHP. Jika ada maka PPHP bertanggungjawab terhadap mutu pekerjaan. Jika tidak ada maka PPHP hanya bertanggungjawab secara administratif kepada PA/KPA terkait tugas dan tanggungjawab yang tertuang dalam SK PPHP.

  6. Selamat siang,,mohon pencerahan.Saya dapat pekerjaan dan sampai sekarang dari tahun 2015 belum dibayar 100%.Padahal pekerjanaan sudah 100% selesai.Sebenarnya PPK mau membayar cm 11% dari nilai kontrak dengan item pekerjaan yang minor.Dan saya menolak untuk mengajukan tagihan yg cuma 11%.Padahal pekerjaan sudah selesai 100% tp PPHP tidak mau tanda tangan karena katanya tidak sesuai spesifikasi.Selama pekerjaan berlangsung,kita blm pernah dapat SP 1-3.Pekerjaan tersebut jalan beton, pengawas lapangan ada 2 orang,yg satu tanda tangan di laporan harian dan mingguan sedangkan yang satu menolak tanda tangan karena menuggu perintah atasannya.Kmrn sdh masuk ke PTUN tp PTUN memutuskan tidak bisa memutus persoalan tersebut.Dikontrak soalnya sengketa diselesaikan lewat BANI.Inilah kelemahan dari kontraktor jika harus bersengketa.Mohon bantuannya gimana cara menyelesaikannya.Terimakasih

  7. Pak Samsul Ramli, mau tanya :
    1. Berapakah persen standar minimal keuntungan penyedia dalam pengadaan barang?
    2. kondisi apa saja yang diperboleh kepada penyedia untuk melakukan addendum (dg mengurangi spesifikasi teknis) untuk pengadaan barang dan kapan waktu yang diperbolehkan (apakah saat proses penawaran atau saat proses waktu pelaksanaan pekerjaan)?
    3. Apakah boleh alasan Addendum diperbolehkan jika harga barang dipasaran terjadi kenaikan sehingga Spesifikasi Barang diturunkan karena menurut penyedia sedikit sekali mendapatkan untung. (misal pada komputer, dalam kontrak memory 8 Gb dan mengajukan adendum menjadi 4 Gb).
    4. Pada saat melaksanakan pemeriksaan, Apakah Panitia PPHP mengacu pada spesifikasi teknis kontrak awal atau mengacu pada spesifikasi teknis pada addendum (terjadi perubahan spesifikasi teknis) ?

    Sebelumnya Terima kasih Pak Samsul.

  8. pak samsul, saya adalah staf bendahara mau bertanya:
    ditempat sya, penyedia mau mengajukan pembayaran termin 60%. kelengkpannya hanya surat permohonan termin dan rekapitulasi laporan fisik pekerjaan. sedangkan dalam peraturan harus ada berita acara pembayaran, berita acara kemajuan fisik (sesuai petunjuk KPPN), tetapi dari pihak penyedia tidak dapat melengkapinya. jd pertanyaan sya, yang seharusnya melengkapi sarat tersebut siapa ya? apakah PPk / penyedia / konsultan pengawas / PPHP? (dalam hal ini KPA merangkap sebagai PPK).
    terima kasih pak atas perhatiannya.

  9. Penyedia mengajukan ke PPK dari PPK ke PA.. jadi kalau pengajuan PPK sdh lengkap dan PA setuju baru termin dibayar oleh bedahara… bendahara hanya berkomunikasi dgn PPK paling jauh… utk penyedia hanya ke PPK

  10. Malam pak samsul ada beberapa pertanyaan yang ingin saya ajukan. Saya seorang sekretaris PPHP konstruksi. Setelah pernyataan selesai pekerjaan oleh penyedia jasa. Kemudian PPK meminta PPHP melakukan pemeriksaan dan diadakan pemeriksaan mutu oleh tim ahli dalam hal ini lab. Yang bersertifikat didapatkan mutu beton yang berada dibawah rencana. Saya kemudian membuat laporan tertulis kepada PPK mengenai hasil lab. Dan nilai volume sesuai kontrak pekerjaan Kepada PPK. Kemudian agar bisa terbayar ,PPK memerintahkan kepada PPTK untuk meng-adendum kontrak dengan menyertakan mutu beton dibawah rencana masuk dalam klausul kontrak dan kekurangannya diberikan pekerjaan tambahan sesuai nilai pengurangan dari mutu beton rencana ke mutu beton hasil konstruksi dilapangan. Pertanyaan saya :
    1. Apakah tindakan diatas dibenarkan setelah dilakukan Pemeriksaan oleh PPHP boleh dilakukan Addendum?
    2. Apakah saya sebagai PPHP menurut bapak sudah benar dalam bekerja?.
    3. Didalam berkas BAP (BASTP) tertulis PPHP memeriksa volume pekerjaan dan setelah mendapatkan jaminan kualitas dari PPTK dan pengawas lapangan maka PPHP menerima hasil pekerjaan dari penyedia jasa.apakah jika bunyi dari BAP demikian, apakah tidak seharusnya sebelum meminta PPHP memeriksa lapangan sebelumnya Penyedia jasa bersama PPTK melakukan pengujian mutu kemudian dilakukan addendum baru setelah itu dilakukan penambahan pekerjaan dan akhirnya PPHP memeriksa volume/kuantitas pekerjaan dari Penyedia jasa atas pemintaan PPK.

    “Terima kasih seselumnya”

  11. 1. Selama keputusan PPK direstui PA maka tanggungjawab PPK dan PA.. PPHP lakukan riksa ulang berdasarkan addendum tadi jika benar terima di PPHP ke 2…
    2. Sdh benar
    3. BA PHP 1 ttp seperti awal… jika PPK sdh menyelesaikan hasil pemeriksaan dgn addendum dst maka jika diminta PPHP melakukan PPHP ke 2 dgn pegangan dok addendum kontrak… jika sesuai maka terima sesuai addendum… ttg kebenaran addendum itu urusan PA dan PPK

      1. Pak samsul jika ada item mutu/kualitas yang tidak masuk dalam hal ini mutu beton dan nilainya tidak bisa terbayar sebagian padahal pekerjaan sudah 100% secara kuantitas apakah bisa di Buatkan berkah PHO?berarti fisik (kuantitas 100% mutu 95%) untuk keuangan sp2d 95%. Mohon penjelasannya.

  12. Pak samsul didalam BAP tertulis PPHP memeriksa secara visual Kuantitas dengan catatan setelah mendapatkan jaminan kualitas dari PPTK dan Pengawas lapangan. Apakah seperti pertanyaan saya sebelumnya bisa dilakukan PHO karena ada item kualitas yg tidak masuk dan pembayaran tidak 100%. Sedangkan secara kuantitas 100%?

    1. Yang harus dipastikan dalam lingkup kewajiban tugas PPHP terkait subyek yang cacat mutu apakah memang benar hanya berdasarkan visual saja atau sampai pada pengukuran dan pengujian? Yang menerima jaminan dari pengawas lapangan adalah PPK dan PPK menjamin terhadap PA/KPA bukan kepada PPHP. Persoalan PA/KPA menerima jaminan PPK tersebut kemudian mengabaikan hasil uji mutu PPHP itu adalah tanggungjawab PA/KPA tidak ada kewenangan PPHP memaksakan. Jika ada jaminan pemeliharaan memang pembayaran setelah pekerjaan 100% hanya maksimal 95%. Pekerjaan 100% adalah pekerjaan yang secara mutu, kuantitas, lokasi dan waktu telah dipastikan sesuai 100%. Jika tegas ada kekurangan maka harus ada yang mempertanggungjawabkan dalam hal ini final ada pada PA/KPA.

      1. Apakah berarti dalam laporan BASTP, PPHP menulis dalam temuan sesuai hasil lab. Dan dari Addendum untuk sebagian nilai yang tidak sesuai mutu akan tetapi secara kuantitas diterima. Apakah bisa di berikan PHO? Nb: prestasi tidak 100%

  13. Slmt malam Pak Ramli,
    Sy ditunjuk sebagai Pejabat Penerima hasil Pekerjaan di instansi lain (bukan instansi saya).

    Setelah saya koordinasi, kepada sy disampaikan bahwa pengadaan mereka berupa kebutuhan sehari2 yang jumlahnya satuan dan tidak ada kontrak, barang (berupa atk, makan dll) dan kebutuhan bisa dibeli kapan saja kepada siapa saja. Oleh mereka saya hanya perlu tanda tangan di atas Nota-nota pembelian (bahkan tanpa memeriksa dan memastikan keseuaian volume dengan barang yang dipesan). Apakah memang seperti itu (pphp hanya paraf di nota)?.

    Mohon pencerahannya
    Terima kasih.

  14. Selamat malam pak saya glenerz…saya sbg ketua tim pphp dlm perluasan jaringan listrik di dinas esdm bersasarkan sk kadis.
    Pertanyaanya setelah di periksa oleh pihak kejaksaan terdapat spek yg tidak sesuai ttg ukuran tiang listik yg tercantum dlm kontrak 9 meter ttpi dlm kenyataanya hanya 7 meter…dari segi keilmuan saya krg paham ttg kelistrikan apakaj sy bisa di pidana?
    Mksih sebelumnya pak tolong pencerahannya…

    1. Pak Glend: persoalan pidana adalah persoalan pembuktian hukum, selama Bapak bisa membuktikan bahwa tidak ada niat jahat ketika peristiwa itu terjadi mestinya tidak akan sampai pada pidana. Bahwa hal itu adalah kesalahan tidak bisa dipungkiri jika dalam kontrak jelas ukuran 9 meter yang terpasang hanya 7 meter dan PPHP menyatakan sudah melakukan pemeriksaan terkait obyek tiang yang tidak sesuai tadi menggunakan pengukuran. Maka dari itu lihat kontrak dan rencana pemeriksaan hasil pekerjaan apakah telah sesuai atau tidak. Jika kontrak dan acara pemeriksaan menyatakan tidak ada metode pengukuran tiang maka kesalahan sepenuhnya ada pada PPK dan Penyedia.

  15. Ass. Mau tanya ni pak. Masalahnya begini, pekerjaan sudah diperiksa dan sudah 100% tapi hari itu buka jam kerja (libur). Pertanyaannya tgl brp Berita Acara Pemeriksaannya ? Apakah bisa dihari libur atau ditunda sampai ? Trims. Mohon petunjuknya

  16. Asskm, Izin bertanya Pak, Bila dalam kontrak tertulis pekerjaan selesai 100% bila barang sudah sampai lokasi yang ditentukan oleh PPK, sedangkan PPK sampai dengan akhir tahun dan barang sudah siap dikirim lokasinya belum ditentukan, bila PPHP membuat telah menyatakan 100%.
    1. Apakah PPHP salah..?
    2. Pengiriman akhirnya dilakukan di awal tahun, dan ternyata barang setelah sampai lokasi tidak sesuai dengan hasil pemeriksaan
    diawal, apakah ini menjadi tanggung jawab PPHP..?

    Trims
    Bondan.

  17. Selamat Malam Pak.

    Salam hormat Pak. Kebetulan saya ditunjuk sebagai PPHP pada tahun ini.
    Ada sedikit kegalauan tentang BAST Penunjukan Langsung Jasa Lainnya berupa fullboard hotel/event pameran.
    Permasalahannya:
    1. Apakah BAST jasa lainnya dengan penunjukan langsung apa harus berlangsung di lokasi? Misalnya lokasinya ada di luar Pulau Jawa, sedangkan panitia pphp semuanya ada di kantor (Jakarta).
    2. Dari 5 orang PPHP, berapa jumlah minimal orang yang harus ada di lokasi untuk pemeriksaan dan penyusunan BAST? Lalu apakah harua jumlah minimal tersebut berada di lokasi pada tanggal berakhirnya kontrak (tanggal BAST nya juga)? Misalnya acara fullboard atau pameran dari tanggal 2 sampai dengan 5 februari 2018.
    3. Bila acara pameran atau fullboard atau penunjukan langsung lalu diminta BAST nya, sedangkan tidak ada anggota PPHP yang memeriksa atau datang ke lokasi tersebut. Apakah dibenarkan PPHP dalam kondisi tersebut membuat BAST padahal tidak ada 1 pun anggota PPHP yang tidak ada pada waktu kontrak berakhir di lokasi tersebut?

    Selama ini, ini yang kami masih belum clear Pak soal BAST penunjukan langsung untuk hotel atau jasa lainnya.

    Mohon pencerahannya. Terima kasih banyak Pak.

    1. 1. Tergantung perencanaan PHP nya.. jika PA/KPA tidak menyediakan biaya pendukung maka PPHP hanya memeriksa yang dapat dijangkau saja misal bukti2 laporan dari pelaksana, penyedia dan peserta.
      2. Selama anggota yang lainnya sepakat dan menyetujui satu orang mewakili juga tidak masalah.
      3. PPHP hanya bertanggungjawab terhadap BA PHP jadi kalau tidak pernah memeriksa baik administratif maupun kelapangan tidak ada BA PHP.. persoalan BAST ada itu tanggungjawab PPK, PA dan Penyedia

  18. Ass.. Pak mau nanya.. apakah perlu PPHP membuat BAST-HP utk pengadaan brg lewat e katalog dg nilai dbwh 50jt ? atau ckup tandatangan nota/kwitansi saja? Terimakasih.

  19. pak samsul, ketika barang sudah dikirim sesuai dengan SPK, apakah yang menerima itu PPK atau PPHP? jika diterima oleh PPHP apakah langsung diserahkan oleh PPHP kepada PA/KPA atau diserahkan terlebih dahulu kepada PPK ?

    1. Yang menerima barang tetap PPK karena PPK yang berkontrak atau komitmen. PPHP hanya membantu PA/KPA untuk yakin menerima pekerjaan dari penyedia yang diserahkan ke PPK layak untuk dibayar PA.

  20. pak apakah bendahara barang yang kemudian di tunjuk menjadi panitia pemeriksa bisa menerima honor bendahara barang & honor panitia pemeriksa bersamaan dalam satu DIPA?

    1. Bendahara barang atau disebut penngurus barang tidak dilarang menjadi PPHP, untuk honorarium perhatikan ketentuan bahwa 1 orang tidak boleh mendapatkan honor lebih dari 1 dalam satu kegiatan. Kegiatan ada pada satu lembar DIPA/DPA.

  21. apabila waktu konsultan pengawas sudah berakhir misal bulan september ( kontrak tidak diperpanjang ), karena pekerjaan belum selesai maka Kontrak pekerjaan fisik diperpanjang sampe Desember. Pada waktu PHO bulan Desember apakah Konsultan Pengawas juga harus tanda tanggan 100%nya ( PHO ) ?… terima kasih sebelumnya bapak

    1. Dalam Permenpu 45 2007 disebutkan Konsultan pengawas bertanggungjawab sampai dengan habisnya masa pemeliharaan FHO, jadi kalau terjadi seperti demikian pasti ada yang tidak tepat dalam rancangan kontrak konsultan pengawas dan pelaksanaan fisiknya. Secara aturan setiap pekerjaan harus terus dalam pengawasan hingga FHO baik oleh konsultan ataupun tim teknis PPK.

  22. Bagaimana dengan Perpres 16 Tahun 2018 yang baru ini pak? apakah ada perbedaan mendasar tugas dan kewenangan PPHP dengan Perpres yang terdahulu?

  23. Aslkum wrb..
    Selamat malam.pak samsul ramli…

    Mhn ijin bertanya :
    1.dlm pengadaan barang apa di benarkan apabila
    Pekerjaan blm dilaksanakan. Tapi rekanan sdh
    Diminta tanda tangan pengajuan pembayaran ?

    2.adakah sanksi untuk rekanan yg
    menandatangani dan menerima pembayaran ?
    ( pkerjaan blm dilaksanakan )

    3. apa di perkenankan jika pembayaran di
    Kembalikan lgi ke kas daerah, jika
    Jika diperkenankan bagaimana prosedurnya ?

    4.jika rekanan sdh mengembalikan pembayaran
    100 % , secara hukum apakah rekanan masih di
    Anggap salah ( krn lalai & tdk cermat ) ?

    1. 1. Dibayar tidak boleh diberi uang muka boleh
      2. Yang bertanggungjawab utama yang membayar kemudian baru yang dibayar yaitu mengembalikan dana yang telah dibayar
      3. Bisa melalui setoran kerekening kas daerah
      4. Tentang kesalahan pasti tetap kesalahan.. untuk sanksi hukum harus dilihat wilayah hukum yang terlanggar jika hanya administratif atau perdata bisa diselesaikan secara administratif dan perdata. Jika ditemukan niat jahat maka ada unsur pidana.

  24. Selamat pagi pak, mohon pencerahan. Di dinas kami telah dilakukan bentuk panitia penerima hasil pekerjaan yang anggota nya ada tiga. Keduanya adalah eselon IV. Setelah beberapa waktu katanya bendahara itu tidak boleh. PPHP harus pelaksana. Mohon penjelasan terima kasih

  25. Selamat malam pak,.Saya mau tanya :
    Boleh atau tidak PPK merangkap PPHP dan kedudukan nya di mata hukum. Terimakasih

  26. Slmt pagi Pak Samsul, mohon ijin bertanya dan tanggapannya :
    Apakah dalam Berita Acara Pemeriksaan Hasil Pekerjaan dan Berita Acara Serah Terima Hasil pekerjaan, Penyedia juga ikut bertandatangan, atau Penyedia cukup bertanda tangan di BAST HP. Terima kasih
    Salam…

  27. Selamat malam pak,.Saya mau tanya :
    Boleh atau tidak PPTK merangkap PPHP dan kedudukan nya di mata hukum. Terimakasih

  28. selamat siang bpk,ijin tanya : apakah pokja dapat menjadi PPHP ? kalau tidak apakah ada dasar hukumnya? Terima kasih

  29. Selamat siang Pak, kalau di Pemda biasanya PA bertindak sebagai PPK. Apakah boleh PA menunjuk PPK ? Terus apa fungsi PPTK dalam hal pengadaan barang / jasa ?

  30. Selamat pagi bapak, ijin bertanya : terkait PPHP untuk kontrak pekerjaan yang waktu pelaksanaannya dimulai sebelum berlakunya perpres 16 tahun 2018 dan berakhirnya waktu pelaksanaan setelah perpres dimaksud telah berlaku, apakah PPHP tetap melakukan serah terima pekerjaan atau PPHP hanya Memeriksa Hasil Pekerjaan secara administratif, terima kasih

      1. Selamat malam pak, saya baru diangkat sebagai Ketua PPHP di tempat saya bekerja…saya belum tahu kalau PPHP untuk memeriksa PPK, ini ada di pasal berapa didalam Perpres yg mana pak ? mohon jawabannya, Terima kasih sebelumnya.

        1. Baca artikel terbaru saya ttg PPHP.. PPHP itu kedudukannya sama dengan PPK maka dari itu PA memerintahkan PPHP memeriksa pekerjaan PPK.. PPHP tidak punya wewenang memeriksa penyedia karena PPHP tidak bertandatangan kontrak.. kalaupun PPHP memerintahkan perbaikan pasti melalui PPK. baca lagi baik2 artikel saya disitu jelas pasalnya

  31. Selamat siang pak Samsul mohon pencerahan terkait jumlah pengadaan yang dibawah 200 juta dalam hal ini hanya kontrak hotel dan pengadaan e catalog. Pertanyaannya berapa orangkah idealnya penerima barang?. Karena ditempat kami selalu dibuatkan SK Panitia Penerimaan Barang/jasa yang terdiri dari 3 orang. Terima Kasih

  32. Aslmkm. Mas Samsul. Sedikit permintaan wawasan, adakah peraturan mengijinkan KPA (bukan PPK) menjabat Kepala penerima hasil pekerjaan dengan mengingat KPA adalah user/ owner sebenarnya atas Barang Milik Negara pada sebuah satuan kerja.

  33. pencerahan yg bagus.. apakah diperbolehkan pembayaran dalam bentuk kitansi atau nota untuk pembayaran biaya pemeliharaan dibawah 100 juta dalam bulan yg sama untuk satu rekanan

  34. lmt pagi Pak Samsul, mohon ijin bertanya dan tanggapannya :
    Apakah dalam Berita Acara Pemeriksaan Hasil Pekerjaan TIDAK BOLEH TANGGAL HARI LIBUR
    Salam…

  35. mohon ijin bertanya pak untuk PjPHP/PPHP bentukan KPA kan honornya sudah tertuang di SBU, bagaimana dengan PPHP bentukan PPK pemberian honor dasarnya darimana Pak, terima kasih

  36. Ijin pencerahan pak Samsul..
    Apakah kegiatan yang dilaksanakan di luar daerah asal PPK dan tidak dihadiri oleh PPK, BAST nya tetap ditandatangani oleh PPK.

  37. Mau tanya pak, untuk pemeriksaan administrasi hasil pekerjaan apakah tidak mengapa jika dilakukan setelah masa kontrak berakhir ?

  38. izin bertanya Pak.
    Pekerjaan sudah selesai 100% sebelum batas akhir (120 hari) masa pelaksanaan pekerjaan,
    sedangkan masa pelaksanaan pekerjaan masih tersisi 20 hari lagi, apakah boleh PPK mengajukan SPP untuk pembayaran termin akhir sebelum masa pelaksanaan pekerjaan selesai ?

  39. Pekerjaan sudah selesai 100% sebelum batas akhir (120 hari) masa pelaksanaan pekerjaan,
    sedangkan masa pelaksanaan pekerjaan masih sisa 20 hari lagi, apakah boleh PPK mengajukan SPP untuk pembayaran termin akhir sebelum masa pelaksanaan pekerjaan selesai ?

  40. selamat pagi pak samsul
    ijin bertanya..apakah saya selaku tim teknis yang ditunjuk dalam pengadaan barang dan jasa dari instansi tertentu, bila mengambi borongan pekerjaan jasa instalasi atau apa saja dari penyedia barang yang menang..dapat dibenarkan atau melanggar hukum

  41. selamat malam pak …
    masalahnya: ada pengadaan barang jasa dimana
    barang dudah masuk, pphp memeriksa dan
    ternyata kelengkapan yang harus dipenuhi
    tidak ada. kejadian diakhir tahun mau tutup anggaran.
    pphp mau menolak pengadaan barang yg dari penyedia,
    tetapi PA/PPK memaksa untuk menerima, dan menyatakan
    syarat2 yg diminta akan diberikan oleh penyedia, seperti kartu garansi dll, dan penyedia membuat pernyataan utk itu yg diketahui oleh PA.
    sehingga pencairan dana dilakukan, barang tsb juga sudah dipasang ditempat yg ditentukan dan bagus sampai sekarang.
    mohon jawaban pak… mengenai ini…
    ini bgmam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.