Jaminan Pelaksanaan Gagal Cair

    Ini sangat sering terjadi dalam pengadaan barang/jasa. Kelalaian yang menyebabkan kegagalan pencairan jaminan. Salah satu yang sering ditanyakan adalah gagalnya pencairan jaminan pelaksanaan. Artikel ini secara similar, simpulannya berlaku untuk semua jaminan dalam pengadaan barang/jasa. Hanya saja agar lebih aplikatif akan fokus pada jaminan pelaksanaan.

    Pada Perpres 54/2010 dan seluruh perubahannya tentang jaminan pelaksanaan dibahas dalam beberapa pasal diantaranya adalah:

Pasal 70

  1. Jaminan Pelaksanaan diminta PPK kepada Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi untuk Kontrak bernilai di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
  2. Jaminan Pelaksanaan tidak diperlukan dalam hal:
    1. Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang dilaksanakan dengan metode Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung Untuk Penanganan Darurat, Kontes, atau Sayembara;
    2. Pengadaan Jasa Lainnya, dimana aset Penyedia sudah dikuasai oleh Pengguna; atau
    3. Pengadaan Barang/Jasa dalam Katalog Elektronik melalui E-Purchasing.
  3. Jaminan Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan setelah diterbitkannya SPPBJ dan sebelum penan datanganan Kontrak Pengadaan Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya.
  4. Besaran nilai Jaminan Pelaksanaan adalah sebagai berikut:
    1. untuk nilai penawaran terkoreksi antara 80% (delapan puluh perseratus) sampai dengan 100% (seratus perseratus) dari nilai total HPS, Jaminan Pelaksanaan adalah sebesar 5% (lima perseratus) dari nilai Kontrak; atau
    2. untuk nilai penawaran terkoreksi dibawah 80% (delapan puluh perseratus) dari nilai total HPS, besarnya Jaminan Pelaksanaan 5% (lima perseratus) dari nilai total HPS.
  5. Jaminan Pelaksanaan berlaku sejak tanggal Kontrak sampai serah terima Barang/Jasa Lainnya atau serah terima pertama Pekerjaan Konstruksi.
  6. Jaminan Pelaksanaan dikembalikan setelah:
    1. penyerahan Barang/Jasa Lainnya dan Sertifikat Garansi; atau
    2. penyerahan Jaminan Pemeliharaan sebesar 5% (lima perseratus) dari nilai Kontrak khusus bagi Penyedia Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya.

Pasal 86 ayat (3) Para pihak menandatangani Kontrak setelah Penyedia Barang/Jasa menyerahkan Jaminan Pelaksanaan

Pasal 93 ayat (2) Dalam hal pemutusan Kontrak dilakukan karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa:

  1. Jaminan Pelaksanaan dicairkan;
  2. sisa Uang Muka harus dilunasi oleh Penyedia Barang/Jasa atau Jaminan Uang Muka dicairkan;
  3. Penyedia Barang/Jasa membayar denda keterlambatan; dan
  4. Penyedia Barang/Jasa dimasukkan dalam Daftar Hitam.

Dari ketiga pasal tersebut di atas setidaknya jelas bahwa Jaminan Pelaksanaan berfungsi sebagai bagian dari risk management terkait pengendalian pelaksanaan pekerjaan. Dalam manajemen kinerja penyedia, ada dua aspek utama yang harus diperhatikan yaitu aspek motivasi dan aspek kapabilitas. Tingginya motivasi penyedia bisa saja berbanding terbalik dengan kapabilitas yang dimiliki. Umumnya, meski tidak semua, penyedia yang terlihat bermotivasi tinggi cenderung memiliki kapabilitas yang kurang memadai. Sebaliknya penyedia yang mempunyai kapabilitas tinggi, cenderung memiliki motivasi yang rendah untuk terlibat dalam project pemerintah dengan berbagai alasan.

    Disinilah fungsi utama jaminan pelaksanaan, yaitu salah satu upaya menjamin kinerja penyedia pada aspek motivasi menyelesaikan pekerjaan sesuai ketentuan kontrak. Jika tidak sanksinya membayar sebesar nilai jaminan.

    Kewajiban pelaksanaan pekerjaan hingga selesai dan bisa diterima hasilnya adalah kewajiban atas peristiwa/kejadian yang telah tertuang dalam dokumen kontrak. Kewajiban pelaksanaan pekerjaan dilindungi dengan jaminan yang bersifat assurance.

Dalam jaminan yang bersifat assurance terdapat 2 hal pokok yaitu kewajiban dan jaminan. Hal ini sebagaimana dituangkan dalam Perpres 54/2010 mengatur Jaminan Pengadaan Barang/Jasa pada Pasal 67 ayat 1 bahwa Penyedia Barang/Jasa menyerahkan Jaminan kepada Pengguna Barang/Jasa untuk memenuhi kewajiban sebagaimana dipersyaratkan dalam Dokumen Pengadaan/ Kontrak Pengadaan Barang/Jasa.

Kewajiban dan Jaminan adalah bagian tersendiri yang dihubungkan oleh sebuah kesepakatan sebagaimana tertuang dalam perikatan, dalam hal ini dapat berbentuk sertifikat, garansi atau retensi.

Sehubungan dengan jaminan pelaksanaan maka kewajiban pokok yang dijamin adalah kewajiban penyedia menyelesaikan pekerjaan dalam ruang lingkup masa pelaksanaan. Untuk Pekerjaan Konstruksi penjelasan Perpres 54/2010, sebagaimana diubah dengan Perpres 4/2015, pasal 93 ayat 1a menyebutkan bahwa masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan untuk Pekerjaan Konstruksi disebut juga Provisional Hand Over (PHO). Artinya masa pelaksanaan yang dijamin sejak surat perintah melaksanakan pekerjaan hingga PHO. Poinnya kewajiban pokok adalah kewajiban pelaksanaan pekerjaan.

Besaran nilai jaminan bagi kewajiban pelaksanaan pekerjaan diatur Perpres 54/2010 adalah sebesar 5% (lima perseratus) dari nilai Kontrak atau 5% (lima perseratus) dari nilai total HPS untuk untuk nilai penawaran terkoreksi dibawah 80% (delapan puluh perseratus) dari nilai total HPS.


Nilai Jaminan atau Jaminan Pencairan Nilai Jaminan

    Besaran nilai jaminan 5% dari kontrak/HPS ini jelas berbentuk nilai
uang yang harus dibayarkan jika janji (motivasi) melaksanakan pekerjaan tidak dapat dipenuhi. Untuk itu perlu dipertegas bahwa ada dua kewajiban yang dibebankan kepada penyedia. Beban kewajiban menyelesaikan pekerjaan (kapabilitas) dan beban kewajiban untuk tepat janji (motivasi) untuk menyelesaikan pekerjaan.

Bentuk jaminan bisa berupa retensi, garansi bank (bank guarantee) maupun sertifikat jaminan (surety bond). Sedikit mengulang terkait definisi masing-masing bentuk jaminan :

  1. Retensi adalah bentuk jaminan berupa uang baik mekanisme setor atau penahanan pembayaran prestasi pekerjaan. Kalau dilihat dari sisi likuiditas-nya retensi jauh lebih mudah dicairkan.
  2. Garansi adalah jaminan berbentuk sertifikat garansi dari Bank (bank guarantee). Untuk mendapatkan garansi bank ini penyedia harus menyerahkan collateral atau agunan baik aset atau tabungan sebesar minimal sama dengan nilai jaminan. Dari sisi liquiditas,
    bank guarantee, lebih
    masih sangat liquid karena bank pada dasarnya tidak memiliki banyak risiko mengingat adanya collateral aset atau cash money dalam bentuk tabungan penyedia.
  3. Surety Bond adalah sertifikat jaminan yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi atau lembaga penerbit jaminan yang mempunyai ijin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menerbitkan surety bond. Disisi liquiditas, dalam benak sebagian pelaku pengadaan barang/jasa, untuk melakukan klaim terhadap jaminan berbentuk surety bond harus melalui jalan yang panjang. Klausul unconditional 14 hari sejak penagihan kerap terlampaui.

Surat Jaminan bisa berbentuk sertifikat garansi bank atau sertifikat jaminan. Surety bond menurut buku Surety Underwriting Manual  (Luther E. Mackall)  adalah jaminan terhadap orang kepada orang yang lain yang berhubungan dengan kewajiban salah satu orang dari kedua orang tersebut. Surat jaminan pelaksanaan (Performance Bond) bertujuan menjamin agar penyedia tidak ingkar janji membayar nilai jaminan pelaksanaan, jika peristiwa wanprestasi benar-benar terjadi.

Perpres 54/2010 pasal 1 angka 35 menyebutkan bahwa Surat Jaminan yang selanjutnya disebut Jaminan, adalah jaminan tertulis yang bersifat mudah dicairkan dan tidak bersyarat (unconditional), yang dikeluarkan oleh Bank Umum/ Perusahaan Penjaminan/ Perusahaan Asuransi yang diserahkan oleh Penyedia Barang/Jasa kepada PPK/Kelompok Kerja ULP untuk menjamin terpenuhinya kewajiban Penyedia Barang/Jasa.

Definisi Perpres tegas bahwa surat jaminan bukanlah pengganti kewajiban jaminan pelaksanaan tetapi memastikan risiko gagal cair/tagih jaminan pelaksanaan tidak terjadi. Untuk itulah konten surat jaminan hanya berisi tentang pencairan nilai jaminan bukan tentang penghapusan kewajiban jaminan.

Jaminan Gagal Cair Kelalaian PPK

Sebelum menjawab pertanyaan tentang dampak gagal cairnya surat jaminan pelaksanaan. Ada baiknya dibahas penyebab gagalnya pencairan jaminan. Gagal cairnya surat jaminan satu tanda bahwa PPK telah melakukan kelalaian administratif. Kelalaian administratif yang mengakibatkan gagal cairnya jaminan, setidaknya ada 2 jenis :

  1. Kelalaian dalam melakukan klarifikasi dan verifikasi kepada penerbit jaminan; atau
  2. Kelalaian karena tidak terpenuhinya syarat untuk mencairkan surat jaminan pelaksanaan.

Kelalaian melakukan klarifikasi dan verifikasi kepada penerbit jaminan kerap menimbulkan masalah saat pencairan. Klausul utama tentang syarat jaminan pengadaan barang/jasa bersifat mudah dicairkan dan tidak bersyarat (unconditional) harus dipastikan keabsahan dan tata caranya.

    PPK sebelum tandatangan kontrak wajib mengklarifikasi dan memverifikasi kepada penerbit, hal-hal berikut sesuai yang tercantum dalam Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) yaitu :

  1. Apakah masa berlaku Jaminan Pelaksanaan telah sesuai sejak tanggal penandatanganan Kontrak sampai dengan serah terima pertama pekerjaan berdasarkan Kontrak (PHO) sebagaimana tercantum dalam LDP?
  2. Apakah nama penyedia sama dengan nama yang tercantum dalam surat Jaminan Pelaksanaan?
  3. Apakah betul besaran nilai Jaminan Pelaksanaan tidak kurang dari nilai jaminan yang ditetapkan?
  4. Apakah besaran nilai Jaminan Pelaksanaan telah sesuai dicantumkan dalam angka dan huruf?
  5. Apakah nama PPK yang menerima Jaminan Pelaksanaan sama dengan nama PPK yang menandatangani kontrak?
  6. Apakah paket pekerjaan yang dijamin sama dengan paket pekerjaan yang tercantum dalam SPPBJ?
  7. Apakah Jaminan Pelaksanaan benar dapat dicairkan tanpa syarat (unconditional) sebesar nilai jaminan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah surat pernyataan wanprestasi dari PPK diterima oleh penerbit Jaminan?
  8. Apakah tata cara pencairan jaminan tidak terdapat syarat-syarat lain selain surat pernyataan wanprestasi dari PPK dan Surat Jaminan Asli sebagaimana disepakati dalam SSUK?
  9. Apakah surat jaminan telah memuat nama, alamat dan tanda tangan pihak penjamin?

Apabila hal-hal tersebut di atas telah diklarifikasi dan diverifikasi secara tertulis kepada penerbit jaminan, jika terjadi penolakan pencairan jaminan, dapat dipastikan penerbit jaminan telah melakukan wanprestasi. Atas hal ini penerbit jaminan dapat digugat secara perdata dan dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan LKPP-RI untuk dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Kelalaian karena tidak terpenuhinya syarat untuk mencairkan surat jaminan pelaksanaan adalah kelalaian administratif murni dari PPK. Baik karena ketidaktahuan, berlarut-larutnya penyelesaian masalah kontrak dan hal-hal lainnya. Intinya jaminan gagal dicairkan karena tidak terpenuhinya syarat pencairan sebagaimana tertuang dalam surat jaminan. Yang banyak terjadi adalah karena terlewatinya masa laku jaminan dan masa laku pencairan jaminan.

Kelalaian PPK dalam mencairkan jaminan pelaksanaan adalah kesalahan administratif yang harus dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur Undang-Undang 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan/atau Undang-Undang 5/2014 tentang ASN.

Apakah selesai hanya sampai disitu? Tentu saja tidak. Gagalnya pencairan jaminan, baik karena kelalaian PPK maupun wanprestasinya pihak penerbit jaminan adalah peristiwa perdata, yang harusnya diselesaikan secara perdata pula.

Gagal cairnya surat jaminan tidak lantas menghilangkan kewajiban penyedia untuk menjamin pelaksanaan pekerjaan. Untuk itu harus dibedakan antara gagal cairnya surat jaminan pelaksanaan dengan gagal cairnya jaminan pelaksanaan.

PPK tidak boleh berhenti berupaya untuk melakukan penagihan kewajiban penyedia tentang jaminan pelaksanaan. Kontrak mengamanatkan sanksi pencairan jaminan pelaksanaan, bukan pencairan surat jaminan pelaksanaan. Jika surat jaminan pelaksanaan berhasil dicairkan maka gugurlah kewajiban jaminan pelaksanaan penyedia. Jika terjadi kegagalan pencairan surat jaminan pelaksanaan maka kewajiban jaminan pelaksanaan tetap menjadi tanggungan penyedia.

Langkah-langkah pra sengketa dapat dilakukan dengan skema pembayaran yang memperhitungkan kewajiban jaminan pelaksanaan jika telah ditemukan tanda-tanda kehilangan motivasi dan/atau kapabilitas dalam menyelesaikan pekerjaan. Misal pada tahapan Show Cause Meeting (SCM), jika
penyedia mulai bermasalah, disepakati penahanan pembayaran sebesar nilai jaminan.

Langkah-langkah post sengketa PPK harus melakukan tahapan-tahapan penyelesaian sengketa sebagaimana tertuang dalam SSUK/SSKK. Penyelesaian perselisihan atau sengketa antara para pihak dalam Kontrak dapat dilakukan melalui musyawarah, arbitrase, mediasi, konsiliasi atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selama langkah-langkah ini dilakukan dan proses penyelesaian perdata belum final, mestinya sanksi kepada PPK adalah sanksi administrasi saja. Jika belum/tidak terbukti PPK sengaja tidak mencairkan jaminan pelaksanaan, sehingga menguntungkan diri sendiri atau orang lain, mempidanakan PPK adalah tindakan berlebihan.

Dari runtutan pembahasan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan untuk menjawab peristiwa gagalnya pencairan jaminan :

  1. Jaminan pelaksanaan adalah kewajiban penyedia untuk menepati janji melaksanakan pekerjaan sampai selesai dan diserahterimakan sesuai ketentuan kontrak.
  2. Nilai jaminan pelaksanaan adalah besaran nilai uang sebesar persentase tertentu sebagaimana tertuang dalam kontrak (5% dari kontrak/HPS).
  3. Surat Jaminan Pelaksanaan adalah jaminan atas kewajiban penyedia untuk membayar nilai jaminan pelaksanaan jika kewajiban pelaksanaan pekerjaan tidak dapat dipenuhi.
  4. Surat Jaminan Pelaksanaan bukan pengganti kewajiban Jaminan Pelaksanaan oleh penyedia, tetapi hanya pengalihan risiko penagihan dan pencairan nilai jaminan pelaksanaan kepada perusahaan penjamin.
  5. Kegagalan pencairan surat jaminan pelaksanaan adalah kelalaian administratif PPK dalam menjalankan kewajibannya, untuk itu PPK dikenakan sanksi administratif sesuai peraturan perundang-undangan terkait.
  6. Jika terjadi peristiwa kegagalan pencairan surat jaminan pelaksanaan, meski telah dikenakan sanksi administratif PPK tetap wajib melakukan penyelesaian sengketa kontrak secara perdata.

Demikian hasil pemikiran tentang gagalnya pencairan jaminan semoga melahirkan diskusi konstruktif lebih lanjut demi terwujudnya pengadaan barang/jasa yang mensejahterakan bangsa. Aamiin.

43 thoughts on “Jaminan Pelaksanaan Gagal Cair”

  1. “Sebaliknya penyedia yang mempunyai kapabilitas tinggi, cenderung memiliki motivasi yang rendah untuk terlibat dalam project pemerintah dengan berbagai alasan”….
    Betul sekali!!!

  2. Selamat pagi pak samsul. Mhon ptunjuk ats mslh yg sedang sy hdapi dlm pek konstrksi thun anggran 2017. Pek tsb telah di PHK dgn persentase fisik 72.01 %.. disisi lain pencairan keuagan ats pek dimksd baru sekali di lakukan dgn nilai 34.35%. PPK katakan bhw sisa uang yg mnjdi hak sy senilai 37.66 %, dan akan di cairkan pd nov tahun 2018 ini.
    1. Mnurut PPK bhw dari sisa prestasi yg akan di cairkan tsb akan di potong lg utk pmbayaran jaminan pelaksanaan.. bukankah ini menjadi tanggung jwb asuransi?
    2. Terkait dgn pemalsuan dok addendum apakh dpt sy proses secara hukum?
    3. Bgmna pndpat bpk terkait dgn konsistensi aturan krn perusahaan sy stelah di PHK tp msi bisa mengikuti tender dan memenangkanx pd tahun anggran 2018 ini. Terima kasih pak

    1. 1. Jika ada pemotongan jamlak maka sertifikat jamiman otomatis tidak dicairkan dan kembali ke penyedia jadi substansinya sama saja..
      2. Dapat digugat perdata dan pelaporan pidana jika terbukti pemalsuan..
      3. Selama belum ditetapkan Blacklist tentu tetap memiliki hak meski PPK paket yang kemudian bisa saja menolak karena ada potensi di Blacklist.. justru penyedia yang diputus kontrak berpotensi rugi besar jika tidak jelas status blacklistnya, ditengah pekerjaan bahkan jika pekerjaan sudah selesai apabila kemudian baru ditetapkan Blacklist akan digugat pengembalian keuntungan.

  3. selamat pagi pak samsul, mohon bantuannya atas masalah yang saya hadapi pak,
    kemarin perusahaan kami telah selesai mengerjakan suatu proyek dengan lancar,
    kami akan melalukan pencairan jaminan pelaksanaan berupa bank garansi terkendala masalah pak, yaitu surat jaminan pelaksanaannya hilang, apakah masih bisa dicairkan ya pak?
    Terimakasih…

    1. Kalau Jamlak habis masa berlaku otomatis akan kembali ke rekening penyedia harusnya.. apalagi telah ada BASTAkhir.. Untuk itu silakan hubungi penerbit jaminan untuk mengklarifikasi hal tersebut

  4. Mohon pencerahan. Ada Kasus Paket A sudah bertanda tangan kontrak dengan PPK A ( PPK berdasarkan SK tahun 2017) kemudian setelah tanda tangan kontrak munculah SK baru 2018 pada paket A dan PPK nya adalah PPK B (nama orang PPK dan nama Jabatan PPK berganti). Maka dilakukanlah addendum kontrak perubahan nama PPK A ke PPK B (nama orang dan nama jabatannya berganti). Pertanyaan saya apa perlu dilakukan perubahan terhadap jaminan uang muka dan jaminan pelaksanaan? Kalau seumpama tidak, bagaimana pencairan jaminan pelaksanaan tersebut pada saat terjadi wanprestasi padahal disyaratkan disana nama PPK harus sama dengan yg bertandatangan kontrak. Padahal yang bertanda tangan kontrak sudah di addedndum

    1. Sebelum dilakukan perubahan juga harus dilakukan klarifikasi terhadap penerbit jaminan tentang kepastian peruabahan itu apakah akan berdampak pada pencairan. Jika berdampak maka dilakukan perubahan terhadap jaminan juga.

  5. Slamat pagi pak Samsul.Perusahaan kami mengalami kegagalan plksanaan pekerjaan.tdk mencapai 100 %.PPK.bersurat ke Pihak Asuransi untuk mengklaim sejumlah jaminan pelaksanaan yg di keluarkan oleh Pihak Asuransi.
    Pihak Asuransi juga mengklaim Perusahaan kami agar melakukan setoran kembali.
    Pertanyaan apakah kita harus membayar…
    Apakah pihak kmi bisa mencicil pembayaran jaminan tsbt.ke pihak asuransi.
    Terima Kasih

  6. Selamat sore pak Samsul…kalau untuk BUMN apakah syarat adanya jaminan pelaksanaan kontrak itu HARUS?? Aturan internal Kami mengacu kepada peraturan Pengadaan Branag dan Jasa utk BUMN (Per 08 MBU/12/2019) dan juga Perpres pengadaan barang dan Jasa. Untuk pemasok dalam negeri kami tidak kesulitan tetapi pemasok Luar negeri kami mengalami kendala. Kami banyak menggunakan vendor dari luar negeri pak.

    1. Jaminan pelaksanaan adalah mitigasi risiko atas pelaksanaan pekerjaan, jadi bukan hanya tentang peraturan wajib atau tidak.. pelaksanaan pekerjaan sangat mungkin tidak selesai..dalam rangka itulah diperlukan jaminan pelaksanaan.. tentang bentuk jaminan dapat disesuaikan dengan praktik bisnis dilingkungan penyedia dan bisa diakses dan dikendalikan oleh pengguna..

  7. didalam kontrak tidak diatur mekanisme pencairan jaminan uang muka, hanya ada di tata cara pembayaran uang muka saja, yaitu vendor menyerahkan jaminan uang, beserta rencana alokasi uang muka dan bukti PO material untuk pengadaan barang dgn uang muka…baru pengguna barang dan jasa membayar uang muka tersebut..disaat terjadi pemutusan kontrak…apakah bisa pengguna barang dan jasa tersebut mencairkan jaminan uang muka itu secara penuh…
    lalu bagaimana perlakukan material / barang yg sudah di PO kan dgn uang muka tersebut…menjadi milik vendor apa PLN ? (dengan catatan, mekanisme kondisi tersebut tidak diatur dalam kontrak)

    terima kasih

    1. Pencairan Uang Muka tertuang dalam SSUK, SSKK dan Sertifikat Jaminan itu sendiri. Sehingga pengguna tidak dapat serta merta sesuka hati mencairkan tanpa ada triger yang diperbolehkan dalam kontrak.

      1. di SSUK dan SSKK tidak ada mekanisme tatacara mencairkan jaminan uang muka Pak…
        tetapi hanya ada di klausul dari jaminan uang muka sendiri bahwa bisa dicairkan jika penyedia barang dan jasa itu tidak melakukan kewajiban dan tanggungjawabnya…serta penyedia menolak untuk membayar cicilan pembayaran uang muka kepada pengguna…

        nah..perihal pembayaran uang muka dari pengguna itu syarat yg harus diserahkan oleh penyedia berupa rencana alokasi penggunaan uang muka serta bukti PO pengadaan material dari uang muka tersebut….nah dari situ kn sebenarnya penyedia sudah melakukan kewajibannya yaitu melampirkan bukti PO dan rencana alokasi penggunaan uang muka kepada pengguna…(ato kewajiban dan ttanggung jawab penyedia ini merupakan kewajiban dalam penyelesaian pekerjaan yah?)
        terus…syarat agar bisa dicairkan adalah penyedia menolak untuk pembayaran cicilan uang muka kepada pengguna…ini kan harus ada bukti tertulis gitu yah dari penyedia bahwa penyedia menolak untuk pembayaran itu…jika tdk ada bukti tertulis..maka tidak bisa dicairkan jaminan uang muka tsb

        apakah seperti itu yh pak pengertiannya….mhn arahannya pak..

        terima kasih sebelumnya

        1. Jika tidak memenuhi klausula kontrak misal terhadap tagihan atas cicilan uang muka yang belum dibayarkan atau terjadi kelebihan pembayaran dll, pada setiap termin pekerjaan penyedia tidak menyampaikan bukti transfer ke kas daerah maka ini sudah merupakan bukti penolakan. Dalam setiap tahapan pembayaran selalu ada Rapat pengukuran bersama termasuk pengukuran pembayaran. Ini disepakati dalam tata cara manajemen pelaksanaan pekerjaan yang dituangkan dalam berita acara menjadi bagian dari kontrak.

          1. bagaimana jika kondisinya uang muka sudah dibayar oleh pengguna barang jasa, dan uang muka tersebut sudah dipakai oleh penyedia untuk melakukan pemesanan barang…ditengah jalan…kontrak kerjanya diputus dikarenakan adanya wanprestasi dari penyedia….pertanyaanya, apakah masih ada kewajiban dari penyedia untuk melunasi uang muka yang sudah dibayarkan oleh pengguna?
            lalu…bagaimana status barang yang sudah dipesan oleh penyedia, apakah menjadi milik pengguna secara utuh…ato itu masih menjadi hak milik penyedia?
            karena kondisi kepemilikan barang tersebut tidak diatur dalam ketentuan kontrak….

          2. Uang muka ada modal kerja bukan pembayaran. Kalau pembayaran itu bekerja dulu baru dibayar. Sedang uang muka adalah modal sebelum bekerja. karena hasil pekerjaan tidak diterima maka modal kerja wajib dikembalikan. Adapun penyedia telah membeli kepihak lain itu adalah tanggungjawab penyedia dengan pihak lain. Itulah kenapa jika diberikan uang muka wajib ada jaminan.

            Jika barjas tidak bisa diterima berarti Pengguna tidak boleh menggunakan karena milik penyedia. Kalau dimanfaatkan berarti harus ada serah terima dan pembayaran dari pengguna. Sebenarnya sudah jelas dalam kontrak jika tidak dapat diterima maka milik penyedia, jika diterima maka milik pengguna.

  8. Mohon ijin bertanya pak..apakah Jaminan pelaksanaan dapat diperpanjang tambah 50 hari sejak berakhirnya kontrak (pemberian waktu kesempatan penyelesaian keterlambatan pekerjaan)?

  9. Mau bertanya pak, bagaimana bila yg bertanada tgn dikotrak adalah seseorang yg mendapatkan surat kuasa khusus, dan dimana surat kuasa berlaku beberapa hari setelah masa kontrak, apakh kontrak tetap sah untuk nama yang dikuasakan tersebut ?

  10. Mhn pencerahan, bila kontrak berlaku dr tgl 1 januari 2022 sampe tgl 1 agustus 2022, yang bertanda tgn adalah sesoerang yg berdasarkan surat kuasa khusus yang masa berlaku dlm akta pengangkatanya sebagai kuasa perusahaan dr 5 februari 2020 sampe 5 februari 2022, apakah kontrak yg ditanda tgn diatas tetap sah pak? Kemudian resiko biaya penganti jaminan bila syah dikenakan kepada siapa pada kontrak diatas secara hukum, apa yang diberi kuasa atau pemberi kuasa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.