(Diskusi tentang Permen PU 14/2014 versus Permen PU 8/2011)
Beberapa hari ini disibukkan dengan pertanyaan tentang kualifikasi usaha jasa konstruksi. Diantaranya tentang kualifikasi usaha jasa konsultan dan boleh tidaknya kualifikasi usaha kecil menjadi penyedia pada paket usaha diatas 2,5 milyar.
Terus terang mengingat pengetahuan teknis konstruksi saya yang terbatas maka menggali referensi adalah jalan terbaik untuk mencoba mencarikan bahan pertimbangan tema-teman dalam memutuskan solusi.
Dari sekian banyak file yang ada dalam pustaka pengadaan saya akhirnya saya temukan folder kiriman dari salah seorang teman, Mba Posmaria dan juga pak Khalid Mustafa, terkait Permen PU 07/2011 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi sebagaimana telah diubah dengan Permen PU 14/2014 . Salah satu materi paparan dapat diunduh disini.
Pertama untuk menjawab tentang batasan paket usaha untuk konsultan konstruksi. Hal ini saya pertegas agar tidak tercampur dengan batasan paket usaha untuk non konstruksi. Sejauh yang saya pahami ruang lingkup Jasa Konstruksi dalam Undang-Undang No 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi adalah Layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi. Dimana Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. Sehingga nantinya ada konsultan jasa konstruksi dan konsultan non konstruksi.
Dalam Permen PU 14/2014 terkait pedoman evaluasi jasa konstruksi disebutkan bahwa Nilai paket pekerjaan sampai dengan Rp. 750.000.000,- diperuntukkan bagi usaha mikro, usaha kecil dan koperasi kecil kecuali untuk pekerjaan jasa konsultansi yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh usaha mikro, usaha kecil dan koperasi kecil.
Hal ini dalam Perpres 54/2010 tidak diatur secara tegas sehingga dapat disimpulkan bahwa Permen PU 14/2014 adalah aturan khusus untuk jasa konstruksi. Dengan demikian kini telah ditegaskan bahwa untuk paket usaha jasa konsultan s/d Rp. 750.000.000,- diperuntukkan bagi kualifikasi usaha kecil.
Bagaimana kriteria usaha kecil dalam jasa konstruksi maka kita masuk kepada Permen PU 8/2011 tentang Pembagian Subklasifikasi dan Subkualifikasi Usaha Jasa Konstruksi. Disini Jasa konsultansi dibagi atas sub kualifikasi P, K1, K2, M1, M2, dan B.
Definisi usaha mikro dan usaha kecil dalam PermenPU 8/2011 adalah K1 dan K2. Sehingga kalau kita lihat pada tabel batasan kekayaan bersih usaha kecil adalah s/d 100juta. K1 maksimal 50 juta dan K2 maksimal 100 juta. Untuk syarat-syarat lain dapat dilihat pada tabel Sub Kualifikasi Jasa Konsultan Permen PU 8/2011.
Dengan demikian untuk paket usaha/pekerjaan konsultansi sampai dengan Rp. 750.000.000,- diperuntukkan bagi kualifikasi usaha P, K1 dan K2 kecuali untuk pekerjaan jasa konsultansi yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh kualifikasi usaha P, K1 dan K2.
Demikian juga ketika kita membahas untuk pekerjaan konstruksi. Permen PU 14/2014 tidak mengatur secara khusus karena secara tegas Perpres 54/2010 telah dengan sangat tegas menentukan batasan paket usaha kecil. Batasan tersebut tertuang salah satunya dalam Perpres 54/2010 sebagaimana diubah dengan perpres 70/2012 pasal 100 ayat 3 bahwa Nilai paket pekerjaan Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya sampai dengan Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah), diperuntukan bagi Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil.
Jika kita sinkronisasi dengan tabel Permen PU 8/2011 untuk pekerjaan konstruksi Nilai paket pekerjaan Pekerjaan Konstruksi sampai dengan Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah), diperuntukan bagi kualifikasi usaha P,K1,K2 dan K3, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh kualifikasi usaha P,K1,K2 dan K3.
Setidaknya jawaban tentang paket usaha kecil dan kualifikasi usaha kecil pekerjaan konstruksi telah terjawab.
Pertanyaan selanjutnya adalah pertanyaan tentang boleh tidaknya kualifikasi usaha kecil menjadi penyedia pada paket usaha non kecil?
Paket usaha non kecil konstruksi definisinya sebenarnya sudah jelas dalam uraian diatas yaitu untuk konsultansi adalah paket yang nilainya diatas 750.000.000,- atau pekerjaan jasa konsultansi yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh kualifikasi usaha P, K1 dan K2. Sedangkan untuk pelaksana konstruksi adalah paket yang nilainya diatas Rp2.500.000.000,00 atau paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh kualifikasi usaha P,K1,K2 dan K3.
Dengan sangat tegas saya berkesimpulan bahwa kebijakan pengadaan sudah tegas dalam Perpres 54/2010, yaitu keberpihakan pada Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil. Sehingga tidak ada proteksi bagi paket usaha non kecil.
Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil tidak boleh dibatasi secara administratif mengerjakan paket usaha dengan nilai berapapun selama mereka mampu. Dalam bahasa peraturan disebutkan selama kompetensi teknis dapat dipenuhi.
Lagi pula kapan lagi Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil dapat berkembang dan bertumbuh menjadi besar kalau ruang gerak dibatasi.
Yang kerap dijadikan pertanyaan kritis adalah tabel Permen PU 8/2011 dimana dalam tabel terdapat kolom seperti berikut :
Kolom Kemampuan melaksanakan pekerjaan dan batasan nilai satu pekerjaan diterjemahkan sebagai batasan nilai paket usaha/paket pekerjaan. Hal inilah yang menjadi dilematis ketika berhadapan dengan kesimpulan sebelumnya.
Sebenarnya jika kita cermati dengan baik Permen PU 07/2011 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi sebagaimana telah diubah dengan Permen PU 14/2014 dan Permen PU 8/2011 mengatur dua hal yang berbeda.
Permen PU 14/2014 mengatur tentang paket usaha/paket pekerjaan artinya penetapan pada saat persiapan pemilihan. Sedangkan Permen PU 8/2011 mengatur tentang sub klasifikasi dan sub kualifikasi penyedia dari sisi pelaksana pemilihan. Sehingga dapat dipahami bahwa Kolom Kemampuan melaksanakan pekerjaan dan batasan nilai satu pekerjaan adalah panduan untuk menilai kompetensi penyedia apakah benar dapat menjadi penyedia untuk paket pekerjaan.
Ilustrasinya untuk paket non kecil pelaksanaan konstruksi diatas 2,5 milyar tidak dibatasi untuk usaha kecil (Permen PU 14/2014). Namun demikian ketika usaha kecil menyampaikan dokumen kualifikasi dan penawaran maka dalam menilai kualifikasi usaha kecil harus mampu menunjukkan bahwa dia mampu melaksanakan paket pekerjaan diatas 2,5 Milyar. Indikatornya adalah KD (Kemampuan Dasar). Ketika unsur KD terpenuhi maka kriteria dalam kolom kemampuan tabel permen PU 8/2011 juga pasti terpenuhi. Sehingga ketentuannya tetap bahwa tidak ada batasan Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil mengerjakan paket usaha dengan nilai berapapun selama mereka mampu
Demikian sedikit bahan pemikiran saya terkait kualifikasi usaha jasa konstruksi semoga bisa menjadi bahan diskusi dan telaah bagi rekan-rekan yang terlibat pengadaan konstruksi.
Setuju…pak, tapi tolonglah agar peraturannya tidak mengambang terutama dlm hal persyaratan peersonil, permen dan lpjk melahirkan ska dan skt dan persyaratan tersebut dibuat tidak mengacu permen dan pp 04 or 92. Untuk menghindari persaingan sehat pokja selalu menetapkan persyaratan yg tidak objektif. Hampir diseluruh pelelangan mensyaratkan ska yg tdk dimiliki perusahaan lainnya agar yg diarahkan dapat menang dengan harga penawaran mendekati hps. Sejujurnya penyelenggara negara tidak ingin persaingan sehat ini. dibuktikan, proyek yg ditenderkan sama jenisnya sperti rehab or pembangunan gedung maksimal 2 lantai tetapi persyaratan sdh jelas memgacu pd pp 04 thn 2010 dan permen pu dan perlem. Tp kenyataannya? Nol besar, pokja or panitia membuat persyaratan ska ahli madya yg begitu banyak, skt jg banyak, sampe skt tukangpun diminta. Menurut kami hal ini telah direkayasa dan dipersiapkan calon pemenang sesuai keinginan panitia jauh sebelum ditenderkan. Nah… Apa gunanya peraturan dibuat? Kalo kita adukan, apakah ada manfaatnya? Saran saya agar peraturan tentang jasa konstruksi dan pengadaannya dihapus saja. Sudah muak para pengusaha yg ingin kompetisi tp ga pernah menang. Bagaimana mgkn badan usaha golongan kecil memiliki personil ska ahli muda, madya dan utama? Bagaimana mgkn usaha golongan kecil mempersiapkan administrasi personil dlm waktu singkat? Proyeknya saja dibawah 2,5 milyar.. Saran saya di pl saja proyeknya sesuai dgn keinginan penyelenggara negara. Ga usah tender lg. Kasihan perusahaan yg ga mau nyogok walau mampu pasti tdk bisa menang tender di negara tercinta ini. Kalo mau menang ya hrs revolusi lah… Yakinlah jokowi jg ga akan mampu melakukan revolusi mental… Uang negara ini milik para pengusaha dan penyelenggara yg korup.. Negara ini milik mereka, pengusaha yg jujur akan tutup… Diadukanpun tidak ada artinya, krn jg penyelenggara negara.. Mudah2han negara ini kena bencana yg mematikan para koruptor jd ga perlu repot repot…. Betulkan pak?
Pak Martin : Saya tidak menampik kenyataan ini namun demikian saya tetap berharap ada orang-orang yang tidak lelah dan putus asa untuk berharap dan berupaya memperbaiki kondisi ini. Menggali pemahaman atas aturan dan substansi akan menjadi koreksi dan perbaikan, semoga, untuk kondisi yang lebih baik. Menhancurkan tatanan yang sudah ada secara total juga bukan solusi yang baik karena sudah lebih dari 69 tahun kita merdeka selalu menghancurkan tatanan dan mencoba yang baru juga tidak berhasil, dalam setiap kondisi yang tidak ideal pasti ada hal positif yang dapat kita pakai dalam langkah selanjutnya… untuk itulah saya pribadi mencoba memahami aturan dan membandingkannya dengan kenyataan lapangan atas bantuan teman-teman termasuk juga Pak Martin jika berkenan.. mari kita pakai yang bagus.. kita bongkar yang tidak bagus… tetap semangat Ya Pak…
Apakah LKPP tidak tahu hal ini terjadi di seluruh pelelangan melalui LPSE? Apakah didalam pelatihan yang dilakukan LKPP tidak menyampaikan bahwa persyaratan didalam menetapkan kebutuhan personil sudah diatur didalam Peraturan mulai dari Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, PP 28 yang sudah dirubah menjadi PP 04 dan 92 Tahun 2010 dan Peraturan Menteri serta Peraturan LPJK? Tidakkah LKPP tahu bahwa hal ini menyebabkan kerugian dan pelanggaran terhadap Peraturan tentang pepersaingan sehat diantara penyedia yang setara? Besarnya anggaran untuk terciptanya LKPP dan LPSE namun hasilnya sepertinya tidak ada bahkan semakin sadis dan tidak baik. Para pengusaha kecil semakin terjebak dan tidak berdaya lagi akibat secara terang-terangan pokja memainkan perannya didalam menghambat persaingan sehat. Hampir seluruh penjelasan diminta agar persyaratan dirubah tetapi pokja tidak mau dan mengubahnya dan mengacu pada peraturan yang berlaku. Jawabannya pokja selalu : Sesuai Dokumen. ada lagi yang lebih aneh, sudah disampaikan bunyi dan pasal terkait hal ini tetapi pokja cuek dan tidak mengindahkannya. Maka kesimpulannya adalah bahwa negara ini adalah milik penyelenggara dan untuk kesejahteraan penyelenggara dan suka-suka penyelenggara. Kami harap agar LKPP sudah waktunya memeriksa/mengaudit seluruh pelelangan yang dilaksanakan secara LPSE ini, Masa dengan sadar dan waras, penyelenggara melakukan kejahatan administrasi didalam persyaratan pada dokumen pengadaan untuk mengahalangi persaingan sehat. Kan sama saja Proyeknya di Tunjuk Langsung. Sehingga tidak terjadi pemborosan anggaran untuk LKPP dan LPSE didalam proses pelelangan yang abal-abal ini. Hampir semua Pakar di LKPP namun yang terjadi?? Lebih pakar lagi Pokjanya… Coba saja kita banyangkan kalo APBD ataupun APBN terjadi persaingan sehat dan perusahaan yang terendah dan memenuhi syarat yang menang, kan sayang uangnya kembali ke negara, Hal ini juga sudah membudaya bahwa ada setoran Pengusaha kepada Penyelenggara yang sering disebut Kewajiban untuk Bupati/Walikota, Biaya Pokja/Panitia, Biaya Kontrak, Biaya PPK dan PPTK, Biaya Bendahara, semua dalam hitungan Persen. Kalo dihitung 23% dari Pagu, Uang yang harus dikeluarkan sebelum proyek dilaksanakan dengan catatan, Si pengusaha yang nyetor wajib bayar. Nah.. agar pengusaha yang setor menang, bagaimana caranya? Dibuatlah secara bersama-sama persyaratan yang tidak mungkin dimiliki perusahaan lain dalam waktu dekat dan yang diarahkan sudah disuruh menyiapkan persyaratan tersebut jauh hari sebelum tender. Jadwal pelelanganpun dibuat dalam waktu minimal yaitu 5 hari kerja (Pemilihan Langsung). Didalam dokumen juga dibuat penambahan persyaratan teknis lainnya seperti membuat uraian perhitungan upah, bahan dan peralatan dan dibuatkan didalam time schedule per item pekerjaan utk upah, bahan dan peralatan. Kenapa hal ini dibuat pokja didalam dokumen? Menurut kami agar peserta cuma bisa mendaftar saja tetapi tidak bisa memasukkan dokumen penawaran karena pasti akan kalah dengan personil yang tidak mungkin ada, perhitungan upah, bahan, dan peralatan pasti silap/salah karena banyaknya itemnya, apalagi kalau membuat gedung. Jujur saya salut akan strategi pokja didalam melalukan pelanggaran ini.. Nah.. Bahwa pokja telah memiliki Sertifikat Pengadaan, apakah ini diajarkan kepada mereka? Apakah ini hasil dari terbentuknya LKPP? Apakah ini keberhasilan yang sesungguhnya didalam Prinsip-prinsip Pengadaan Pepres 70? Gugatan, Pengaduan dan apapun caranya tidak akan menyelesaikan masalah. Biaya yang harus dikelurkan juga sangat besar apabila di gugat. Yang paling mengherankan lagi, masa ada jaminan sanggah banding? Jelas melanggar undang-undang no. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Hal ini sudah pernah kami sampaikan kepada LKPP agar tidak diberlakukan tetapi jawabannya adalah menyangkut terkendalanya pelaksanaan pembangunan karena apabila terjadi sanggahan banding maka proses akan berhenti dan agar peserta lebih serius makanya dibuat jaminan sanggahan banding. Sanggahan banding yang disampaikan sudah pasti jawabannya adalah tidak diterima. dan jaminan tersebut disita oleh negara. Wah.. rugi dong pengusahanya, Proyek tidak menang, uangnya disita negara. Setelah mempelajari semua ini maka kesimpulan yang tepat untuk hal ini adalah Seluruh Proyek yang bersumber dana dari APBN dan APBD maupun hibah dilakukan Penunjukan Langsung saja dan diberikan sesuai kehendak penyelenggara negara saja. Dengan demikian Menurut kami tidak akan ada lagi persoalan. Tidak ada lagi yang perlu dirugikan karena pengusaha sudah tahu siapa dekat dia dapat. Penyelenggara juga sudah tahu siapa yang nyetor dia yang dapat. Pembangunan jalan terus dan tidak ada lagi kejahatan didalam pelelangan, Udah capek pak.. masa 69 tahun tidak ada perubahan manusianya demi kebaikan seluruh warga negara. Masa selama 69 tahun tidak ada yang baik hasilnya? Untuk konstruksi jelas yang diperlukan adalah pendidikannya, ijazahnya, bukan SKA atau SKTnya, Toh SKA dan SKT dimiliki bukan karena dilatih tapi dibeli. Jadi jujur saja SBU, SKA dan SKT ini adalah Jual Beli Sub Bidang saja dan sangat mahal. Bapak bisa tanya pengusaha dan pemilik SKA/SKT berapa harganya.. sadis pak.. Belum tentu menang tender sudah harus mengeluarkan biaya, belum tentu personil pemilik Ijazah dapat kerja sudah harus membeli SKA/SKT. Beli kertas yang berteken saja. Bayangkan saja pak Personil sudah berijazah tapi karena SKA/SKT bisa gugur peserta. Maunya jadi Presiden, Menteri, DPR, DPRD, yang harus bersertifikat, Bukan personil yang berijazah yang lagi nyari kerja. Negeri tercinta ini sangat mengerikan.. Memalukan, Memuakkan, Makanya doa para pecinta persaingan sehat, Semoga para penjahat itu semakin dijaga para iblis agar generasi mereka juga nantinya jadi Iblis dan negera ini dipimpin para iblis agar semua rakyat ikut-ikutan jadi iblis sehingga negara ini negara iblis… Masa hampir Se Indonesia sama kejahatannya… Lebih sedikit penyelenggara yang baik dinegara ini kalaupun masih ada yang baik, itu adalah pemulung, tk becak, petani, pedagang kaki lima yang tidak ada hubungannya dengan APBN dan APBD. Penyelenggara negara yang baik pasti tetap jalan ditempat, datang kerja dan pulang naik angkot. kalaupun naik jabatan akan kena getahnya juga karena hentakan para iblis tadi pak… mesti bisa ikut rampok berdasi kalau mau bertahan.. Kalau mau benar2 negara ini baik mana mungkin pak karena penjara ga muat.. banyangkan saja untuk proyek dan tender pengadaan saja udah berapa ribu pak yang akan dipenjara… rugi negara ini kalo ngasih makan tiap hari. Banyangkan pak 69 tahun proses pengadaan tidak ada perubahan.. yang berubah cuma peraturan perundang-undangan saja, orangnya tidak… malah lebih jahat lagi.. ntahlah apalagi PP, Pepres, Permen dan Perlem yang akan dibuat lagi dimasa Jokowi ini kalau nanti di Lantik jadi Presiden, lebih baik atau lebih buruk??? Bayar utang politik atau gimana ya?? Saran saya pak sebaiknya LPJK ini dibubarkan saja… Kasihan para pengusaha dan personil ini karena harus membeli sertifikat padahal belum tentu kerja, pengusaha belum tentu menang, biaya sesuai daftar LPJK murah tetapi setelah diurus mahal banget… KKN baru muncul dan yang herannya tidak di audit lho.. biaya yang dikumpulkan termasuk milyaran rupiah juga pertahun.. makanya Proyek sebaiknya di PL kan saja hasilnya Lebih damai, lebih sejuk, dan lebih bersaudara, penuh kekeluargaan. Ga ada lagi yang ditangkap, diadukan, digugat, dicemari, diributi. Pengusaha juga yang ga dekat dengan penyelenggara bisa ditutup saja, ganti profesi saja, jadi para pengusaha dan personil yang sarjana, atau yang ilmunya di konstruksi kalo ga dekat pejabat ya jadi pemulung saja, petani, pedagang kaki lima, dan masih banyak lagi profesi yang lain… Yang dekat dengan pejabat walau bukan bagian dari konstruksi wajib dapat proyek karena sama-sama rakyat juga pak.. kalo proyeknya ntar hancur, ga apa-apa, diusulkan lagi tahun depannya, pokoknya sesuai presiden, menteri, bupati/walikota, Kadis, PPK dan Pokjalah..toh juga mereka yang dekat dengan penguasa juga rakyat… Lagian ga cukup jumlah proyek dengan jumlah pengusaha, lebih banyak pengusaha dari proyeknya makanya selalu tidak adil.. lagian yang capek ngurus biar proyeknya masuk kedaerah atau ke instansi/kementerian dan lembaga kan mereka, bukan para pengusaha yang ingin merampok dengan cara persaingan sehat melalui kompetisi. enak saja mereka menang sementara yang diarahkan tidak menang padahal udah setor… Sebaiknya pak.. didalam rapat-rapat terbuka yang bapak ikuti sampaikan hal ini termasuk Menteri PU, mereka biang keroknya.. buat peraturan yang menjebak semua orang. mana lebih dijamin legalitasnya.. Ijazah atau SKA/SKT yang diterbitkan LPJK??? Sedangkan mau jadi KPK saja tidak pake SKA/SKT anti Korupsi… Terlalu enak uang SBU, SKA/SKT itu mereka telan.. Kasihan para pengusaha kecil dan pemilik Ijazah STM dan Sederajat.. masih mencari kerja sudah harus mengeluarkan uang jutaan rupiah pertahun dan belum tentu menang tender… capek sekolah, kuliah.. eeeehhhh SKA/SKT yang berlaku.. Percuma diteken Rektor.. seperti tidak ada artinya sekolah dan kuliah serta pengalaman kerja selama ini.. SBU, SKA/SKT dengan sub bidangnya juga yang jadi kitab aslinya… Luar biasa negara ini… segala cara dibuat agar dapat uang masuk… kayak bener saja LPJK itu.. Mana ada pernah pelatihan, mana ada pernah perbuatan LJPK terhadap anggotanya, cuma jual kertas saja… Berubahkah di jaman jokowi ini???? Semoga kenyataan ini sampe kepada semua pembaca termasuk Presiden terpilij nanti.. apalagi Jokowi pernah jadi walikota dan gubernur jadi tahu tentang setoran proyek, persyaratan tender, dan strategi pemenangan yang nyetor…
Pak Martin : Terimakasih atas perhatian dan infonya. Saya tidak akan menampik kenyataan-kenyataan lapangan yang terjadi dilingkungan Bapak bahkan juga mungkin ditempat-tempat lain. Namun juga yang dapat sekedar saya informasikan ada beberapa teman PA/KPA, PPK, Pokja dan pelaksana dipemerintahan yang niat dan kinerjanya bagus seperti yang Bapak harapkan hanya saja mungkin, sekali lagi mungkin, jumlahnya tidak sebanding dengan yang seperti Bapak gambarkan. Saat ini saya terus terang sayang dengan mereka yang punya niatan baik ini. Ada harapan besar memang terhadap lembaga-lembaga negara seperti LKPP, LPJK dll.. namun memang kinerja lembaga ini tidak mungkin dapat memuaskan seluruh pihak dalam masa ini ada banyak dimensi yang menjadi tantangan. Saya hanya berharap semoga bapak dan kawan kawan juga tidak berhenti berharap bahwa suatu saat semua ini akan membaik. Langkah terdekat yang bisa saya lakukan mencoba terus belajar, membagi dan mempraktikan juga memperbaiki ketika ada kesalahan. Tetap semangat pak..
kebanyakan oknum pokja memakai kealianya tuk mengamankan keinginan tuanya hehehe… walaupun mereka sadari ( oknum pokja ) bahwa tindakan merka itu bertentangan dengan aturan. kasian ini dunia PBJ di indonesia
salah satu contoh di lpse kabupaten luwu Timur
Pak Phasya putra: semoga teman-teman yang melakukan kesalahan tersebut (jika memang kesalahan) disadarkan dan mau mengikuti substansi aturan. Aamiin
Gimana dengan Peraturan Presiden Nomor 04 Tahun 2015, menyatakan pada Pasal 19. (1) Penyedia Barang/Jasa dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut,: Poin .h). memiliki Kemampuan Dasar (KD) untuk usaha non-kecil, kecuali untuk Pengadaan Barang dan Jasa Konsultansi;
Apakah peket M dapat diikuti usaha kecil ? jelas untuk KD hanya diperuntukkan untuk Perusahaan M bukan untukusaha Kecil, Thanks
Pak Adi Wijaya: saya hanya mengikuti Perpres dan Permen PU 7/2014 bahwa paket hanya ada kecil dan non kecil sedang K,M dan B adalah kualifikasi usaha. KD dipersyaratkan untuk paket usaha non kecil yang bisa diikuti oleh kualifikasi usaha apapun yang memiliki NPT sesuai KD yang dipersyaratkan….
Dasar Kd pun hingga sekrang juga masih menjadi bumerang bagi pengusaha kualifikasi M,,,,bila berdirinya perusahaan M, tdk berdasar peningkatan kualifikasi kecil ke besar/M,,,mana ada perusahaan Kualifikasi M memiliki KD kalo tdk di beri kesempatan menang hanya karena td punya KD, hal ini akan menjadi bulan2an bagi pengusaha yg sudh punya pengalaman dan punya akses dgn pokja,,,dan perusahan M selamanya tdk akan punya pengalaman KD, mestinya aturan tetap memberlakukan utk non kecil pun, di bawah 3 thn KD tdk di wajibkan,,,,kalo perusahaan non kecil M1 tdk layak mengapa badan daerah meloloskan ijinnya,?,,mengapa dinas PU meloloskan SIUJK nya,?,mengapa lpjk juga meloloskan penerbitan SBU, namun msih di anggapp tdk mempunyai kemampuan…? aturan ini perlu di luruskan persepsinya agar tidak di selewengkan pelaksanaanya.
Pak Boy: Cara mendapatkan pengalaman tertinggi mungkin yang Bapak maksud ya.. untuk perusahaan yang baru berdiri dengan kualifikasi apapun dapat memperoleh pengalaman dengan cara paling minimal yaitu bersubkon dengan perusahaan lain. Pengalaman juga tidak dinilai hanya sebagai penyedia pemerintah juga non pemerintahan. Sedikit koreksi persyaratan kurang dari 3 tahun itu bukan persyaratan KD tapi persyaratan umum menjadi penyedia saja sebagaimana saya jelaskan pada artikel Pasal 19 ayat 1 huruf c, Bapak perlu pelajari dan pahami lebih baik ketentuan2 ini agar dapat menjadi penyedia yang kuat dan profesional. Semoga bisa terus optimis ya Pak diatas semua itu rejeki sudah ada yang mengatur jangan putus asa dengan keadaan. Memang dari sisi pelaksanaan tidak bisa dipungkiri selalu ada yang tidak benar. Terlepas dari itu kita jangan berhenti belajar untuk berbuat benar. Sukses buat Bapak semoga bisa menjadi salah satu penyedia yang handal, tahan banting dan diberkahi rejeki yang halal. Aamiin
berdasarkan perpres 54 2010 beserta perubhanya tentang penyedia barang/jasa, mempunyai kemampuan pada bidang pekerjaan yang sesuai untuk usaha mikro,usaha kecil dan koperasi kecil serta kemampuan pada subbidang untuk usaha non kecil, sampai saat ini kenyataanya pengadaan barang/jasa untuk usaha kecil menggunakan subbidang,apa dasar mereka? karena sepengetahuan kami permen 8/2011 hanya untuk acuan penerbitan SBU, bukan untuk pelelangan, mohon pencerahan, makasih
Pak Yono: Saya yakin pertanyaan ini untuk Pengadaan Konstruksi Bangunan Gedung. Jika mengacu pada Permen PU 14/2013 saya sepakat dengan Bapak bahwa “memiliki kemampuan pada klasifikasi pekerjaan yang sesuai/sejenis untuk Usaha Kecil, serta kemampuan pada sub klasifikasi pekerjaan yang sesuai/sejenis untuk usaha non kecil” hal ini tertuang dalam tata cara evaluasi.
Sesuai keluhan dan pendapat dari Pak Martin tersebut, itulah yang terjadi di seluruh penjuru indonesia yang tercinta ini, para pejabat pembuat kebijakan dan peraturan tidak ingin membina pengusaha kecil dan enggan menerima new comer, kehadiran LPJKA atau LPJKN tidak ada kontribusi yang berdampak untuk pengusa atau untuk yang mencoba berusaha, Pembelian SBU dan SKA,SKT… seharusnya badan atau lembaga ini dibubarkan saja, cukup lebaga atau departemen pemerintah saja yang menangani legalitas perusahaan tidak usah diberikan kepada swasta,dan asosiasi yang mengatas namakan pelaksana konstruksi dibubarkan saja, karena menghabiskan biaya yang di berikan oleh pemerintah saja kepada mereka, menurut pantauan saya selama ini, mereka yang membentuk lembaga ataupun itu sejenisnya, hanya untuk memperkaya diri mereka para pengurus di lembaga / asosiasi tersebut…tidak ada sama sekali kontribusi kepada kontraktor atau pelaku kerja konstruksi, mereka mengatas namakan anggota untuk meraup untung, bahkan mereka (Lembaga/Asosiasi tersebut sudah mendapat jatah proyek dari dinas-dinas setempat…sadissssss… dengan ini saya membuat masukan kepada rekan rekan se profesi yang belum mendapat kepercayaan dari apbd & apbn, agar kita berbodong-bondong untuk UJI MATERIIL ke MAHKAMAH KOSTITUSI…semoga bermanfaat..trima kasih, salah seorang yang belum dapat kesempatan dari APBD & APBN.
Pak Exodus: selama upaya perbaikan bersifat prosedural tidak melanggar hukum kemudian yang terpenting adalah dilakukan dengan niat baik, Insya Allah saya pribadi dukung dan yakin akan didukung oleh teman2 yang menginginkan perbaikan. Aaamin..
Salam pak, ada hal yang masih mengganjal di fikiran saya ini masih mengenai usaha jasa konstruksi kecil dan non kecil, dari ulasan di atas benar menyampai kan bahwa tidak ada batasan usaha kecil untuk ikut dan jadi pemenang pada kualifikasi jasa konstruksi non kecil, akan tetapi pada kualifikasi dokumen pengadaan paket pekerjaan tsb. jelas tercantum syarat kualifikasi usaha diperuntukan untuk usaha non kecil ? Apakah usaha kecil juga bisa ikut dan menjadi pemenang pada paket pekerjaan tersebut? Sementara pada dokumen sudah di jelaskan kualifikasi hanya untuk usaha non kecil?
Pak Ito: Persoalan yang mendasar pandangan Bapak tentang Usaha Non Kecil… Bapak menganggap kalimat “usaha non kecil” adalah kualifikasi usaha padahal perpres menerbitkan kalimat “usaha non kecil” adalah tentang paket pekerjaan bukan kualifikasi usaha. Kualifikasi usaha hanya ada Mikro, Kecil, Menengah dan Besar… Untuk itulah kalimat Perpres “Penyedia/Badan Usaha harus Memiliki Kemampuan pada bidang pekerjaan yang sesuai untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan koperasi kecil; serta Kemampuan pada subbidang pekerjaan yang sesuai untuk usaha non-kecil”. Simpulan saya :
1. Paket usaha kecil untuk untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan koperasi kecil saja.
2. Paket usaha non kecil untuk untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan koperasi kecil, menengah dan besar.
Ketika mengumumkan sub bidang maka menurut saya ini adalah paket usaha non kecil sehingga terbuka untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan koperasi kecil, menengah dan besar.
Bagai mana dengan usaha non kecil masuk pada paket pekerjaan kecil pak? Apa kah juga di perbolehkan dan bisa jadi pemenang.. ? Pada paket pekerjaan konstruksi.. yang nilai nya bahkan di bawah 1 milyard pak..
Pak Ito: Perpres jelas melarang Paket Usaha kecil dimenangkan oleh usaha menengah dan besar.
Berarti jika ada temuan pada hal tsb.. bisa di proses hukum tu pak? Dan kemana harus di laporkan pak?
Pak Ito: menurut saya prosesnya dalah proses administratif dulu silakan dilaporkan ke APIP, BPKP dan/atau LKPP untuk ditindaklanjuti. Jika ada unsur pidana baru menjadi persoalan hukum, tapi jika hanya faktor ketidaktahuan menurut saya bisa diselesaikan secara administratif dan/atau perdata jika ada unsur perdatanya.
Salam kenal pak, saya mau bertanya apakah dalam pelelangan usaha kecil diperbolehkan/tidak digugurkan apabila Subkualifikasi K2 ikut dalam pelelangan subkualifikasi K3, terima kasih
Pak Wawan: saya tidak menemukan larangan itu…
Pak Samsul : tolong pak jelaskan kembali tentang perlu atau tidaknya KD untuk syarat lelang jasa konstruksi apabila mengacu pada peraturan yg berlaku saat ini, trimakasih pak
Pak Ahmad: bisa lebih spesifik pak.. memang secara terpisah dibeberapa artikel sudah saya jelaskan terkait KD ini…
Salam kemanusiaan. Saya sudah membaca termasuk komentar dan balasannya, sungguh menarik dan saya ingin belajar lebih lagi. Mohon ijin menanyakan dua hal berikut:
Hanya ingin konfirmasi iya atau tidak, perusahaan kecil Grade 4 (K3) boleh ikut tender perusahaan menengah dan besar atau proyek 9 bahkan 10 milyar rupiah?
Masih ada banyak panitia kementerian dan lembaga yang masih enggan untuk memberikan kesempatan proyek non-kecil seperti 8-9 Milyar kepada perusahaan kecil K3 karena takut diperiksa BPK dan KPK. Apakah ada solusi terhadap mekanisme yang bisa membantu panitia2 yang tadinya enggan tersebut untuk ikut mempertimbangkan perusahaan kecil K3 dapat penilaian yang sama?
Terima kasih.
Pak Nando: Untuk konstruksi acuannya adalah Permen PU 7/2011 dan turunannya. Pada Permen PU 7/2014 untuk paket 2,5 M s/d 30 M dapat ditetapkan untuk hanya untuk Kualifikasi M. Jadi silakan dicek pada dokumen pengadaan apakah mengacu pada permen PU 7/2011 sebagaimana diubah dengan Permen PU 7/2014. Jika demikian maka kualifikasi K dan B tidak bisa dimenangkan.
Maaf pak Samsul, mohon pencerahannya. Badan usaha dengan kualifikasi kecil, dan sub kualifikasi K2, apakah tidak dapat dimenangkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan nilai hps 1,6 Milyar rupiah ? Mengingat kompetensinya hanya untuk nilai pekerjaan 0 s/d 1 milyar rupiah. Terima kasih
Catatan : “Kolom Kemampuan melaksanakan pekerjaan dan batasan nilai satu pekerjaan adalah panduan untuk menilai kompetensi penyedia apakah benar dapat menjadi penyedia untuk paket pekerjaan.”
Pak Arief DJ: saya menduga Bapak menggunakan pedoman Permen PU 8/2011, pedoman ini digunakan dalam rangka membuat ijin usaha atau registrasi badan usaha bukan mengatur batasan paket pekerjaan/usaha jadi ikuti saja ketentuan Permen PU 7/2011 dan seluruh perubahannya yang membagi paket usaha atas paket usaha kecil, Menengah dan Besar.
Pak syamsul yang saya hormati,
senang mendengar penjelasan bapak yang cukup menyejukan telinga.
ada satu hal yang perlu saya sampaikan kepada bapak, bahwa untuk mengikuti pelelangan kita tetap mengacu kepada peraturan perundang undangan yang berlaku termasuk permen PUPR dan SE Menteri PUPR. dan didalam melegalisasi semua badan usaha maupun tenaga/personil, pemerintah telah menunjuk suatu lembaga resmi dengan nama LPJK, dan lahirlah SE Menteri PU nomor 63 tahun 2015 bahwa setiap SBU, SKA maupun SKTK dapat diakses melalui SIKI LPJK dengan alamat http://www.lpjk.net.
parmasalahan yang terjadi, banyak PPK mensyaratkan personil dengan kualifikasi yang tidak diatur didalam peraturan LPJK sesuai dengan edaran menteri diatas. seperti mempersyaratkan. sertifikan penyambungan pipa, sertifikat k3 konstruksi, sertifikat k3 operator excavator, sertifikat mandor konstruksi dan masih banyak lagi.
pertanyaannya, apakah dibenarkan persyaratan tersebut atau cukup dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh LPJK saja yang telah lengkap semua kualifikasinya. seperti yang terjadi didaerah saya Kab. kayong Utara kalbar.. wasalam…
Pak Abdul Rahman: untuk konstruksi acuan dasarnya memang tetap permenpu.. terkait registrasi usaha permenpu 8 2011 dan turunannya termasuk perlem lpjk selama tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Untuk persyaratan yang berbeda harus jelas justifikasinya jika tidak pokja dapat diindikasikan menambah2 persyaratan sebagaimana dilarang oleh perpres 54 2010
Slamat malam pak, mohon pencerahannya tentang se pupr 63 2015, karena ada penyedia yang SBUnya sudah tidak berlaku menggunakan se ini sebagai dasar bahwa SBUnya masih dapat digunakan dan berlaku sampai 31 desember 2016, sebelumnya terima kasih atas jawaban bapak..
Pak Jun: Kalau sudah tidak berlaku lagi sesuai dalam Sertifikat maka tidak berlaku lagi. Ketentuan tersebut hanya untuk SBU yang masa berlakunya hingga 31 Desember 2016 atau seterusnya maka masih berlaku.
Menanggapi Artikel Bapak diatas :
1. Usaha Kecil dapat mengikuti pekerjaan Non Kecil, untuk pekerjaan Jasa Konstruksi dengan memperhitungkan Kemampuan Dasar, bagaimana dengan Paket Pekerjaan Jasa Konsultansi yang tidak memperhitungkan kemampuan dasar, apakah hal tersebut berlaku pak? mohon pencerahannya
Sangat tergantung pada isi dokumen pemilihannya jika mengacu pada permenpu 31 2015 maka perusahaan kecil hanya dapat menang pada paket sd 750jt…