Jaminan dari Asuransi Tidak Berlaku (lagi) dalam Pengadaan Pemerintah?

    Beberapa waktu lalu muncul kasus baru terkait jaminan, yang disampaikan dalam Forum Diskusi Pengadaan Barang/Jasa Kalimantan. Disampaikan bahwa sekarang muncul klausula baru dalam jaminan yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi. Klausula tersebut intinya adalah tidak menjamin kerugian yang disebabkan oleh :

  1. Praktek KKN
  2. penipuan/pemalsuan atas informasi yang disampaikan dalam dokumen penawaran,
  3. tindakan yang diindikasikan disebebkan oleh hal-hal sebagaimana disebutkan dalam huruf (a) dan (b) diatas.

Tentu saja klausula ini membuat pokja galau karena secara otentik jaminan asli dan telah diklarifikasi kepada penerbit. Namun secara substansi bertentangan dengan sifat jaminan yang diminta oleh pasal 1 ayat 35 Perpres 54/2010 sebagaimana diubah melalui Perpres 70/2012 bahwa Surat Jaminan yang selanjutnya disebut Jaminan, adalah jaminan tertulis yang bersifat mudah dicairkan dan tidak bersyarat (unconditional), yang dikeluarkan oleh Bank Umum/Perusahaan Penjaminan/Perusahaan Asuransi yang diserahkan oleh Penyedia Barang/Jasa kepada PPK/Kelompok Kerja ULP untuk menjamin terpenuhinya kewajiban Penyedia Barang/Jasa.

Kebetulan pada forum trainer pengadaan barang/jasa juga muncul kasus serupa sehingga didapatkan akar persoalan penyebab munculnya klausula ini. Semua ini tidak lain dan tidak bukan berasal dari terbitnya Surat edaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor SE-04/NB/2013 tentang Pencantuman Klausula dalam Suretyship untuk Menjamin Kerugian Yang Disebabkan Oleh Praktek Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme.

Dari berita hukumonline.com hari Kamis, 26 September 2013 dikabarkan alasan OJK mengeluarkan kebijakan ini. Melalui pernyataaan Kepala Eksekutif Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani. Jika klausul ini tak diamandemen, kata Firdaus, maka secara tak langsung OJK ataupun perusahaan asuransi umum menyetujui terjadinya KKN. “Proyek ada KKN itu kan salah. Berarti kalau kita menjamin, kita mendorong ada KKN dong,” pungkasnya.

Dalam pelaksanaannya akan banyak pertanyaan jika ketentuan ini diterima oleh pihak pengadaan barang/jasa pemerintah. Antara lain tentang masa laku jaminan dan jangka waktu klaim jaminan. Proses hukum pembuktian KKN dalam pengadaan barang/jasa tidak akan selalu dapat ditetapkan dalam waktu singkat. Sementara jangka waktu klaim terbatas hanya 30 hari setelah masa laku penawaran habis dan jangka waktu pencairan 14 hari. Apakah cukup waktu membuktikan terjadinya KKN dalam jangka waktu 14 hari? Kemudian jika telah terjadi pencairan baru ketahuan bahwa paket pengadaan terjadi KKN bagaimana proses klaim restitusi jaminan dari penerbit kepada negara?

Mengenai hal ini tidak akan dibahas panjang lebar karena poin artikel bukan ini. Yang patut dibicarakan adalah dampaknya terhadap proses pengadaan barang/jasa. Ada pertanyaan lanjutan yang harus bisa dijawab oleh para pihak yang terlibat dalam pengadaan, yaitu apakah jaminan asuransi dengan klausula anti KKN ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat 35 tentang unconditional.

Akan lebih baik kita sedikit mengungkit asbabul wurud munculnya jaminan dari asuransi atau dikenal dengan surety bond dalam pengadaan barang/jasa.

Bisnis Surety Bond di Indonesia baru mulai diperkenlkan sejak tahun 1980 atas kebijakan pemerintah dengan tujuan membantu pengusaha ekonomi lemah untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya dalam proyek yang didanai oleh APBN/D dan bantuan luar negeri. Dlam pelaksanaannya, pemerintah menetapkan pemberian ijin kepada Lembaga Keuangan Non Bank untuk menerbitkan jaminan dalam bentuk Surety Bond sebagai alternatif pengganti Bank Garansi yang diterbitkan oleh Bank.

Pada artikel Apa Perlunya Jaminan Penawaran Asli pernah diulas kutipan dari http://dodydalimunthe.blogspot.com/ terkait kesejarahan surety bond di Indonesia.

Beberapa keputusan pemerintah yang menjadi dasar penerbitan Surety Bond adalah :

  • Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994 tentang Petunjuk Pelaksanaan APBN, yang didalamnya memuat pasal-pasal yang mengatur tentang diperbolehkannya Perusahaan Asuransi Kerugian yang memiliki Program Surety Bond untuk menerbitkan Jaminan Proyek.
  • Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan Nomor KEP-166/MK.3/1994 dan Ketua Bappenas/Meneg PPN Nomor KEP-27/KET/8/1994, tentang Petunjuk Pelaksanaan Keppres No. 16 Tahun 1994, yang secara khusus mempertegas diperbolehkannya Perusahaan Asuransi menerbitkan Jaminan Surety Bond.
  • Khusus untuk Kontraktor Golongan Ekonomi Lemah (GEL), maka besarnya Jaminan Uang Muka maksimum 40% dari Nilai Kontrak, sesuai dengan Surat Edaran Bersama antara Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BPPN) dengan Departemen Keuangan No. SE-144/A/21/1098/5522/D.IV/10/1998

Tujuan yang ingin dicapai Pemerintah dengan diperkenankannya perusahaan asuransi menerbitkan Surety Bond antara lain adalah :

  • Memperluas jaminan yang dapat digunakan oleh para kontraktor dengan memberikan alternatif pemilihan jaminan dalam pengerjaan pemborongan dan / atau pembelian, sehingga para kontraktor berkesempatan memakai jaminan dengan biaya lebih murah.
  • Menciptakan pasar jaminan yang kompetitif, sehingga tidak dimonopoli oleh perbankan saja dan mendorong para pemberi jaminan memberikan pelayanan yang lebih baik
  • Memberikan kesempatan kepada kontraktor yang memiliki kemampuan teknis yang baik tetapi memiliki kekurangan modal kerja, sehingga perlu diberikan bantuan modal kerja dengan cara memberikan uang muka
  • Penunjukan perusahaan asuransi sebagai pengelola Surety Bond dimaksudkan agar insurance minded dikalangan masyarakat, khususnya bagi kontraktor / pemborong / pemasok dapat semakin bertambah.

 Inilah sekelumit sejarah awal diperkenalkannya surety bond dalam dunia pengadaan barang/jasa pemerintah di Indonesia. Sebelumnya hanya dikenal Garansi Bank / Bank Guarantee. Singkatnya jaminan pengadaan barang/jasa dari Bank bersifat Garansi Bank dan jaminan pengadaan barang/jasa dari lembaga asuransi disebut surety/surety bond

Bank Guarantee

Surety Bond

  • Bentuk jaminan yang dipergunakan menggunakan unconditional / tanpa syarat.
  • Umumnya merupakan produk tambahan perbankan dan ditahan sendiri bisnisnya sehingga portofolionya cukup terbatas.
  • Mengharuskan tersedianya agunan.
  • Ada beberapa pembatasan antara lain masalah jangka waktu Bank Garansi.
  • Keterikatan dengan perizinan Bank Indonesia dalam hal mata uang bukan dalam bentuk rupiah.
  1. Perusahaan asuransi memiliki pilihan untuk menerbitkan sertifikat penjaminan dalam bentuk conditional atau non conditional tergantung kepentingan nasabah.
  2. Untuk meningkatkan kemampuan akseptasinya perusahaan asuransi lebih lebih fleksibel karena adanya dukungan reasuransi sebagai metode penyebaran risiko.
  3. Dimungkinkan menutup penjaminan tanpa agunan.
  • Jangka waktu dapat mengikuti ketentuan yang ada dalam perjanjian kontrak.
  • Dalam penetapan valuta surety bonds lebih fleksibel

    Dari sini terlihat jelas perbedaan utama antara garansi bank dengan surety bonds adalah syarat unconditional. Pada saat pembukaan kesempatan lembaga asuransi dapat menerbitkan jaminan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, kesepakatannya adalah selama surety bonds tersebut bersifat unconditional maka dapat diterima.

    Dus dengan terbitnya SE dari OJK tersebut surety bond yang mengikuti SE OJK 04/NB/2013 kembali ke khittah bersifat conditional. Dan ini bertentangan dengan pasal 1 ayat 35 Perpres 54/2010 sebagaimana diubah melalui Perpres 70/2012. Hal ini menyebabkan jaminan berbentuk surety bond yang diterbitkan oleh perusahaan asuransi berpotensi tidak dapat lagi dijadikan sebagai jaminan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah.

    Apakah ini berarti pelaksana pengadaan barang/jasa pemerintah melanggar ketentuan jaminan dapat diterbitkan oleh Bank Umum/Perusahaan Penjaminan/Perusahaan Asuransi? Tentu tidak! Perusahaan asuransi tetap dapat menjadi penerbit jaminan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, selama memenuhi persyaratan. Salah satunya pasal 35 ayat 1 tentang unconditional. Yang berarti juga mengabaikan SE OJK 04/NB/2013, sekarang keputusan ada pada perusahaan asuransi penerbit jaminan. Pilih ikut SE atau memenuhi Perpres 54/2010.

    Sementara itu pelaksana pengadaan barang/jasa pemerintah tidak diperbolehkan membatasi penerbit jaminan dari asuransi dengan alasan SE OJK 04/NB/2013, namun dasarnya tetap Pasal 35 ayat 1 tentang unconditional. Selama jaminan dari perusahaan asuransi bersifat unconditional maka surety bonds tetap sah sebagai jaminan dalam pengadaan barang/jasa.

Perpres 54/2010 dan turunannya

SE OJK

Perpres 54/2010

Pasal 118 ayat (6) Apabila ditemukan penipuan/pemalsuan atas informasi yang disampaikan Penyedia Barang/Jasa, dikenakan sanksi pembatalan sebagai calon pemenang, dimasukkan dalam Daftar Hitam, dan jaminan Pengadaan Barang/Jasa dicairkan dan disetorkan ke kas Negara/daerah

tidak menjamin kerugian yang disebabkan oleh :
  1. Praktek KKN
  2. penipuan/pemalsuan atas informasi yang disampaikan dalam dokumen penawaran,
  3. tindakan yang diindikasikan disebabkan oleh hal-hal sebagaimana disebutkan dalam huruf (a) dan (b) diatas.

 

SBD LKPP

4. Larangan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) serta Penipuan

4.1         Peserta dan pihak yang terkait dengan pengadaan ini berkewajiban untuk mematuhi etika pengadaan dengan tidak melakukan tindakan sebagai berikut:

  1. berusaha mempengaruhi anggota Pokja ULP dalam bentuk dan cara apapun, untuk memenuhi keinginan peserta yang bertentangan dengan Dokumen Pengadaan, dan/atau peraturan perundang-undangan;
  2. b.        membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar untuk memenuhi persyaratan dalam Dokumen Pengadaan ini.

 

4.2         Peserta yang terbukti melakukan tindakan sebagaimana dimaksud pada angka 4.1 dikenakan sanksi sebagai berikut:

  1. sanksi administratif, seperti digugurkan dari proses pelelangan atau pembatalan penetapan pemenang;
  2. sanksi pencantuman dalam Daftar Hitam;
  3. c.         Jaminan Penawaran (apabila dipersyaratkan) dicairkan dan disetorkan ke kas Negara/Daerah sebagaimana tercantum dalam LDP];
  4. gugatan secara perdata; dan/atau
  5. pelaporan secara pidana kepada pihak berwenang.

 

43 thoughts on “Jaminan dari Asuransi Tidak Berlaku (lagi) dalam Pengadaan Pemerintah?”

  1. Dalam hal kontraktor sudah menyerah, dan meninggalkan pekerjaan. Pemilik kerja berhak mencairkan Jaminan Pelaksanaan ygditerbitkan oleh Asuransi yg mempunyai program surety bon, dan dapat dicairkan tanpa syarat. Namun dalam realitanya, walaupun semua bukti & syarat telah dipenuhi, jaminan tersebut tidak diterima oleh pemberi kerja. Apa yang harus dilakukan oleh pemberi kerja? Apa sanksi untuk asuransi yang demikian? Daftar asuransi yang mempunyai program surety bond, apakah setiap bulan mengalami perubahan? Terima kasih atas perhatian dan bantuannya.

    1. PPK melaporkan kepada PA/KPA apabila setelah 14 hari sejak pengajuan wanprestasi dan pencairan jaminan pihak penerbit jaminan tidak mau mencairkan kemudian PA menetapkan penjamin tersebut dalam daftar hitam kemudian disampaikan ke LKPP. Dengan catatan sebelumnya (sebelum ttd kontrak saat penyedia menyerahkan jaminan pelaksanaan) PPK telah benar-benar mengklarifikasi secara tertulis bahwa jaminan asli, sah dan dapat dicairkan kepada penerbit.

    1. Dalam kasus terjadi kesalahan administratif pada proses pemilihan selama tidak berpengaruh pada output menurut saya hanya berakibat administratif yang jadi masalah kemudian apabila berpengaruh pada output ada da masah kontrak diujungnya maka menjadi sengketa perdata jadi solusinya hanya peradilan perdata atau penyelesaian sengketa perdata non peradilan yang bisa menyelesaikannya. Jadi tidak selalu berarti dibatalkan.

  2. Mohon informasi mengenai sebab/latar belakang, mengapa konsultan tidak diwajibkan memberikan Jaminan Penawaran dan Jaminan Pelaksanaan. Kami pernah mengalami ditinggalkan Konsultan ditengah proses pekerjaan sedang dilaksanakan. Karena tidak ada jaminan apapun, maka kami sangat dirugikan, karena kehilangan peluang.

    Yang kedua, untuk Jasa Lainnya, sekarang apakah masih diperlakukan seperti konsultan, sehingga tidak diwajibkan menyerahkan jaminan. Atas jawabannya, diucapkan terima kasih.

    Salam,
    Latifah

    1. Perbedaan mendasar antara Konsultan dan Non Konsultan disisi output pekerjaan adalah:
      1. Non Konsultan output pekerjaan utamanya bersifat tangible/berwujud.
      2. Konsultan output pekerjaan utamanya bersifat intangible karena inputnya adalah keahlian.
      Jaminan pada pengadaan bersifat assurance yang menjamin sebuah objek pekerjaan/barang utamanya terkait peristiwa2 unforseen (sesuatu yang diduga terjadi namun tidak bisa dipastikan kapan terjadi). Berbeda dengan insurance yang menjamin sesuatu yang unforseable (Kahar atau tidak dapat diduga sebelumnya) misal asuransi jiwa atau kecelakaan atau bencana dll…. Menurut saya ini dasarnya.

      Untuk jasa lainnya jaminan penawaran tetap diminta, namun untuk jaminan pelaksanaan dapat tidak diminta apabila objek perjanjian sudah dalam penguasaan pengguna (pihak 1) seperti sewa hotel atau ruangan kantor. Untuk jaminan pemeliharaan juga dapat tidak diminta apabila ooutput pekerjaan tidak memerlukan pemeliharaan.

  3. bagaimana dengan dokumen lelang standar yang diterbitkan oleh LKPP sedangkan asurasi tidak lagi menjamin praktek kkn….ada sesuatukah dibalik semua ini??

    1. Tidak ada yang salah dengan Standar dokumen mba.. karena tidak boleh melarang jaminan diterbitkan oleh asuransi. Terpenting asuransi mau mengikuti ketentuan perpres 54 bahwa jaminan harus unconditional (berlawanan dengan SE OJK), jika tidak berarti jaminan dari asuransi tidak memenuhi syarat.

  4. mau tanya pak, ko bisa ya aturan OJK itu bisa diterapkan pada asuransi saja, sedangkan bank juga yang ngatur OJK juga…..sedangkan untuk pembuatan garansi bank harus minta persetujuan juga dari pihak asuransi yang bekerja sama dengan bank.

    1. Garansi Bank sepengetahuan saya tidak bekerjasama dengan asuransi… produk yang bekerjasama dengan asuransi adalah kontra garansi terkait surety bond.. bisa dibaca disini http://suretybond10.blogspot.com/p/kontra-garansi-bank.html

      Program jaminan pengadaan memang terdiri dari 2 tipe conditional dan unconditional, jadi edaran OJK mengembalikan surety dari asuransi kepada tipe conditional. Tidak ada yang salah dengan ini hanya saja pengadaan barang/jasa pemerintah mempersyaratkan Unconditional.

  5. bagaimana menurut bapak, mengenai surat edaran dari direktur jenderal bina marga No. 03/SE/Dt/2014 tanggal 19 februari 2014 mengenai jaminan penawaran pada dokumen lelang disesuaikan dengan surat edaran OJK

  6. Tolong dipertegas lagi pak, apabila jaminan penawaran. Perusahaan asuransi mencatumkan ” Surat jaminan ini tidak beralku apabila terbukti adanya:
    a. Praktek KKN
    b. Penipuan /pemalsuan atas informasi yang disampaikan dalam dok penawaran
    c. Tindakan yang di indikasikan……………………………..
    Apakah Jaminan Penawaran GUGUR atan BERLAKU ???

  7. Permasalahan ini telah terjadi pada tender saya minggu lalu. Penawaran saya di gugurkan dengan masalah Jaminan Penawaran yg tidak unconditional (sesuai edaran SE OJK). Yang jadi permasalahan sekarang ketika saya sampaikan ke pihak asuransi mereka bilang kalo surat edaran tersebut sudah disosialisasikan ke Dinas -dinas serta ke LKPP juga. Jadi sekarang kami Pihak Kontraktor harus mengikuti yang mana..?? Apakah tender2 kedepan kami harus membuat Jaminan Penawaran ke Bank agar bisa memenuhi syarat sesuai dengan Ketentuan Perpres? Terimakasih

    1. Pasal 67 ayat 3 Perpres 54/2010 sebagaimana diubah melalui P70/2012 tidak berubah dan syarat jaminan pengadaan adalah unconditional. SE OJK membuat jaminan dari Asuransi bersifat conditional sehingga tidak akan memenuhi persyaratan pasal 67 ayat 3. Kedudukan Perpres 54/2010 lebih tinggi dari SE OJK sehingga dengan demikian para pihak pengadaan (Pokja, PPK dan penyedia) tunduk pada klausul pasal 67 ayat 3 bahwa jaminan wajib unconditional. Untuk itu penerbit yang dapat mengeluarkan Jaminan Pengadaan yang sesuai dengan Pasal 67 ayat 3 adalah Perusahaan Penjamin atau Perbankan. Daftar Perusahaan Penjaminan dapat dilihat disini

  8. Apakah jaminan bank tidak mengikikuti se ojk pak? Apakah cuma asuransi yang harus mengikuti se ojk yang tidak menjamin kkn?

  9. salam fgd mas…
    kita selaku panitia (pokja) sedikit was2 dengan kondisi ini, tetapi kita selalu berusaha menjelaskan melalui aanwyzing isi pasal 67 dan itu menjadi keharusan yang harus dipahami juga oleh pihak penyedia. Dan alhamdulillah ada asuransi yang dapat menerbitkan suretybond yang bersifat unconditional sesuai dengan yang diharapkan oleh Pasal 67 tsb, dan saya berharap penyedia dapat mengerti dengan kondisi ini serta para perusahaan penjamin/asuransi dapat mengeluarkan suretybond yang bersifat unconditional.

    thanks

    1. Disinilah dilematisnya SE OJK pak.. OJK menggunakan dasar alasan yang kurang tepat meski dari substansi saya sepakat jaminan dari asuransi sangat tinggi risikonya utk dipakai dalam pengadaan… saya dengar utk jaminan dari asuransi yang tidak taaat SE OJK akan diberikan sanksi berat…

  10. waduh … kalo kena sanksi, jadi bingung saya naa pa lagi nie perusahaan meraih best insurance 2013 dari infobank dan media asuarnsi …….

    hemat saya, dalam Proses PBJ seharusnya OJK memikirkan juga kepentingakan Pemerintah dalam hal ini POKJA PBJ. Dimana didalam klausal jaminan asuransi yang ada selama ini menyatakan Jaminan berlaku apabila 1. menarik penawaran; 2.tidak hdr pada saat pembuktian klarifikasi dan tidak menyerahkan jaminan pelaksanaan setelah ditunjuk sebagai pemenang; 3. terlibat KKN; 4. melakukan pemalsuan dok penawaran. sehingga bila dalam Proses PBJ terindikasi KKN ato adanya Penipuan/Pemalsuan data, maka Panitia/POKJA dapat mencairkan Jaminan (walau pun realnya proses pencairannya tidak semudah yg dibayangkan).tetapi dengan adanya SE OJK dimana klausal 3 dan 4 tidak berlaku, dan yang dirugikan dengan adanya SE OJK adalah Panitia/POKJA (pemerintah sendiri) serta SE OJK terkesan hanya melindungi Kepentingan Perusahaan Penjamin/Asuransi untuk tidak rugi akibat banyaknya claim . .

    salam PBJ

    1. Ini karena kita sering lupa dengan apa yang dituju.. kehilangan arah.. pembangunan seolah-olah hanya per 5 tahun… dasar pemikiran OJK yang saya tidak pahami ketika mengeluarkan kebijakan ini.. semestinya lihat kesejarahan bagaimana awalnya asuransi dapat menerbitkan jaminan dalam pengadaan.. apakah tujuan tersebut sudah tercapai atau belum jika belum kenapa? jika sudah seterusnya apa?… ketika setiap lembaga baru hadir dengan ego baru pula maka beginilah jadinya…

  11. Mungkinkah jika Panitia/Pokja memberikan hukuman lain atas tindakan penyedia barang/jasa akibat ulah mereka melakukan KKN dan/atau pemalsuan/penipuan tanpa harus mencairkan surat jaminan..?

    misal dengan mem-black list Person (bukan hanya perusahaan penyedia) pada setiap tender berikutnya, verifikasi lebih awal atas indikasi terjadinya KKN dan/atau pemalsuan/penipuan pun dapat dilakukan sebelum terjadi kerugian yg lebih jauh.

    sehingga surat jaminan tetap dapat berlaku dan berfungsi sebagaimana mestinya tanpa perlu lagi memusingkan klausul KKN dan/atau pemalsuan/penipuan.

    Panitia/Pokja artinya tetap berperan dalam aksi anti KKN.. (memberikan sanksi/hukuman)

    Perusahan Asuransi/Penjaminan pun juga tetap berperan dalam aksi anti KKN..(tidak meng-cover perusahaan penyedia barang/jasa yang melakukan KKN dan/atau pemalsuan/penipuan)

    sehingga diharapkan roda ekonomi tetap berputar..

    1. Mengundurkan diri dari pelelangan tidak selalu akibat dari “integritas” penyedia yang buruk maka dari itu tidak selalu penyedia yagn mengundurkan diri wajib di blacklist, cukup sanksinya pencairan jaminan penawaran atau jaminan lainnya.

      KKN adalah kejahatan yang memerlukan pembuktian sehingga sifatnya tidak bisa diprediksi namun harus dengan pembuktian. Ketika jaminan “unconditional” maka sebenarnya jaminan tersebut pro pemberantasan KKN karena apabila penyedia terbukti KKN maka penyedia akan rugi 2x selain ditindak secara hukum, Blacklist dan rugi uang karena jaminan dicairkan.

      Jadi menurut saya Jaminan dari asuransi wajib tidak menjamin KKN dengan alasan agar jaminan tidak ikut mendorong KKN adalah keliru. Sifat jaminan ini adalah assurance atas risiko. Artinya untuk menghindari risiko bukan mendukung risiko.

      Kemudian silakan digoogling apakah ada dalam praktik internasional terkait produk surety “unconditional” yang tidak menjamin KKN? Sampai sekarang saya tidak menemukan.

  12. dilematis nih kayaknya. Disatu sisi SE OJK bertujuan mendukung gerakan anti KKN tapi dilain sisi POKJA yg berpijak pada KEPPRES bertujuan untuk melindungi PBJ agar tidak kecolongan dengan memberi kepastian lewat satu kata “unconditional”

    1. Pak Er Em : Sebenarnya yang mendukung KKN SE OJK atau Perpres 54/2010 ya? Dulu kalau KKN sanksinya tegas Jaminan dicairkan, BL dan digugurkan. Sekarang dengan SE OJK kalau KKN dan memalsukan sanksinya berkurang menjadi BL dan Gugur saja… menjadi semakin ringan sanksi KKN sekarang… jika semakin ringan sanksi berarti?

  13. Pak samsul, saya setuju dengan hal tsb, krn saya fikir kedua kebijakan yang telah diambil tentu telah melalui analisa & pertimbangan yg matang baik dari sisi SE OJK maupun KEPPRES, AKan tetapi bila kembali keawal memulai sebuah PBJ. setiap peserta otomatis telah terikat dengan PAKTA INTEGRITAS dan diperkuat lagi dengan kalimat penutup dari formulir isian kualifikasi bahwa : “1. Tidak akan melakukan praktek praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
    2. Akan melaporkan kepada pihak yang berwajib/berwenang apabila mengetahui ada indikasi KKN di dalam proses pengadaan ini;
    3. Akan mengikuti proses pengadaan secara bersih, transparan, dan profesional untuk memberikan hasil kerja terbaik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
    4. Apabila saya melanggar hal-hal yang telah saya nyatakan dalam PAKTA INTEGRITAS ini, saya bersedia dikenakan sanksi moral, sanksi administrasi serta dituntut ganti rugi dan pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Cukup miris sekali kalau ternyata rangkaian kalimat indah masih belum cukup untuk meyakinkan dan perlu ditambah lagi.

  14. sedikit informasi, format jaminan dari asuransi sudah bisa sesuai dokumen lelang, karena ada surat dari IKNB II OJK tanggal 28 April 2014

  15. @udin.com : mohon diberi pencerahannya pak, maksud dari Format Asuransi sudah bisa sesuai dokumen lelang. Kalau perlu dishare surat IKNB II OJK tgl 28 april 2014 tersebut. trims

  16. Mohon info pak, terkait dengan kasus..dimana penyedia tidak memperbaiki kerusakan selama masa beraku jaminan pemeliharan (6 bln). pertanyaannya:
    1. apa dasar untuk melakukan klaim pembayaran jaminan pemeliharan.
    2. apakah penyedia yg lalai dapat dikenakan sanksi blacklist???
    3. jika dpt di kenakan sanksi blaklist, dasarx apa pak???

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.