Aanwizjing bukan Musyawarah Mufakat

    Sejak dibuat Forum Diskusi Penyedia Pengadaan Barang/Jasa memperluas perspektif memahami pengadaan barang/jasa. Banyak diskusi menarik dari berbagai forum diskusi. Saalh satunya adalah tentang Acara Penjelasan Pekerjaan atau era K80/2003 dikenal dengan Aanwizjing yang diambil dari bahasa Belanda. Pada P70/2012 kata ini kemudian dihapuskan.

    Salah seorang penyedia curhat terkait jawaban sanggah dari pokja yang menyalahkan penyedia kenapa baru sekarang keberatan dengan persyaratan dokumen pemilihan, kenapa tidak disampaikan pada saat Acara Penjelasan.

    Kemudian di Forum Diskusi Pengadaan Barang/Jasa Kalimantan seorang anggota pokja bimbang karena mendapatkan sanggahan dari penyedia yang keberatan atas keputusan Pokja tidak merubah masa pelaksanaan pekerjaan. Padahal pada saat acara penjelasan semua penyedia keberatan dengan masa pelaksanaan pekerjaan.

    Dua pertanyaan ini memancing saya untuk menelusuri lebih dalam pada Perpres 54/2010 jo Perpres 70/2012 dan seluruh petunjuk teknisnya. Acara Penjelasan dikupas pada Perpres 54/2010 jo Perpres 70/2012 pasal 77. Tujuan dari Acara Penjelasan adalah Untuk memperjelas Dokumen Pengadaan Barang/Jasa. Kalimat ini sangat tegas tertuang pada ayat 1.

    Tidak ada satupun pasal dalam Perpres 54/2010 jo Perpres 70/2012 yang menyebutkan bahwa Acara Penjelasan adalah ajang musayawarah mufakat antara Pokja dengan Penyedia yang hadir atau yang tidak hadir. Atas dasar ini maka pendapat umum yang mengatakan bahwa segala hal yang disampaikan pada Acara Penjelasan berakibat terbentuknya Addendum Dokumen Pemilihan, adalah keliru.

    Kita memang sering terjebak dengan “UU Kebiasaan” termasuk soal acara penjelasan ini.

  • Disisi penyedia ada anggapan bahwa Acara Penjelasan adalah ajang tanya jawab, debat kusir atau bahkan ajang mendikte keputusan pokja maupun PPK. Dimana kemudian keberatan yang disampaikan pada acara penjelasan kudu atau wajib disikapi oleh pokja.
  • Disi pokja juga sering menganggap bahwa acara penjelasan adalah ajang tanya jawab, sehingga kebanyakan beranggapan apabila tidak ada pertanyaan maka dokumen sudah pasti 100% jelas dan dalam record sistem yang dianggap sebagai Berita Acara Penjelasan Pekerjaan (BAPP) tidak terisi apapun. Parahnya lagi dalam jawaban sanggah/sanggah banding hal ini menjadi satu poin putusan yaitu muncul kalimat, “karena hal ini tidak dipertanyakan dalam Acara Penjelasan maka dianggap tidak masalah, seharusnya materi keberatan pada sanggahan disampaikan pada Acara Penjelasan”.

    “UU Kebiasaan” seperti ini mengaburkan essensi dari Acara Penjelasan seperti yang diterangkan pada pasal 77 ayat 1. Coba kita cermati lagi ayat ini, yaitu bahwa Untuk memperjelas Dokumen Pengadaan Barang/Jasa, Kelompok Kerja ULP/ Pejabat Pengadaan mengadakan pemberian penjelasan.

    Artinya pada saat Acara Penjelasan Pokja, ditanya atau tidak ditanya atau ada atau tidak ada pertanyaan, tetap harus memberikan penjelasan. Hal ini tegas tertuang dalam Perka 14/2012 tentang Petunjuk Teknis Perpres 70/2012. Dalam pemberian penjelasan, “harus” dijelaskan kepada peserta mengenai:

  1. lingkup pekerjan;
  2. metoda pemilihan;
  3. cara penyampaian Dokumen Penawaran;
  4. kelengkapan yang harus dilampirkan bersama Dokumen Penawaran;
  5. jadwal batas akhir pemasukan Dokumen Penawaran dan pembukaan Dokumen Penawaran;
  6. tata cara pembukaan Dokumen Penawaran;
  7. metoda evaluasi;
  8. hal-hal yang menggugurkan penawaran;
  9. jenis kontrak yang akan digunakan;
  10. ketentuan dan cara evaluasi berkenaan dengan preferensi harga atas penggunaan produksi dalam negeri (apabila diperlukan);
  11. ketentuan tentang penyesuaian harga (hanya berlaku untuk kontrak harga satuan yang waktu pelaksanaannya lebih dari 12 (Dua Belas) bulan);
  12. ketentuan dan cara sub kontrak sebagian pekerjaan kepada Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil;
  13. besaran, dan masa berlaku jaminan; dan
  14. ketentuan tentang asuransi dan ketentuan lain yang dipersyaratkan.

    Kemudian apabila dalam Acara Penjelasan ada hal-hal yang kurang jelas Penyedia diberikan kesempatan untuk bertanya atau mempertanyakan. Pertanyaan dari peserta dan jawaban dari Kelompok Kerja ULP harus dituangkan dalam BAPP yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Dokumen Pengadaan.

    Output dari Acara Penjelasan adalah BAPP. Berita Acara sama dengan notulensi yang mencatat kronologi lengkap apa adanya terhadap apa yang terjadi pada satu even atau kejadian. Karena sifatnya hanya sebuah Berita Acara maka bukan merupakan putusan/ketetapan yang berpengaruh pada pelaksanaan.

    Untuk itu segala apapun yang terjadi pada Acara Penjelasan dan tertuang dalam BAPP tidak sama dengan musyawarah untuk mufakat yang menghasilkan kesepakatan. Termasuk juga ketika tidak ditanyakannya poin-poin dalam dokumen pengadaan, yang tidak dijelaskan atau dijelaskan dalam acara penjelasan, tidak dapat dijadikan justifikasi untuk pokja bahwa tidak ada penyedia yang keberatan. Adalah keliru kalau ada anggapan slenge’an yang menyatakan, “salahnya penyedia kenapa juga tidak ditanyakan pada saat penjelasan”.

    Bahwa setelah ada BAPP kemudian muncul Addendum Dokumen Pemilihan bukan berarti Addendum tersebut adalah bagian dari Acara Penjelasan atau BAPP. Addendum terbentuk apabila ada hal-hal/ketentuan baru atau perubahan penting yang perlu dirubah atau ditambahkan pada dokumen pemilihan. Sumber ditemukannya ketentuan baru/perubahan penting bisa dari mana saja pun juga termasuk dalam acara penjelasan.

    Addendum Dokumen adalah hak preogatif Pokja yang terdiri dari minimal 3 orang, sehingga ketika ada keberatan penyedia yang tidak tertampung dalam addendum dokumen baik karena keputusan Pokja atau “kealfaan” pokja menetapkan addendum dokumen maka yang berlaku adalah dokumen pemilihan. Meskipun keberatan tersebut disepakati oleh 100% penyedia yang hadir dalam acara penjelasan.

    Jadi untuk menjawab galau-nya penyedia jawabannya adalah “kekeliruan” dalam dokumen pemilihan adalah tetap “kekeliruan” baik ditanyakan atau tidak dalam acara penjelasan. Wajib hukumnya bagi pokja untuk melakukan koreksi apabila bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi atau menghalangi terpenuhinya prinsip, kebijakan dan/atau etika pengadaan.

    Kemudian untuk pokja yang bimbang, meskipun seluruh penyedia yang hadir keberatan atas masa pelaksanaan, selama justifikasi perencanaan dapat dipertanggungjawabkan jangan bimbang untuk tetap bertahan. Kalau yang hadir acara penjelasan merasa tidak mampu melaksanakan pekerjaan silakan tidak menawar.

    Intinya sekali lagi Acara Penjelasan bukan musyawarah untuk mufakat.

8 thoughts on “Aanwizjing bukan Musyawarah Mufakat”

  1. Menarik apa yang disampaikan mengenai Aanwijzing, namun demikian Menurut Perka LKPP no. 16 tahun 2012 point 2.b.2. menyebutkan bahwa Pokja ULP dapat memberikan informasi yang dianggap penting terkait dengan dokumen pengadaan, menurut Perka ini hal-hal yang dianggap penting saja yang perlu dijelaskan. Dengan demikian menurut Perka ini apakah 14 point dalam Perka 14 tahun 2012 yang harus dijelaskan dalam aanwijzing masih perlu dijelaskan ?

    1. Ukuran “perlu”, “dianggap penting”, “dapat” kalau mau yang ada dasarnya minimal apa yang disebutkan Perka 14/2012… kalau yang lain maka harus dicari ukurannya sendiri dan sebaiknya dengan justifikasi yang kuat…

  2. Selamat siang Pak.. saya ingin menanyakan mengenai tenaga pengawas lapangan untuk pekerjaan pengawasan jalan lingkungan apakah harus memiliki SKT? (Sesuai UU Jarkon No. 18/1999 pasal 9, untuk tenaga kerja konsultan pengawas hanya ber-SKA)

  3. Pak Samsul, bagaimana jika pokja tidak menjawab pertanyaan aanwizjing. Setelah sudah masuk tahap evaluasi, baru pokja mengetahui ada pertanyaan. Jika ada peserta yang membuat sanggahan terkait dengan materi bahwa pokja tidak menjawab pertanyaan aanwijzing apakah dapat diterima?.. Terima kasih sebelumnya

    1. Bisa diterima jika memang pertanyaannya substantif melanggar perpres atau memenuhi syarat utk menggagalkan pelelangan.. tapi jika hanya berisi pertanyaan yg tidak mempengaruhi proses pelelangan dapat diteruskan…sebaiknya minta masukan apip atau lkpp

  4. Pada suatu proses lelang pengadaan pekerjaan konstruksi, dan setelah tahap Pemberian Pejelasan, keesokan harinya terbitlah Berita Acara Pemberian Pejelasan yang di unggah oleh pokja di SPSE. Secara umum Berita Acara ini sudah sesuai maksud dan tujuannya, yaitu untuk Untuk memperjelas Dokumen Pengadaan atau sekarang disebut dengan istilah dokumen pemilihan.

    Hanya saja pada bagian Kelengkapan Dokumen Penawaran, muncul satu poin yang berbunyi :

    “Surat Pernyataan Kesanggupan Kontinuitas Material
    Surat pernyataan kesanggupan kontinuitas material, surat pernyataan dukungan, dan surat Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi baik berupa material pasir, tanah timbunan maupun batuan, peserta tender diwajibkan sudah memiliki izin secara resmi pada saat menyampaikan Dokumen Penawaran sehingga pada saat peserta tender akan diterbitkan SPPBJ tidak ada alasan bahwa belum memiliki izin resmi hal-hal tersebut diatas.”

    Poin tersebut bukanlah suatu hasil musyawarah dan mufakat, karena tidak ada pertanyaan tentang hal tersebut di saat pemberian pejelasan. Dan poit tersebut tidak ada didokumen pemilihan dan tidak juga dituangkan didokumen Addendumnya. Hanya saja di Berita Acara ini ada kalimat yang berbunyi :

    “Dokumen Pemilihan (Bab I s/d Bab XIV), termasuk Risalah Penjelasan dan Addendum Dokumen Pemilihan merupakan satu kesatuan Dokumen Pemilihan yang tidak dapat dipisahkan dan bersifat mengikat”

    Dengan adanya kalimat tersebut di Berita Acara Pemberian Pejelasan, apakah berarti poin baru tersebut bisa menjadi salah satu dasar atau acuan pokja untuk melakukan evaluasi. Bahkan melegalkan pokja untuk menggugurkan peserta yang tidak menyampaikan Surat Pernyataan tersebut didokumen penawarannya ?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.