Mengukur Progress Fisik Pekerjaan

    Dalam proses pengelolaan anggaran dan barang kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) bertindak sebagai pengguna anggaran/pengguna barang. Hal ini diatur dalam UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara pasal 6. Kemudian dalam pasal ini diatur tentang tugas Pengguna Anggaran (PA) yaitu :

  1. Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
  2. Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja;
  3. Melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;
  4. Melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;
  5. Mengelola utang dan piutang;
  6. Menggunakan barang milik daerah;
  7. Mengawasi pelaksanaan anggaran;
  8. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan;

Dalam tugasnya menyusun dokumen pelaksanaan anggaran sesuai pasal 14 UU 1/2004 maka PA bertanggungjawab untuk menetapkan dan menguraikan program dan rincian kegiatan terkait pelaksanaan anggaran.

Pengguna Anggaran di daerah bertanggungjawab kepada Kepala Daerah. Untuk itu tanggungjawab pelaksanaan program disampaikan oleh PA melalui koordinator Badan Perencanaan Pembangunan Daerah paling minimal 3 bulan sekali atau triwulanan. Sedangkan pelaksanaan kegiatan dilaporkan secara berkala minimal setiap bulan kepada Sekretariat Daerah yang dipimpin Sekretaris Daerah. Sekretaris Daerah dibantu oleh jajaran kesekretariatan berupa bagian yang melakukan evaluasi dan monitoring (monev) pelaksanaan kegiatan.

Fungsi monev pelaksanaan program dan kegiatan ini seringkali seperti tumpang tindih antara Bappeda dan Sekretariat Daerah, dalam hal ini biasanya pada Bagian Bina Program/Pembangunan Sekretariat Daerah. Kondisi ini menimbulkan kebingungan diantara pelaksana tugas monev itu sendiri, terlebih lagi bagi unit SKPD yang menyampaikan laporan karena seperti melaksanakan 2 pekerjaan yang sama.

Kebingungan ini sebenarnya tidak perlu terjadi kalau diperhatikan orientasinya. Bappeda melaksanakan monev triwulanan untuk memonitor pencapaian program yang didalamnya terdapat kegiatan-kegiatan. Sehingga targetnya adalah terkendalinya pencapaian program per triwulan.

Sedangkan sekretariat daerah melalui bagian yang melaksanakan tugas pengendalian kebijakan KDH, melaksanakan monev terhadap pelaksanaan kegiatan perbulan. Penanggungjawab pelaksanaan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan pasal 1 ayat 16 PP 58 tahun 2005 adalah Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disingkat PPTK. Sehingga jelas bahwa PPTK adalah penanggungjawab kegiatan baik dari sisi pelaporan keuangan atau fisik kegiatan.

Kegiatan disisi belanja terikat dengan item belanja langsung dan belanja tidak langsung. Dalam belanja langsung maka kegiatan terdiri atas paket-paket pekerjaan. Disisi ini melekatlah Perpres 54 tahun 2010 tentang pengadaan barang/jasa. Dimana penanggungjawab pelaksanaan paket pekerjaan adalah PA/KPA yang dapat menunjuk seorang PPK untuk menjalankan kewenangan ke-PPK-an.

Banyak pertanyaan sebenarnya bagaimana posisi antara PPTK dan PPK?

Dilihat dari sisi pertanggungjawaban maka PPTK dan PPK sejajar karena kedua-duanya bertanggungjawab kepada PA. PPTK bertanggungjawab terhadap PA terkait pelaksanaan kegiatan. Sedangkan PPK bertanggungjawab terhadap pelaksanaan paket pekerjaan pengadaan barang jasa seperti tertuang dalam P54/2010 pasal 8 dan pasal 11.

Perbedaanya hanya pada ruang lingkup. PPTK pada lingkup kegiatan, sedangkan PPK pada lingkup paket pekerjaan. Dari sisi ruang lingkup tugas PPTK lebih luas dibanding PPK, untuk itu muncul garis koordinasi antara PPTK dan PPK. Jadi bukan garis komando. Untuk itu antara PPTK dan PPK harus dapat bekerjasama dengan baik.

Secara hirarki pelaporan progres pelaksanaan paket pekerjaan akan berpengaruh pada progres pelaksanaan kegiatan. Progres pelaksanaan kegiatan akan berpengaruh pada progres pelaksanaan program.

Dari hirarki ini dapat disimpulkan satu runtutan pelaporan sesuai ruang lingkup masing-masing. PPK bertanggungjawab atas pelaporan progres fisik
pelaksanaan paket pekerjaan (pengadaan barang/jasa) dan pelaporan progres
penyerapan anggaran paket pekerjaan kepada PA/KPA melalui PPTK.

PPTK bertanggungjawab atas pelaporan progres fisik
pelaksanaan kegiatan dan pelaporan progres
penyerapan anggaran pada kegiatan kepada PA/KPA termasuk rekapitulasi laporan dari PPK. Atas nama PA/KPA pelaporan kegiatan ini disampaikan kepada Sekretaris Daerah terkait pengendalian pelaksanaan kebijakan Kepala Daerah setiap bulan. Karena sifatnya pengendalian maka wajar sekretariat daerah tidak hanya menerima laporan tapi juga ikut terlibat dalam upaya mencari solusi ketika terjadi permasalahan dalam proses pelaksanaan kegiatan hingga ke pelaksanaan paket pekerjaan.

Kemudian PA/KPA melaporkan progres pelaksanaan program kepada Kepala Daerah melalui Bappeda paling minimal tiga bulan sekali atau triwulanan.

Ruang Lingkup

Progres Fisik

Pertanyaan yang juga sering disampaikan terkait progres pelaksanaan kegiatan adalah bagaimana ukuran fisik kegiatan/pekerjaan? Sering ditemui dalam setiap pelaporan kegiatan/pekerjaan, progres fisik selalu mengikuti progres keuangan. Entahlah ini terkait mencari jalan mudah pelaporan atau ketidaktahuan, namun yang jelas dampaknya adalah terasa lambannya pelaksanaan kegiatan. Dan pada akhirnya menimbulkan stigma negatif, bahwa aparatur pemerintah pelaksana program pembangunan bekerja tidak optimal. Dalam kata lain kinerja tidak mengalami peningkatan.

Untuk kegiatan rutin seperti belanja operasional dan personil sangat wajar progres keuangan dan fisik selalu beriringan. Namun untuk paket pekerjaan pengadaan barang/jasa sangat mungkin progres fisik melampaui progres keuangan, karena kontrak dibayar setelah ada progres pekerjaan atau serah terima barang sudah 100%.

Apabila kita cermati Pasal 1 ayat 1 Perpres 54/2010 yang berbunyi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi2 yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.

Tegas disebutkan bahwa pengadaan barang jasa dimulai dari perencanaan kebutuhan, pelaksanaan pengadaan yang didalamnya terdapat penyusunan spesifikasi, hps, rancangan kontrak, pemilihan penyedia, kontrak dan pelaksanaan kontrak terakhir serah terima pekerjaan.

Kalau kita menilai progres fisik kegiatan atau paket pekerjaan hanya dari realisasi keuangan maka berarti kita menafikan kerja organisasi pengadaan sejak perencanaan kebutuhan hingga pelaksanaan kontrak. Karena yang dinilai hanya serah terima-nya saja. Ini tentu tidak fair karena sejak perencanaan kebutuhan sumber daya sudah dikerahkan, kinerja sudah berjalan.

Maka selayaknyalah apabila penyusunan spesifikasi, hps dan rancangan kontrak sudah selesai disusun oleh PPK, progres fisik paket pekerjaan dinilai semisal 5%. Proses pemilihan penyedia (pelelangan) telah selesai dan pemenang telah ditetapkan progres maju menjadi semisal 15%. Kontrak telah ditandatangani dan pelaksanaan pekerjaan telah 30% maka fisik pekerjaan semisal dinilai maju menjadi 45% dan seterusnya hingga pelaksanaan pekerjaan dilaporkan 100% maka progres fisik dapat ditetapkan 100%.

Apabila didalam kegiatan terdapat 5 paket pekerjaan maka apabila ke-5 paket tersebut telah ditunjuk penyedia barang/jasa wajar dong kalau progres kegiatan ditetapkan 15%. Tentu harus dibuat pembobotan dan regulasi terkait ini didaerah.

Dengan paradigma seperti ini maka kinerja akan menjadi panglima dalam pelaporan progres pelaksanaan pembangunan. Bukankah yang kita gadang-gadang adalah anggaran berbasis kinerja bukan kinerja berbasis anggaran.

26 thoughts on “Mengukur Progress Fisik Pekerjaan”

  1. mantap ada ilmu ini namannya kuliah jarak jauh…nih om yg sempat sy tanyakan kemarin pada saat pelatihan barang jasa. untuk mengukur progres sebuah kemajuan pekerjaan apa diukur pada saat fisik berjalan atau pada saat perencanaan,. karena selama ini yg berjalan nilai fisik akan diukur apabila penyerapan anggarang telah berjalan..sperti di daerah sy om untuk mengukur progres mengunakan aplikasi yg diberima TEPA. kerjasama dengan pemda aceh.. tapi smuannya masih terjadi perdebatan dan perbedaan pendapat dilingkungan pemda kami untuk mengukur kemajuan fisik. yg diukur pada saat kontrak berjalan dan disesuaikan dengan penyerapan anggaran baik berupa sistem pembayaran termin atau sekaligus. dan itu menurut saya tdk akan pernah ketemu 100% karena nilai fisik dan nilai penyerapan anggaran yg diperhitungkan dan melupakan proses pengadaan mulai dari perencanaaan kebutuhan sampai dengan barang tersebut diperoleh…

  2. Bagaimana pak samsul dengan penjelasan perpres 70/2012 pasal 7 ayat 3 : Tim pendukung adalah tim yang dibentuk oleh PPK untuk membantu pelaksanaan Pengadaan
    Barang/Jasa. Tim pendukung antara lain terdiri atas Direksi Lapangan, konsultan pengawas, tim Pelaksana Swakelola, dan lain‐lain. PPK dapat meminta kepada PA untuk menugaskan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dalam rangka membantu tugas PPK? Bukankah berarti PPTK bertugas membantu PPK?

    1. Tidak masalah Pak PPTK membantu PPK dalam rangka pencapaian kelancaran tugas masing-masing. PPTK membantu PPK dalam rangka tercapainya target pelaksanaan pekerjaan yang akan berdampak pada pencapaian target pelaksanaan Kegiatan yang menjadi tanggungjawab PPTK. Demikian juga PPK membantu PPTK dalam rangka tercapainya target pelaksanaan kegiatan dimana didalamnya terdapat paket pekerjaan.

      Kemudian dalam hal kelancaran proses pembayaran tidak mungkin dan tidak ada kewenangan PPK dalam menyelenggarakan administrasi pembayaran seperti mempersiapkan dokumen kelengkapan SPM seperti SP2D dan lain-lain sehingga PPK memerlukan dukungan dari PPTK.

      Hanya saja kita sering terjebak pada kata “Pembantu” yang konotasinya ada strata rendah dan tinggi.. padahal dalam kerangka mencapai kelancaran pelaksanaan tugas masing-masing saling mendukung kan tidak masalah…

  3. Met malam pak Syamsul, maaf ganggu pak, saya mau tanya apakah dalam masa konstruksi material yg sudah difabrikasi di pabrik tapi belum terkirim dari pabrik sudah bisa dimasukkan kedalam progress pekerjaan? Terima kasih ya pak…. Dari ompiti di selatpanjang….

    1. Salam kenal juga..Kembali ke pasal Incoterm yang diacu dalam SSKK (syarat-syarat khusus kontrak). Jika menggunakan pasal Ex Work maka ketika barang sudah selesai produksi dan keluar dari gudang penyedia meski belum terkirim sudah merupakan progres yang dapat dinilai.. namun jika menggunakan CIF (Cost Insurance and Freight) maka progress baru dapat dihitung apabila sampai tujuan akhir…

      Ompiti selatpanjang di Kepri ya?

      1. Met pagi Pak, saya di selatpanjang kabupaten kepulauan Meranti propinsi Riau… Oh ya, mengenai “Ex Work dan Cost Insurance and freight”, perlu dibantu penjelasan lagi itu pak, hehehe…. Btw, terima kasih banyak ya pak atas informasinya… Salam…….

        1. Oooo.. wah belum pernah kesana.. saya kira Kepulauan Riau…
          Exwork progres diterima ketika barang sdh diproduksi dan siap dikirim.
          CIF progres diterima ketika barang sudah diproduksi dan dalam pengiriman, kemudian penyedia menanggung asuransi sampai tujuan akhir.

          1. ok pak, wah masih ada sisa pertanyaannya nih… gpp kan pak nanyak lagi…. Ketentuan untuk Exprogress dan CIF progress menurut bapak kan bisa dilihat dari pasal Incoterm yg ada di SSKK…. nah, bila di SSKK tidak ada menyebut pasal tersebut, apa bisa dipilih salah satu nya? Oh ya, selatpanjang itu kalau dari batam sekitar 3,5 – 4 jam naik ferri (dari pelabuhan sekupang). Kalau dari pekanbaru 3 jam darat + 1 jam ferri… Jauh kan pak….hehehe… OK, trims ya pak atas semua jawabannya…. Salam..

          2. Ini masalahnya ketika tidak disebutkan pada SSKK maka siapapun bisa menilai apa saja yang paling menguntungkan pihak masing-masing.. ketika pemeriksa melakukan pemeriksaan juga bisa saja mempertanyakan dasarnya apa menggunakan Ex Work atau CIF atau lainnya… Yang perlu dijaga adalah jangan sampai terjadi kerugian negara atau penyimpangan lain.. sehingga meskipun terjadi kelalaian namun hanya bersifat administratif…

            Wah jauh juga ya.. semoga ada kesempatan jalan-jalan kesana…

          3. hehehe, nambah lagi pertanyaannya pak…. “klo hanya sekedar progress pekerjaan (tidak utk ditagihkan) menurut bapak kira-kira gak apa apa kan pak?”

            Kapan mau jajan-jalan kesini please info ya pak, mana tau saya ada disana kan bisa ketemu dengan bapak…hehehehehe… Trima kasih lagi ya pak…

          4. Yang terpenting sesuai dengan progres yang sedang berjalan, jangan sampai progres tersebut memenuhi batas progress pembayaran.. sehingga seharusnya dibayar menurut kontrak tetapi tidak dibayarkan..

            Siap Pak semoga satu saat ada undangan pelatihan kesana…

  4. Salam kenal, saya gumi mas,.
    Mau tanya apakah sudah pernah membuat formulasinya (format excel mungkin) untuk menghitung progres/prosentase fisik kegiatan (+ paket pekerjaan)? kalo ada mohon infonya,…

    terimakasih

    1. Laporan progress fisik untuk PPTK biasanya dibuat oleh masing-masing baik di Bagian pembangunan atau Bappeda dan saat ini ada format yang dibut oleh TEPPA yang banyak diaplikasikan di berbagai daerah.

  5. terima kasih pak atas informasinya pak samsul, sya dari provinsi kaltara kebetulan menangani pelaporan fisik dn keuangan untuk provinsi kaltara, disini teman-teman banyak yang bingung menyusun laporan realisasi fisik dan keuangan. terlebih saya yang masih baru seumur jagung menjadi abdi negara pak. hehehe.. bisa minta tolong pak, peraturan/undang-undang yang terkait dengan realisasi fisik dan keuangan apa saja yah??

  6. iya teerima kasih informasinya pak, selanjutnya pak untuk menentukan besaran bobot pada sub kegiatan itu ada peraturan yang mengaturnya kah? misalnya biro ekbang melaksanakan pengadaan motor sebanyak 10 unit, tentu kita melakukan proses lelangan, nah dalam pengadaan tsb kan melalui tahap pak, pertama penyusunan spesifikasi, harga perkiraan sendiri, rancangan kontrak, proses lelangan/pemilihan penyedia, kontrak, pelaksanaan kontrak dan terakhir serah terima hasil pekerjaan. untuk kegiatan pengadaan motor tsb melalui 7 tahap/sub kegiatan, untuk pemberian bobot pada masing-masing sub kegiatan tsb apakah berdasarkan perkiraan PPK sendiri atau ada aturan yang mengaturnya pak. terima kasih.

  7. Untuk regulasi mengenai pengukuran progres fisik pekerjaan apakah ada pak?

    Apakah masing-masing daerah harus bikin sendiri regulasinya?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.