Seolah catatan berulang. Kembali tertarik untuk membahas tentang filosofi dasar paket pekerjaan dan paket pengadaan. Sebenarnya telah saya tuliskan lengkap dalam artikel Paket Pengadaan dan Paket Pekerjaan, namun Perpres 70/2012 menggelitik hati saya untuk kembali melakukan analisa apakah filosofi yang saya pahami sebelumnya masih tetap dipegang atau tidak.
Pertama-tama secara tidak sengaja saya temukan sedikit kekeliruan yang berakibat fatal dalam membangun pemahaman terkait paket pekerjaan dan paket pengadaan. Konstruksi kalimat lampiran 1 huruf D. PENETAPAN KEBIJAKAN UMUM angka 1 huruf b berbeda dengan pasal 100 ayat 3.
Lampiran 1 Huruf D.1.b berbunyi: nilai paket pekerjaan pengadaan barang/jasa sampai dengan Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) diperuntukkan bagi Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil, kecuali untuk paket pengadaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil;
Sementara pasal 100 ayat 3 berbunyi : Nilai paket pekerjaan Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya sampai dengan Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah), diperuntukan bagi Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh Usaha Mikro dan Usaha Kecil serta koperasi kecil.
Dan kesalahan ini masih berlanjut pada P70/2012 dan Perka 6/2012. Kesalahan kecil yang cukup mengganggu karena secara definisi paket pengadaan tidak terkait dengan kompetensi teknis.
Dugaan saya tepat karena ternyata konstruksi filosofis tidak berubah. Paket Pekerjaan masih sama dipahami sebagai salah satu ketetapan yang disusun oleh PA/KPA dalam Rencana Umum Pengadaan untuk kemudian ditetapkan metode pengadaannya apakah melalui swakelola dan/atau penyedia.
Pemaketan
Kemudian pada pasal 24 ayat 3 terkait pemaketan barang/jasa disebutkan bahwa PA/KPA dilarang menyatukan beberapa paket pengadaan dan/atau memecah paket pengadaan. Terlepas dari kriteria yang disebutkan, hal ini logis karena PA/KPA tidak punya kewenangan dalam paket pengadaan yang menjadi wilayah tugas dan wewenang Pokja/Pejabat Pengadaan.
Penetapan Pemenang
Yang sering juga diperdebatkan adalah tentang penetapan pemenang oleh PA/KPA. Materi perdebatan yang terjadi adalah; Ada yang berpemahaman bahwa penetapan pemenang oleh PA/KPA adalah apabila pagu anggaran diatas 100 Milyar, kemudian ada juga yang beranggapan apabila HPS diatas 100 Milyar, adapula yang beranggapan apabila Kontrak/nilai penawaran pemenang di atas 100 Milyar.
Apabila kita kembalikan kepada filosofi dasar maka perdebatan ini sebenarnya tidak perlu ada. Pasal 8 (1) tegas menyebutkan batasannya adalah nilai paket pengadaan. Dengan demikian jelas tidak ada sangkut pautnya dengan nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) ataupun Pagu Anggaran yang cenderung mengikat pada paket pekerjaan. Berapapun HPS atau pagu anggaran apabila nilai paket pengadaan, yang dapat saja terdiri dari beberapa paket pekerjaan, diatas 100 Milyar untuk lelang dan 10 Milyar untuk seleksi maka yang menetapkan pemenang adalah PA/KPA.
Persentase e-Procurement
Instruksi Presiden RI Nomor 17 Tahun 2011 mengamanatkan 75% dari belanja pengadaan barang/jasa APBN dan 40% dari APBD wajib menggunakan SPSE. Apabila dikaitkan dengan pasal 131 (1) bahwa K/L/D/I wajib melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik untuk sebagian/seluruh paket-paket pekerjaan pada Tahun Anggaran 2012, maka persentasenya jelas dari total nilai paket pekerjaan yang berasal dari belanja APBN/APBD.
Kaji Ulang Pemaketan
PPK secara tegas hanya bertanggungjawab terhadap pelaksanaan paket pekerjaan dari tahap penyusunan rencana pelaksanaan pengadaan, penandatanganan dan pengendalian kontrak hingga serah terima barang/jasa. PPHP termasuk dalam ruang lingkup ini yaitu mendukung PPK dalam menjalankan tugas dan kewenangan serah terima barang/jasa.
Namun terkait kebijakan penetapan pemaketan pekerjaan PPK berhak untuk mengajukan usulan perubahan apabila dianggap tidak sesuai. Demikian juga dengan Pokja/Pejabat Pengadaan hanya berhak mengajukan perubahan pemaketan pekerjaan kepada PA/KPA melalui PPK.
Karena sekali lagi wilayah paket pekerjaan adalah wilayah kewenangan PA/KPA.
Pemilihan Penyedia
Pokja ULP/Pejabat Pengadaan sepenuhnya berwenang terhadap paket pengadaan. Proses perencanaan pemilihan penyedia, metode pemilihan, kualifikasi, penyampaian penawaran, evaluasi penawaran hingga penetapan pemenang bagi paket pengadaan sampai dengan 100 milyar untuk pelelangan dan 10 milyar untuk seleksi.
Pengadaan Langsung oleh Usaha Menengah dan Besar
Pasal 39 ayat 1 menegaskan hal ini bahwa Pengadaan Langsung dapat dilakukan terhadap Pengadaan yang dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa usaha orang-perseorangan dan/atau badan usaha kecil serta koperasi kecil, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan koperasi kecil.
Sehingga meskipun paket pengadaannya tidak melebihi 200 juta namun apabila paket pekerjaan tersebut memerlukan kompetensi teknis yang tidak bisa atau sedikit sekali dapat dikerjakan oleh usaha mikro, kecil atau koperasi kecil maka boleh dilaksanakan oleh usaha menengah atau besar.
Pengumuman Penetapan Pemenang
Pasal 80 (3) berbunyi bahwa Pengumuman penetapan Penyedia Barang/Jasa sekurang-kurangnya terdiri dari: a. nama paket pekerjaan dan nilai total HPS, b. nama, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan alamat pemenang; dan c. hasil evaluasi penawaran administrasi, teknis, dan harga.
Ini mengisyaratkan bahwa paket pengadaan atau biasa kita sebut paket pelelangan/seleksi dapat terdiri atas beberapa paket pekerjaan. Untuk itulah dalam pengumuman penetapan pemenang dibagi atas dasar paket pekerjaan.
Ini juga diperkuat oleh Pasal 80 Ayat (6) bahwa Penetapan lebih dari 1 (satu) pemenang dilakukan dalam hal terdapat keterbatasan kapasitas/layanan Penyedia Barang/Jasa yang memenuhi kualifikasi, penetapan hasil Sayembara/Kontes, dan/atau keragaman item barang/jasa dalam suatu paket kegiatan. Kegiatan pengadaan ini ditujukan antara lain: untuk pengadaan obat-obatan, jasa penjualan Surat Berharga Negara (SBN), Pengelolaan Kas Negara, dan pelelangan yang dilakukan dengan menawarkan sejumlah item pekerjaan sejenis yang dibagi dalam beberapa paket/sub paket dan dilakukan secara sekaligus (pelelangan itemized).
Hal ini seperti yang saya singgung dalam artikel Paket Pengadaan dan Paket Pekerjaan untuk mengakomodir konsep strategis consolidated procurement. Sehingga kedepan meskipun paket pekerjaan semakin banyak tidak menutup kemungkinan paket pengadaan justru semakin efisien.
Untuk mempermudah pemahaman telah saya susun Tabel Analisa Paket Pengadaan VS Paket Pekerjaan yang saya ambil dari Buku Cara Mudah Membaca Peraturan Pengadaan. Silakan klik pada link. Semoga bermanfaat.
Mantap Om, kayaknya sudah bisa dibukukan semua tulisan yang ada di blog ini. Sangat layak dijadikan buku untuk memperkaya pengetahuan insan-insan Pengadaan di Republik tercinta ini. Sudah tidak sabar menunggu bukunya Om Samsul
Makasih Mas Rahfan..aamiin doanya.. Insya Allah kalau ada yang berminat menerbitkan..:) Kalau buku saya kan sudah terbit Mas 😀
sangat setuju buatkan bukunya om,..apa stiap sy monitor sdh bisa jadi satu buku om..
Terimakasih Win atas supportnya n doanya semoga segera ada yang berminat 🙂