Want dan Need dalam Pengadaan Barang/Jasa

Seperti halnya pembahasan cost dan price pada artikel “Pembangunan Yang Terjebak Harga”, pembahasan tentang want dan need mempunyai logika yang sama.

Kenapa kita melakukan pengadaan barang/jasa? Ini adalah pertanyaan awal yang harus kita pahami filosofinya secara jelas sebelum melaksanakan pengadaan. Mungkin saja banyak jawaban yang akan muncul dengan berbagai variasi. Namun semua bermuara pada pemenuhan want atau need. Apakah karena kita menginginkan barang/jasa atau karena kita membutuhkan barang/jasa.

Mengambil definisi para pakar manajemen sperti Philip Kotler dkk; A want is defined as “the form human needs take as shaped by culture and individual personality” (Kotler, Chandler, Gibbs, & McColl 1989, p. 5). Keinginan adalah kebutuhan manusia yang dibentuk berdasarkan kultur dan kepribadian.

Artinya penetapan sasaran tercapainya keinginan menjadi sangat indivual. Boleh saja pada saat ini keinginan kita sudah terpenuhi oleh suatu barang/jasa namun bagi orang lain atau diwaktu berbeda tidak terpenuhi.

Ketika pengadaan barang/jasa didasarkan pada keinginan maka penentuan batasan perencanaan teknis, terkait spesifikasi barang/jasa, cenderung bersifat conformance atau rinci sesuai dengan tingkat pengetahuan pelaksana terhadap barang/jasa. Misal satu instansi mempunyai anggaran pembelian mobil dinas, apabila berdasarkan keinginan maka spesifikasi mobil dinas akan mengarah pada satu merk atau produk dan cenderung yang tertinggi yang bisa didapatkan dengan kemampuan anggaran yang maksimal. Batas atas spesifikasi barang/jasa yang ‘want minded’ umumnya hanyalah kapasitas dana yang dimiliki. Bisa disimpulkan “want” ukurannya adalah “price”.

Sedangkan kebutuhan didefinisikan sebagai “a state of felt deprivation in a person” (Kotler, Chandler, Gibbs, & McColl 1989, p. 4). Need didefinisikan sebagai pemenuhan rasa kekurangan. Dari sini yang menjadi ukuran adalah performance atau ukuran kualitatif dari barang/jasa. Dengan contoh yang sama terkait pengadaan mobil dinas maka spesifikasi yang disusun akan bersifat kualitatif.

Spesifikasi performance dalam pengadaan mobil misalkan terkait kapasitas penumpang, kenyamanan, kecepatan dan kemampuan menempuh medan tertentu. Sehingga apapun merk-nya ataupun tipe mesin-nya, yang penting dapat memenuhi performance yang ditentukan. Ukuran performance umumnya merupakan ukuran yang sudah disepakati oleh orang banyak.

Ukuran pencapaian dari need terkait barang/jasa terdiri atas tiga indikator yaitu kualitas, waktu dan biaya. Ketiga komponen ini merupakan ukuran yang juga digunakan menilai cost atau biaya. Jadi dapat disimpulkan bahwa ukuran dari need adalah cost .

Definisi diatas bukan untuk membandingkan atau mengkontradiksikan antara want dan need karena pada dasarnya kedua-duanya melingkupi proses pengadaan barang/jasa secara keseluruhan dalam satu kesatuan sistem pembangunan.

Hal ini bisa dilihat lebih keatas lagi terkait visi dan misi. Visi pada dasarnya adalah keinginan. Karena sifatnya keinginan maka visi ada pada tataran kebijakan atau penetapan sasaran. Kemudian misi sifatnya kebutuhan yang batasannya adalah pencapaian keinginan dalam porsi tertentu atau masuk pada tataran teknis. Dapat diasumsikan bahwa misi merupakan satu atau serangkaian indikator utama dari usaha pencapaian visi.

Ruang lingkup pengadaan barang/jasa dalam skema pelaksanaan APBN/D berada pada tataran teknis setelah perencanaan, pemrograman dan penganggaran yaitu pengadaan, pelaksanaan kontrak dan pembayaran dan penyerahan. Untuk itu proses pengadaan barang/jasa harus dimulai dari kebutuhan yang ditetapkan pada dokumen anggaran dalam rangka memenuhi program pembangunan yang telah direncanakan lewat penyusunan APBN/D.

Dalam kerangka ini semestinya segala aktifitas pengadaan barang/jasa tidak lepas dari upaya pencapaian sasaran yang telah ditetapkan. Baik dari sisi kualitas, kuantitas, waktu dan biaya. Peran perencanaan pengadaan menjadi sangat penting baik perencanaan umum dan perencanaan pelaksanaan pengadaan. Disinilah jiwa dan semangat Perpres 54 tahun 2010 yang membedakannya dengan peraturan pengadaan terdahulu yaitu Keppres 80 tahun 2003.

Urgensi tahapan perencanaan dalam pemenuhan need terhadap barang/jasa berada pada tataran utama. Perencanaan menghasilkan kegiatan pengadaan barang/jasa. Nilai output kegiatan barang/jasa berasal dari perkalian antara volume dan harga satuan. Kebutuhan akan output inilah yang kemudian disandingkan dengan keinginan pemenuhan sasaran kegiatan yang lebih dikenal dengan outcome. Segala sesuatu yang bisa direncanakan akan dapat diawasi dan diukur pencapaiannya. Dan segala sesuatu yang dapat diukur pasti akan dapat direncanakan.

Inilah landasan format dokumen pelaksanaan anggaran menjadi dua bagian yaitu form isian indikator kinerja dan form isian anggaran. Atau dalam bahasa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara disebut dengan anggaran berbasis kinerja yang memadukan output dengan outcome sekaligus.

Jelas sekali dalam menilai pelaksanaan pengadaan barang/jasa tidak bisa hanya berdasarkan penilaian price tapi harus cost base. Sehingga uang-lah yang mengikuti fungsi, atau money follow the function, bukan sebaliknya. Prinsip ini memunculkan kebutuhan (need) terkait barang/jasa dalam rangka mewujudkan sasaran kegiatan yang telah ditetapkan dalam perencanaan.

Karena sejatinya setiap rupiah yang digunakan melalui APBN/D adalah uang rakyat. Maka kewajiban entitas pengadan barang/jasa pemerintah untuk memastikan bahwa setiap rupiah tersebut digunakan untuk memberikan sebesar-besarnya manfaat bagi rakyat. Salah satu caranya adalah melaksanakan pengadaan barang/jasa yang kredible berdasarkan need dan ukuran nilai cost. Kalau kita ingin kesejahteraan kita perlu pengadaan barang/jasa yang kredibel. Insya Allah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.